Bab 12
Kusir mengeluarkan sebuah balok
penumpu dan menyuruh Lestari turun terlebih dahulu. Kemudian, dia baru memapah
Wira untuk turun dari kereta. Danu dan Sony mengeluarkan dua kotak cendana dari
dalam kereta.
Saat melihat keempat orang itu
memasuki toko, pegawai toko pun menyambut mereka dengan ramah, “Tuan, apa yang
bisa aku bantu?”
Setelah melihat reaksi pegawai toko,
Danu dan Sony langsung mengerti maksud Wira menyuruh mereka berganti pakaian.
Tadi pagi saat mereka berempat mau
membeli barang, mereka bahkan sudah diusir terlebih dahulu sebelum mengatakan
apa-apa. Sekarang, setelah melihat pakaian mereka, pegawai toko malah langsung
bersikap sangat ramah.
Wira berkata dengan penuh percaya
diri, “Aku datang untuk cari pemilik toko, suruh dia keluar!”
“Namaku Hendra Sutedja. Siapa namamu?
Untuk apa kamu kemari?”
Hendra Sutedja, tuan ketiga keluarga
Sutedja yang gemuk itu berjalan turun dari lantai dua. Dia mengamati Wira
terlebih dahulu, lalu melirik Lestari, Danu dan Sony. Kemudian, seulas senyum
ramah muncul di wajahnya.
Setelah melihat pakaian mereka yang
bagus, Hendra langsung merasa Wira berasal dari keluarga yang sekaya keluarga
Sutedja.
“Namaku Wira. Pak Hendra,
dengar-dengar kamu itu pedagang makanan manis yang paling berpengalaman di
Kabupaten Uswal. Aku punya sedikit barang langka. Entah kamu pernah lihat apa
nggak.”
Sebelum menunggu Hendra
mempersilakannya duduk, Wira sudah langsung duduk.
Sony menuruti perintah Wira untuk
meletakkan kotak cendana yang dia pegang di atas meja, lalu kembali ke
tempatnya.
Setelah itu, Lestari pun maju dan
membuka kotak cendana itu. Saat mengangkat sapu tangan yang menutupi kotak itu,
dia membatin, ‘Kak Wira ngapain sih? Kenapa nggak langsung suruh Sony buka? Lagian,
apa kegunaan sapu tangan ini.’
Saat Lestari melangkah ke samping,
Hendra yang melihat gula putih di dalam kotak itu langsung terkejut. Dia
buru-buru melangkah maju dan berseru, “Ke ... kenapa kamu bisa punya begitu
banyak lapisan gula?”
Pada saat merebus gula mentah,
kadang-kadang bisa terbentuk lapisan gula. Namun, jumlahnya hanya sedikit. Di
dalam kotak cendana yang sebesar ini, ada sekitar 4-5 kilogram lapisan gula.
Hendra sangat penasaran dari mana Wira mendapatkannya.
“Pak Hendra, itu bukan lapisan gula,
melainkan gula kristal dari Wilayah Barat!”
Wira memutar matanya, seolah-olah
sedang menghadapi orang desa, “Coba saja!”
Lestari membelalakkan matanya. Dia
sangat terkejut saat melihat Wira yang mampu berbohong dengan begitu baik. Siang
tadi, Wira baru memberi tahu mereka bahwa itu adalah gula putih. Sekarang, dia
malah memperkenalkannya sebagai gula kristal dari Wilayah Barat kepada Pak
Hendra.
Lestari merasa tindakan Wira sangat
mengesalkan dan sombong. Sementara Danu dan Sony tetap terlihat cemberut sesuai
perintah Wira.
“Gula kristal dari Wilayah Barat!”
Pak Hendra dengan hati-hati mengambil sedikit gula untuk mencicipinya. Setelah
itu, matanya langsung berbinar.
Gula ini jauh lebih manis daripada
gula cokelat dan juga terlihat jernih, memang cocok disebut sebagai ‘gula
kristal’.
Jika ada yang bisa memasok gula
kristal untuk Hendra, dia bisa menjadi pedagang gula terbesar di Provinsi
Jawali.
Meskipun sangat menginginkannya,
Hendra tetap berkata dengan tenang, “Apa kamu membawa gula kristal ini ke Toko
Gula Keluarga Sutedja supaya aku bisa membantumu menjualnya? Tapi ini masih
belum akhir tahun, bisnis gula masih belum begitu lancar.”
Dari pengalaman berdagangnya selama
ini, Hendra tahu bahwa dia tidak boleh bersikap terlalu antusias meskipun
sangat menginginkan sesuatu. Jika tidak, penjual akan menaikkan harganya.
Sebaiknya dia berpura-pura untuk tidak menginginkannya. Jadi, orang lain yang
akan memohon padanya. Dengan begitu, dia bisa mendapatkan keuntungan besar.
“Pak Hendra, bukan begitu. Aku cuman
datang buat tanya harga, lalu aku masih mau pergi tanya pada Pak Saul. Habis
pulang ke kota pusat pemerintahan, aku baru bakal buat keputusan!”
Wira membuka kipasnya, lalu bangkit.
“Kalau Pak Hendra nggak mau, aku pamit dulu! Ayo, kita pergi ke Toko Gula
Keluarga Wibowo!”
Saat melihat sandiwara Wira, Lestari
pun tersenyum kecil. Dia merasa akting Wira sangat bagus. Jelas-jelas dia
berasal dari Dusun Darmadi, tetapi malah mengatakan bahwa dirinya berasal dari
kota pusat pemerintahan.
Lagi pula, sekarang dia punya utang
40 ribu gabak dan harus segera menjual gula agar bisa bayar utang. Namun, dia
malah bertindak seolah-olah tidak mau menjualnya. Sementara Hendra, dia
jelas-jelas sangat menginginkan gula ini, tetapi malah berpura-pura tidak
menginginkannya.
Mereka berdua sama liciknya!
Setelah mendengar ucapan Wira, Sony
buru-buru maju dan menutup kotak cendana. Kemudian, dia mengangkat kotak itu
dan bersiap-siap untuk pergi.
Sebelum datang, Wira sudah berpesan
kepada mereka untuk langsung mengikuti apa pun perintahnya.
“Haish, Wira, aku toh nggak bilang
nggak mau!” Hendra langsung menahan Wira dan berkata, “Aku bakal beli gula
kristal ini 1.000 gabak per setengah kilo.”
Keluarga Wibowo juga menjual gula.
Jika mereka mendapatkan gula kristal ini, bisnis mereka pasti menjadi jauh
lebih baik daripada bisnis keluarga Sutedja.
Setelah mendengar ucapan Hendra,
Lestari mendengus dalam hati. Tadi, dia yang mengestimasikan harga itu.
Ternyata gula ini memang bisa terjual dengan harga setinggi itu!
“Seribu gabak?” Wira melirik Hendra
dengan tatapan merendahkan, lalu berkata dengan cemberut, “Minggir!”
“Wira, aku salah! Gimana kalau 1.500
gabak? Nggak ... Gimana kalau ... 2.500 gabak?”
Hendra tersenyum sambil menaikkan
harga. Saat melihat Wira masih tidak memedulikannya dan hendak pergi, dia pun
berseru, “Baik, Wira. Aku nggak bakal dapat keuntungan. Anggap saja kita
berteman, aku kasih 3.000 gabak per setengah kilo.”
Lestari memandang kejadian ini dengan
gugup. Dia berharap Wira langsung setuju karena 3.000 gabak sudah lebih tinggi
tiga kali lipat dari perkiraannya.
Danu dan Sony juga sedikit lemas
setelah mendengar harganya.
Meskipun penduduk desa bercocok tanam
dengan susah payah selama setahun, mereka juga tidak mungkin bisa menghasilkan
3.000 gabak. Namun, gula putih yang dihasilkan Wira ini malah bisa dijual 3.000
gabak per setengah kilogram.
“Aku nggak layak berteman sama Pak
Hendra. Aku pamit dulu!” Wira tersenyum dingin, lalu lanjut berjalan keluar.
“Wira, gimanapun juga, ini cuman
makanan. Harga 3.000 gabak sudah sangat tinggi! Baiklah, aku nggak masalah rugi
dikit. Gimana kalau 4.000 gabak?”
Hendra menaikkan harga lagi. Namun,
saat melihat Wira yang tetap tidak menghiraukannya, dia pun berkata dengan
kesal, “Wira, gimana kalau 5.000 gabak? Ini harga tertinggi yang bisa kukasih.
Kalau kamu masih nggak setuju, pergi saja ke Toko Gula Keluarga Wibowo. Lihat
berapa harga yang bisa mereka kasih!”
Lestari, Danu dan Sony sudah
tercengang. Kali ini, Wira juga menghentikan langkahnya.
Hendra mengira Wira sudah setuju. Dia
pun mengeluh, “Wira, meski gula kristal memang langka, gimanapun juga itu cuman
makanan. Harga 5.000 gabak sudah sangat tinggi.”
Namun, Wira malah mencibir, “Pak
Hendra, kukira kamu itu pedagang paling berwawasan di Kabupaten Uswal. Tapi
setelah dengar kata-katamu itu, sepertinya aku sudah salah!”
Hendra menghela napas, “Wira, aku
tahu kamu masih pengin harga yang lebih tinggi. Tapi gimanapun juga, itu cuman
gula. Memangnya bisa dijual seberapa mahal? Bahkan pemimpin kabupaten juga
belum tentu sanggup makan gula yang harganya 5.000 gabak per setengah kilo!”
Lestari menatap Wira dengan cemas.
Dia benar-benar ingin mewakili Wira untuk setuju.
Namun, Wira mencibir lagi, “Pak
Hendra, siapa yang bilang kalau gula kristal ini untuk dimakan?”
Hendra pun kebingungan, “Wira,
memangnya gula bisa digunakan untuk apa lagi selain dimakan?”
Lestari, Danu dan Sony juga terkejut
dan mempunyai pertanyaan yang sama.
Wira berkata sambil tersenyum sinis,
“Ini adalah pertama kalinya gula kristal muncul di Kerajaan Nuala, entah kapan
baru bakal muncul lagi. Gula kristalnya cuman begitu sedikit, memangnya
pemimpin kabupaten masih bisa mendapatkannya? Pejabat kelas rendah yang dapat
gula kristal ini mana mungkin memakannya. Nggak peduli siapa pun yang
mendapatkannya, mereka bakal menghadiahkannya untuk atasan mereka. Orang yang
menerima hadiah ini bakal mengingat orang yang menghadiahkannya. Sebab, ini
adalah barang langka yang belum ada sebelumnya. Aku sudah begitu terus terang,
apa Pak Hendra masih mau pura-pura bodoh?”
Wira tidak percaya pedagang
berpengalaman ini tidak mengetahui seberapa berharganya barang langka seperti
gula putih.
Setelah maksud hatinya dibongkar
Wira, Hendra pun berkata sambil tersenyum, “Aku benar-benar nggak pura-pura
bodoh. Tapi, aku benar-benar nggak tahu cara jualnya tadi. Berhubung kamu sudah
menjelaskannya, aku sudah tersadar. Aku nggak buka harga lagi deh. Kamu saja
yang bilang mau jual berapa!”
Wira langsung berkata dengan lugas,
“Setengah kilo 30 ribu gabak!”
Lestari, Sony dan Danu langsung
tercengang.
“Sepakat!” Hendra menyetujuinya tanpa
ragu. Kemudian, dia langsung pergi mengambil uangnya.
Setelah Hendra pergi, Wira pun
menghela napas. “Haish, harga yang kubuka masih terlalu rendah!”
Setelah mendengar ucapan Wira,
Lestari sangat ingin langsung memaki kakak sepupunya itu. Jelas-jelas Wira
sudah untung banyak, tetapi dia masih mengeluh.
Tidak lama kemudian, Hendra turun
dengan membawa sebuah kotak kecil. Kotak itu berisi batang emas dan perak yang
totalnya 600 ribu gabak.
Begitu melihat uang itu, Lestari
langsung melongo, sedangkan Sony langsung lemas dan Danu menahan napasnya.
Sony dan Danu belum pernah melihat
koin emas dan perak. Biasanya mereka hanya menggunakan koin perunggu.
Begitu melihat reaksi ketiga orang
itu, Hendra langsung menoleh ke arah Wira.
Wajar saja kalau para pelayan tidak
pernah melihat uang sebanyak ini. Namun, akan aneh apabila tuan mereka juga
mempunyai reaksi yang sama.
No comments: