Membakar Langit ~ Bab 1767

 

Bab 1767

 

Liana melompat maju tanpa ragu, tubuhnya seakan tak peduli pada bahaya di depan.

 

Namun Pembantai Darah mengayunkan telapak tangannya, melepaskan kekuatan dahsyat yang menyebar ke seluruh penjuru. Energi tak terlihat itu seperti gerbang tak kasat mata, menolak siapa pun untuk mendekat.

 

"Memang merepotkan," gumamnya sambil menatap Adriel yang tergeletak.

 

Ia mengulurkan tangannya, menghentikan pendarahan Adriel. Hatinya penuh kegelisahan.

 

Jika Adriel mati, warisan Tabib Agung akan lenyap, dan dirinya akan menghadapi hukuman berat dari organisasinya.

 

Namun, saat mencoba menyelamatkan Adriel, tiba- tiba dia menyadari bahwa pendarahan itu tidak bisa dihentikan. Kehidupan dalam tubuh Adriel terus merosot dengan cepat.

 

Di tengah pertempuran, salah seorang bawahan Pembantai Darah berteriak, "Guru! Ketua memanggilmu, segera ke kota Sentana!"

 

Pembantai Darah mengernyitkan dahi, lalu menjawab, "Aku mengerti."

 

Tujuan utama Enam Jalur Puncak Kematian kali ini adalah mendapatkan warisan Tabib Agung sekaligus melemahkan Negara Elang. Dengan misinya yang hampir selesai, kini waktunya mengaktifkan Formasi Pembantaian Kehidupan dan melanjutkan perjalanan ke kota Sentana.

 

Formasi pembantaian ini, yang mencakup seluruh wilayah, adalah bagian penting dari rencana besar mereka.

 

Melihat Liana dan yang lainnya dengan gigih bertarung sambil mencoba mendekat, Pembantai Darah hanya mencibir, "Dasar sekumpulan sampah. Harus aku yang turun tangan."

 

Dalam sekejap, dia mencengkeram tubuh Adriel dan melangkah ke depan. Energi dahsyat yang dia lepaskan menyelimuti seluruh medan perang, membuat semua orang merasakan tekanan luar biasa hingga sulit bernapas.

 

"Wah, ini benar-benar akhir," gumam Yasmin dengan wajah pucat, hatinya tenggelam dalam keputusasaan. Sosok seperti Pembantai Darah, sang raja ilahi setengah langkah, cukup untuk mengakhiri seluruh pertempuran ini.

 

"Aku akan menahan mereka. Yang bisa pergi, pergilah sejauh mungkin! Cari Ahli Bela Diri Agung di perbatasan!" ujar Liana sambil melangkah maju, mata penuh tekad.

 

Dia tahu, jika semua melarikan diri, mereka akan dihancurkan satu per satu. Maka, dia memilih tetap bertahan, memberikan jalan bagi yang lain.

 

Namun, Wennie berdiri di tempat, senyum getir menghiasi wajahnya. Dia berkata, "Hidup bersama, mati bersama."

 

Bagi Wennie, kehilangan Adriel sama saja kehilangan segalanya. Jika Adriel tidak selamat, dia pun tidak ingin hidup lagi.

 

Di sisi lain, Leony memandang dengan tatapan kosong. Mata merahnya penuh kebencian yang menggelegak. Dia berkata, "Keluargaku telah musnah. Jika harus mati, seenggaknya aku akan membawa beberapa dari mereka bersamaku."

 

Pembantai Darah tertawa sinis melihat mereka yang tetap memilih bertahan. Dia berkata, "Menyentuh sekali. Bagus, kalian menghemat tenagaku untuk mengejar kalian satu per satu. Kalau begitu, biar kuberi kalian akhir yang cepat!"

 

Dengan Adriel di tangannya, dia bergerak seperti bayangan, langsung menuju Liana, target pertamanya.

 

"Serang!"

 

Liana meraung keras. Suaranya menggema penuh kepedihan, seakan dia siap menerima takdir dengan penuh keberanian. Jika ini adalah akhir, maka dia memilih untuk bertarung habis-habisan.

 

"Inilah hari kita meraih kejayaan!" teriaknya. Di langit, awan hitam makin pekat, sementara bayangan-bayangan menakutkan muncul, tertawa seram di bawah lindungan gelap.

 

Suasana memanas dan semangat perang berkobar. Mereka menyerbu seperti gelombang pasang, membawa kehancuran ke seluruh medan perang.

 

Namun, di tengah hiruk-pikuk itu, tiba-tiba angin sepoi-sepoi berhembus.

 

Angin itu tidak biasa. Udara di sekitar beriak seperti permukaan danau yang terguncang lembut.

 

Awan hitam dan jiwa-jiwa yang terperangkap di dalamnya perlahan memudar. Matahari yang sebelumnya tersembunyi kini kembali bersinar, menerangi dunia dengan cahaya yang cerah.

 

Medan perang yang sebelumnya seperti lautan api mendidih mendadak sunyi.

 

Semua orang terpaku.

 

Leony memandang tak percaya saat bayangan- bayangan menakutkan di depannya perlahan lenyap begitu saja.

 

Liana terdiam, matanya melebar karena takjub.

 

Wennie tak kalah terkejut, tubuhnya gemetar karena tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.

 

Sementara itu, Pembantai Darah berdiri membeku. Namun, hanya sesaat sebelum kemarahannya meledak.

 

"Siapa? Siapa yang berani mencampuri urusan Enam Jalur Puncak Kematian? Kalau berani, keluar dan tunjukkan dirimu!"

 

Teriakannya menggema, memenuhi udara dengan kemarahan yang tak tertahankan.

 

Pertanyaan itu menggema di hati semua orang.

 

Siapa sosok kuat yang baru saja tiba?

 

Mata semua orang memandang ke segala arah, mencari tanda-tanda kehadiran yang luar biasa.

 

Bab Lengkap

Membakar Langit ~ Bab 1767 Membakar Langit ~ Bab 1767 Reviewed by Novel Terjemahan Indonesia on January 23, 2025 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.