Bab 1734
"Membunuhmu bisa menyelamatkan
Adriel!" ujar Liana.
Liana memandang dingin. Pedang
gandanya bergetar hebat dan seketika dua energi pedang melesat ke langit,
begitu indah dan diselimuti suara gemuruh.
Jayub baru saja menghampirinya,
tetapi segera ditenggelamkan oleh petir yang tak terbatas dan juga energi
pedang.
Namun, tubuh Jayub sangat lincah dan
selalu berhasil menghindari ancaman yang mematikan.
Seolah-olah dapat dengan cepat
mengkap setiap gerakan pembunuhan dan peluan untuk melarikan diri.
Tidak diragukan lagi, ini adalah
penciuman yang dia asah selama di medan perang.
"Satu serangan ... Menentukan
kekuasaan!" Jayub berseru. Tombak panjangnya seperti naga, melanda dan
menusuk ke arah Liana, begitu tajam dan mematikan.
Ini adalah keterampilan tombaknya,
kekuatannya sangat dahsyat.
"Kamu nggak pantas menggunakan
nama ini sekarang!" tutur Liana.
Liana mencemooh dan pedang gandanya
menyerang. Hanya terlihat cahaya pedang yang memukau meledak di udara, seperti
menutupi matahari.
Cahaya pedang dan tombak panjang
saling bertabrakan. Keduanya melepaskan energi sejati dan cahaya yang begitu
dahsyat.
Liana muntah darah dan mündur satu
langkah.
Tabrakan tadi terlalu kuat dan
serangan baliknya menyebabkan darahnya melonjak.
Sedangkan Jayub lebih parah. Terdapat
begitu banyak bekas luka pedang di tubuhnya dan darah mengalir dari tubuhnya.
Saat ini, Adriel masih berjuang
sengit di bawah.
Hanya saja, dia terjebak di dalam
pengepungan para pasukan itu dan sudah terluka.
Liana semakin gelisah.
"Waktunya tentukan
pemenangnya," tutur Liana.
Liana menarik napas dalam-dalam,
hatinya semakin gelisah. Nalurinya memberitahunya bahwa ada bahaya yang sedang
mendekat ...
Bertarung hingga saat ini, masih
belum ada ahli yang muncul dari keluarga lainnya. Apakah Enam Jalur Puncak
Kematian tidak memberi tahu mereka?
Atau mereka memiliki rencana lain?
Liana menghela napas ringan.
Menggerakkan pedang gandanya dan kekuatannya mendominasi seluruh arena!
Jayub menyerangnya.
Keduanya saling bertabrakan dengan
keras dan bertarung secara dekat.
Namun, kali ini Jayub belajar dari
pengalaman. Dia tidak lagi menyerang Liana, tetapi mengubah gerakannya dengan
berbagai macam teknik. Lebih fokus pada pertahanan dan lebih berhati-hati dalam
bertindak.
Adriel tidak akan bertahan lama di
bawah sana...
"Cangkang kura-kura? Kamu bisa
bertahan berapa lama?!" ujar Liana.
Liana mengeluarkan pedang dengan
tidak acuh dan membuat Jayub termundur langkah demi langkah.
"Bisa menang adalah kunci
strategi militer. Apa yang kamu tahu?" ujar Jayub.
Wajah Jayub acuh tak acuh.
Dan pada saat itu, Liana mengetahui
rencananya. Dia segera mengeluarkan obat pil dan memakannya, memeras energi
sejati dengan paksa. Ini adalah cara langsung untuk memeras kekuatan obat yang
membuat kekuatan dirinya meningkat sekali lagi.
Dia melihat darah yang mengalir dari
luka tubuhnya menjadi semakin hitam. Tubuhnya merasakan tak berdaya dan
seolah-olah dikosongkan dalam sekejap.
"Kamu..." ujar Jayub.
Saat ini, Jayub tiba-tiba sadar dan
melihat ke arah Liana.
"Aku juga ahli dalam bermain
racun. Bukankah mengoleskan racun di bilah pedang adalah tindakan yang sangat
biasa?"
Liana berkata dengan tenang, tetapi
terlihat adanya lapisan hijau yang tidak biasa pada bilah pedangnya...
Kini wajah Jayub mulai berubah. Tentu
saja dia sangat waspada terhadap racun, tetapi tadi ketika bertarung, kedua
pedang itu berada di bawah pandangannya, sejak kapan dia mengoleskan racun itu?
Hanya bisa dikatakan bahwa seni racun
Liana sangat beragam dan sulit dihindari ...
"Bisakah kita diskusi?"
kata Jayub setelah berpikir sejenak.
"Nggak mungkin!" tutur
Liana.
Saat itu, Liana tiba-tiba tertawa
dingin dan menyerang dengan pedangnya.
Srekk!
Di bahu Jayub terdapat lubang darah
yang tembus pandang dari depan ke belakang.
Sebuah pedang menembusnya dan darah
berceceran di mana-mana!
Jika bukan karena Jayub
menghindarinya dengan tepat waktu tadi, serangan tersebut cukup untuk
membunuhnya!
Jayub kalah!
Meskipun hanya degan satu serangan,
dia terkena racun yang parah. Darah hitam terus mengalir dari lukanya dan
langit tercemar darah. Saat ini, pertarungan di bawah juga terhenti sejenak.
Semua orang terkejut melihat Jayub
terjatuh ke tanah seperti layang-layang yang putus dari tali di udara.
"Pak Jayub!"
No comments: