Bab 11
Lestari dan Suryadi buru-buru keluar.
Mereka melihat Wira mengangkat panci itu, lalu menuangkan campuran cairan gula
dan lumpur kuning ke dalam corong yang dilapisi jerami.
“Ayah, lihat!” ujar Lestari dengan
cemberut.
Suryadi juga melihat situasinya dengan
kaget.
Larutan gula itu mengalir turun
melalui corong dan mulai terpisah.
Tidak lama kemudian, bagian atas
mengkristal menjadi gula putih, bagian tengah membentuk gula cokelat dan bagian
paling bawah adalah ampas gula mentah.
“Gula cokelat dan gula putih!” seru
Lestari dengan terkejut.
Harga gula mentah paling murah, 100
gabak per setengah kilo, sedangkan harga gula cokelat 300 gabak per setengah
kilo. Di pasar, belum ada yang menjual gula putih.
Perbandingan warna lapisan gula itu
adalah 50% gula putih, 30% gula cokelat dan 20% ampas gula mentah.
Dengan perbandingan seperti itu, gula
cokelat yang didapat sudah bisa menutupi modal gula mentah. Sementara penjualan
gula putih sudah benar-benar murni keuntungan.
Suryadi, Hasan, Danu dan Sony sangat
kaget. Mereka tidak mengerti kenapa gulanya bisa berubah menjadi begitu.
Doddy langsung bertanya, “Kak Wira,
kenapa cairan lumpur kuning yang digabungkan dengan cairan gula mentah bisa
jadi gula putih dan gula cokelat?”
Semua orang sangat penasaran.
Wira pun menjelaskan dengan
sederhana, “Di dalam gula mentah, ada kotoran dan pigmen. Cairan lumpur kuning
bisa mengabsorbsi kotoran dan pigmen itu sehingga muncul gula putih dan gula
cokelat.”
Produksi gula di Kerajaan Nuala masih
belum sempurna. Gula yang dipakai mereka adalah gula mentah yang didapatkan
dari tebu. Ada juga sebagian kecil orang yang menggunakan abu kayu atau putih
telur bebek untuk membuat gula cokelat.
Cara menggunakan lumpur kuning untuk
memurnikan gula baru ditemukan di zaman berikutnya.
Wira memiliki gelar doktor di bidang
kimia. Jadi, dia tahu jelas mengenai prinsip-prinsip yang terlibat dalam proses
tingkat rendah ini.
‘Pigmen?’
‘Kotoran?’
‘Mengabsorbsi?’
Tidak ada orang yang mengerti apa
yang dikatakan Wira.
Wira mengambil sedikit gula putih
itu, lalu berkata, “Coba cicip.”
Keenam orang itu mengelilingi corong,
lalu mengambil sedikit gula putih dan mencobanya.
Mata Lestari langsung berbinar
setelah mencicip gula putih itu. “Manis banget! Lebih manis dari gula mentah
dan gula cokelat!”
“Emm, lebih manis dari gula cokelat.”
Sony menambahkan dengan serius, seolah-olah dia pernah memakan gula cokelat.
Gula termasuk barang sekunder,
penduduk desa tidak sanggup membelinya. Mereka hanya bisa memakan sedikit gula
mentah saat mengunjungi para kerabat pada Tahun Baru. Sementara gula cokelat
adalah makanan orang kaya.
“Aku hanya pernah makan gula mentah.
Gula putih ini jauh lebih manis daripada gula mentah.”
Apa yang dibilang Doddy adalah
kenyataan, dia bukan sedang sok tahu seperti Sony.
Suryadi, Hasan dan Danu juga mencoba
gula cokelat untuk membandingkannya. Setelah itu, mereka langsung mengangguk
dengan penuh semangat.
“Gula putih memang lebih manis,
tetapi manfaatnya tidak sebagus gula cokelat!” Wira melirik Lestari, lalu
berkata, “Waktu perempuan butuh tambah darah, lebih bagus kalau minum air gula
cokelat.”
Setelah mendengar kata-kata Wira,
Lestari langsung malu. Dia memelototi Wira dan memarahinya, “Cih! Bajingan!”
Suryadi dan Hasan berdeham. Sementara
Danu, Doddy dan Sony hanya melongo.
Doddy bertanya lagi, “Kak Wira, dari
mana kamu tahu cara ini?”
“Memangnya masih perlu tanya?” Sony
berkata dengan yakin, “Wira pasti belajar dari buku!”
“Pintar!” Wira mengacungkan jempolnya
pada Sony. Tindakan Sony sudah menyelamatkan dirinya dari mengarang alasan.
“Dasar bodoh!” Lestari langsung
memutar matanya setelah melihat ekspresi bangga Sony.
Jika di buku tertulis cara memurnikan
gula putih, gula putih pasti sudah dijual di pasaran. Mana mungkin harus
menunggu hingga Wira yang memurnikannya.
“Wira!” Suryadi langsung bertanya ke
intinya, “Kamu berencana mau jual berapa gula putihnya?”
Doddy mengelus kepalanya sambil
berkata, “Kalau harga gula cokelat sudah 300 gabak, gula putih yang lebih manis
daripada gula cokelat paling nggak harus dijual 400 gabak, ‘kan?”
Danu juga mengangguk. Penjualan gula
putih dengan harga 400 gabak per setengah kilo sudah sangat menguntungkan.
“Empat ratus gabak terlalu murah!”
Sony melambaikan tangannya dan langsung melontarkan harga tinggi, “Menurutku,
paling nggak harus jual 600 gabak. Harganya harus lebih tinggi dua kali lipat
dari harga gula cokelat!”
Suryadi dan Hasan menggeleng pada
saat bersamaan, “Gula putih jauh lebih manis daripada gula cokelat. Aku rasa
600 gabak masih terlalu murah. Seharusnya jual 800 gabak per setengah kilo!”
Di antara mereka, Lestari yang paling
berani. “Aku rasa 800 gabak masih kemurahan. Gula putih tidak bisa dijual untuk
orang biasa, tapi untuk orang kaya. Menurutku langsung jual 1.000 gabak per
setengah kilo! Kak Wira, gimana menurutmu?”
“Setengah kilo dijual 1.000 gabak?”
Semua orang langsung merinding.
“Kita makan dulu deh!” Wira tidak
menjawab.
Jika Lestari juga hanya berani
menjual 1.000 gabak per setengah kilo, itu menandakan bahwa orang-orang ini
masih terlalu sederhana.
Makan siang mereka hari ini sangat
mewah. Ada serabi, ikan rebus tahu, daging rebus wortel, telur goreng dan tumis
kol bawang putih. Suryadi juga mengeluarkan sebotol arak buah.
Danu, Doddy dan Sony langsung
kegirangan. Sejak kecil, mereka belum pernah makan begitu banyak lauk ataupun
minum arak.
Wira hanya menyesap sedikit arak buah
itu dan tidak menyentuhnya lagi. Rasanya terlalu pahit.
Arak buah ini mengandung terlalu
banyak tanin yang harus diuraikan dengan gliserin. Jika tidak, arak buah ini
akan berdampak buruk bagi tubuh setelah dikonsumsi terlalu banyak.
Namun, orang-orang di era ini tidak
mengetahuinya. Bagi mereka, yang penting ada alkohol yang bisa diminum.
Selesai makan, Wira mengajarkan
poin-poin penting dalam pemurnian gula putih. Dari besarnya api yang digunakan
untuk merebus gula, perbandingan air dan lumpur kuning sampai waktu yang tepat
untuk menuangkannya ke dalam corong.
Setelah kelima orang itu bisa
melakukan seluruh prosesnya sekali tanpa kesalahan, Wira baru pergi mandi dan
mengganti bajunya.
Dia memakai jubah sutra yang dibeli
tadi, di bagian pinggangnya tergantung tas wewangian dan giok putih. Dia juga
memegang sebuah kipas kertas. Penampilannya itu membuatnya terlihat sangat
mirip dengan putra dari keluarga kaya.
Setelah melihat penampilan Wira,
Lestari pun tercengang. Dia langsung tersipu dan memalingkan muka. Kemudian,
dia berkata, “Bukannya cuman mau jual gula? Buat apa kamu berpakaian begitu
bagus? Memangnya bakal ada yang beli jualanmu?”
“Kalau aku berpakaian kayak rakyat
biasa, biarpun kita menjual gula putihnya ke toko gula, mereka juga bakal
berusaha keras untuk turunin harganya.” Wira menoleh ke arah Lestari, lalu
lanjut berkata, “Kamu bantu aku dulu dengan pura-pura jadi pembantuku!”
“Jadi pembantumu?!” Setelah mendengar
kata-kata Wira, Lestari langsung berkacak pinggang. “Wira, kamu jangan dikasih
hati minta jantung!”
Wira berkata sambil mengangkat
alisnya, “Gimana kalau imbalannya gelang giok, sepasang anting perak dan satu
jepit rambut perak?”
“Sepakat!” Lestari langsung berlari
ke kamarnya untuk mengganti pakaian.
Wira berteriak lagi, “Danu, Sony,
cuci muka kalian dulu. Habis itu, pakai ini!”
Danu dan Sony buru-buru menghampiri
Wira, lalu mengganti pakaian mereka yang sudah bau amis ikan dengan pakaian dan
sepatu baru.
Doddy sangat iri setelah melihatnya.
Dari kecil sampai besar, dia selalu memakai pakaian yang lusuh. Dia belum
pernah sekali pun memakai pakaian sebagus yang dipakai Danu dan Sony sekarang.
Sony yang baru pertama kali memakai
pakaian sebagus itu juga sangat senang. Dia pun mulai berjalan dengan penuh
percaya diri. Sementara Danu juga terlihat bergaya.
Tidak lama kemudian, Lestari juga
sudah selesai mengganti pakaiannya. Dia berdandan tipis dan memakai sedikit
perhiasan.
Setelah melihat penampilan Lestari,
Wira merasa kecantikan Lestari sudah hampir mengimbangi kecantikan Wulan.
Danu, Doddy dan Sony juga terpesona
setelah melihat penampilan Lestari.
“Ayo kumpul dulu. Aku mau kasih tahu
dulu apa yang harus kita lakukan nanti!”
Saat Wira menjelaskan rencananya,
Danu, Sony dan Lestari pun melontarkan pertanyaan sesekali.
Tidak lama kemudian, Suryadi, Hasan
dan Doddy sudah selesai memurnikan semua gula mentah.
Gula mentah sebanyak 25 kilo
menghasilkan sekitar 12,5 kilogram gula putih, 7,5 kilogram gula cokelat dan 5
kilogram ampas gula.
Kedua kotak cendana yang mereka beli
sebelumnya digunakan untuk mengisi 10 kilogram gula putih yang akan dijual di
Pasar Timur.
Satu setengah kilogram gula putih dan
dua setengah kilogram gula cokelat diberikan kepada Suryadi. Sisanya akan Wira
bawa pulang ke dusun.
Ketujuh orang itu dibagi menjadi dua
kelompok untuk pergi ke Pasar Timur.
Pasar Timur sangat besar. Selain
menjual ikan, daging, sayuran, hasil pertanian dan minyak, ada juga toko yang
menjual makanan kering, makanan laut serta makanan manis.
Wira memberikan 10 ribu gabak kepada
Suryadi, lalu menyuruhnya membawa Hasan dan Doddy pergi membeli barang yang
diperlukan.
Setelah menyewa sebuah kereta kuda,
Wira dan Lestari duduk di dalam kereta. Danu mengendarai kereta, sedangkan Sony
berjalan mengikuti kereta di samping. Mereka semua sangat gugup tetapi juga
bersemangat.
Mereka mengendarai kereta kuda itu ke
Toko Gula Keluarga Sutedja. Ini adalah toko milik keluarga Sutedja yang
merupakan keluarga berkuasa di Kabupaten Uswal.
No comments: