Membakar Langit ~ Bab 1769

 

Bab 1769

 

Namun, tepat saat itu, sosok di langit mulai memudar perlahan, seakan waktu keberadaannya di sini telah mencapai batasnya. Dia mengulurkan tangan, seolah ingin meraih Pembantai Darah dari kejauhan.

 

Namun, rencana meledakkan diri Pembantai Darah hanya membutuhkan sepersekian detik untuk dimulai, bahkan dirinya sendiri tidak lagi bisa menghentikannya. Sudah terlambat

 

"Nggak!" jerit Liana dan yang lainnya dengan wajah pucat pasi.

 

Energi destruktif yang memancar dari tubuh Pembantai Darah bagaikan amarah dewa-dewi kuno. Ledakan raja ilahi setengah langkah ini akan menghancurkan segalanya, meluluhlantakkan medan perang, dan menyeret hampir semua orang ke kematian.

 

"Ini akhir kita!" bisik Yasmin, wajahnya memucat hingga seperti tak berdarah.

 

Di sisi lain, Wennie menjerit pilu, suaranya memecah hati.

 

"Adriel!" Leony memekik dengan panik.

 

Di dekatnya, Dahlia mencengkeram erat pedang kuno di tangannya, wajahnya pucat sepucat kertas. Bahkan pedang yang dia genggam tampak bergetar.

 

"Bersama kita mati!" tawa Pembantai Darah meledak di udara.

 

Energi destruktifnya makin memuncak, mengubah tanah di sekitarnya menjadi puing-puing. Angin yang berputar mengamuk, membawa kehancuran yang tak terelakkan.

 

Bahkan cahaya merah-emas yang melindungi langit tampak mundur di hadapan kekuatan itu. Semua orang tahu mereka akan menjadi korban dari ledakan ini.

 

Namun tiba-tiba, dunia menjadi hening ... Ledakan yang seharusnya tak terhentikan itu mendadak berhenti.

 

Beberapa jarum emas entah sejak kapan telah menancap di tubuh Pembantai Darah, menghentikan aliran energi destruktifnya. Wajah Pembantai Darah berubah drastis, diliputi keterkejutan. Dia tidak percaya.

 

Adriel? Seorang pewaris Tabib Agung? Bagaimana mungkin dirinya, seorang raja ilahi setengah langkah, bisa dipengaruhi oleh jarum-jarum kecil itu?

 

Di tengah keheningan itu, suara lemah terdengar. Meski lemah, suara itu bergema di seluruh medan perang, membawa kekuatan yang tak dapat dijelaskan.

 

"Persembahan darah, tubuh, dan tulang. Tubuhku menjadi tungku, jiwaku menjadi api, kutempa jarum ini... Memutus hidup dan mati, melampaui energi yin dan yang."

 

Adriel berdiri di tengah badai, tubuhnya compang - camping dan berlumuran darah. Mata merahnya memandang wajah-wajah di sekitarnya, tetapi senyum tipis masih menghiasi bibirnya.

 

Jarum Persembahan, sebuah teknik kuno yang mengorbankan hidup untuk menciptakan kekuatan dewa.

 

Sisa-sisa kehidupannya menghilang cepat, tersedot ke dalam jarum-jarum itu.

 

Angin mengguncang tubuhnya, meniup jubah berdarahnya, menciptakan pemandangan tragis seperti lukisan berdarah.

 

"Berhenti! Aku bilang berhenti!" raung Pembantai Darah dengan keras.

 

Dia mencoba mengangkat tangannya untuk membunuh Adriel, tetapi tubuhnya terlalu lemah akibat luka dari cahaya merah-emas dan pengaruh jarum emas. Dia bahkan tidak mampu bergerak.

 

Ledakan yang dia siapkan dengan susah payah telah dibekukan oleh jarum-jarum itu.

 

Dahlia berteriak, mencoba melangkah maju, tetapi angin menghalangi jalannya.

 

Wennie berlari seperti orang gila, tetapi kekuatan yang menyelimuti Adriel mementalkannya. Darah mengalir dari matanya, membasahi wajahnya yang penuh rasa putus asa.

 

Sementara itu, Adriel terus melafalkan mantra kuno. Darah dari tubuhnya mengalir tanpa henti, membentuk kabut merah yang mengelilingi jarum - jarum emas di tubuh Pembantai Darah.

 

Tiba-tiba, jarum-jarum itu terbakar dengan api darah, menancap kuat di tubuh musuh.

 

Pada saat bersamaan, telapak tangan Liana menghantam ke arah Pembantai Darah.

 

Cahaya merah-emas memancar begitu terang, menyelimuti seluruh langit dan bumi.

 

Boom! Suara ledakan besar menggetarkan langit dan bumi. Cahaya memancar menyilaukan, menghempaskan batu-batu, dan menciptakan retakan besar di tanah seolah-olah kiamat telah tiba.

 

Pembantai Darah menjerit memilukan. Tubuhnya hancur berkeping-keping, tetapi tak seorang pun memedulikannya.

 

"Adriel!" teriak Wennie dengan histeris, berlari ke tempat Adriel berada.

 

Saat tiba di sisi Adriel, dia langsung menangis seperti hujan.

 

Meski tubuh Adriel tetap utuh, tubuhnya penuh luka yang begitu parah hingga hampir tidak bisa dikenali. Seluruh tubuhnya berlumuran darah.

 

"Minggir!" teriak Liana sambil melangkah mendekat, menggenggam tangan Adriel dengan erat.

 

Namun, ekspresi wajahnya tiba-tiba berubah menjadi pucat.

 

Dahlia mencoba bertanya, suaranya terdengar penuh harapan, "Kak Liana, guruku punya banyak ramuan penyembuh. Mungkin kita... "

 

Namun, Liana perlahan menggelengkan kepala. Wajahnya penuh dengan kesedihan yang tak terhingga. Dia melepaskan genggamannya pada tangan Adriel, membiarkannya jatuh dengan lembut.

 

Bab Lengkap

Membakar Langit ~ Bab 1769 Membakar Langit ~ Bab 1769 Reviewed by Novel Terjemahan Indonesia on January 23, 2025 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.