Bab 19
Setelah Budi pergi, sebagian besar
warga dusun langsung berhamburan masuk ke rumah Wira hingga halamannya penuh.
Selama ini, warga dusun sudah sering
ditindas, diancam, dan bahkan dipukul Budi karena masalah pajak serta kerja
rodi.
Namun, tidak ada seorang pun yang
berani memukul Budi hingga dia berteriak minta ampun seperti Wira.
Warga dusun pun menatap Wira dengan
hormat.
Saat melihat wibawa Wira menjadi
makin besar di hati warga dusun, Agus pun berkata, “Wira, kamu memang sudah
mengalahkan Pak Budi hari ini. Tapi, apa kamu pernah mikir? Dia itu orang
pemerintah, memangnya dia bakal mengampunimu?”
Semua warga dusun pun terlihat takut.
Jangankan memukul orang pemerintah
seperti Budi, orang yang tidak membayar pajak saja sudah bisa dijebloskan ke
penjara pengadilan daerah atau dipaksa kerja rodi.
Setelah diperlakukan begini oleh
Wira, Budi tidak mungkin mengampuninya.
“Kalian nggak perlu khawatir!”
Wira menyuruh Doddy mengambilkannya sebuah
bangku. Kemudian, dia berdiri di atasnya dan berbicara sambil menatap ke
sekeliling, “Pak Budi itu cuman kepala desa yang berkuasa di desa. Tapi, apa
kalian tahu tingkatannya di kabupaten?”
Para warga dusun menggeleng.
Wira menjelaskan, “Ada seorang patih
di pengadilan daerah, sedangkan di kabupaten besar, ada wakil patih. Di
kabupaten kecil kita ini cuman ada pejabat sipil dan jenderal militer. Mereka
semua adalah pejabat besar, tapi sisanya adalah pejabat kecil. Sebenarnya,
kepala desa bahkan nggak termasuk pejabat kecil. Mereka nggak punya status apa
pun di pengadilan daerah. Lagian, mereka juga belum tentu pernah ketemu sama
patih seumur hidup mereka.”
Penduduk desa pun tercengang.
Biasanya, Budi selalu menggertak
mereka dengan nama pemimpin kabupaten. Budi juga selalu mengatakan bahwa dia
bisa dengan mudah mengirim penduduk desa ke militer.
Namun, dia ternyata tidak termasuk
pejabat di pengadilan daerah. Dia bahkan tidak pernah bertemu dengan pemimpin
kabupaten.
Selama ini, Budi ternyata hanya
berlagak hebat!
Setelah mendengar penjelasan Wira,
Agus langsung merasa malu.
Awalnya, dia mengira Budi bersikap
begitu arogan pasti karena memiliki pendukung di pengadilan daerah.
“Jadi kalau benar-benar ke pengadilan
daerah, Budi sama sekali nggak lebih hebat dariku kok!” Wira lanjut bertanya,
“Kalian tahu apa yang diperlukan kalau mau mengadu ke pengadilan daerah?”
Semua warga dusun menjadi
bersemangat.
Rakyat jelata rata-rata takut akan
segala sesuatu yang berhubungan dengan pemerintah. Mereka pada dasarnya selalu
berusaha untuk menghindar dari orang pemerintah. Jadi, mereka tidak begitu
mengerti tentang sistem pemerintahan.
“Apa lagi selain uang! Pemerintah
lebih mementingkan harta daripada nyawa rakyat jelata!”
Seorang warga dusun yang berpengalaman
pun mengeluh dengan kesal.
“Benar! Hanya ada dua macam pihak
berwajib, yang adil atau yang mata duitan.” Wira berkata dengan lantang, “Kalau
pemimpin kabupaten adil, Budi nggak mungkin berani pergi ke pengadilan daerah.
Dengan perbuatan kejinya hari ini, pergi ke pengadilan daerah sama saja dengan
mengantar maut!”
Para warga dusun mengangguk.
Meskipun ada banyak orang yang tidak
masuk ke rumah Wira, mereka juga bisa mendengar apa yang diucapkannya dari
luar.
“Kalau pemimpin kabupaten itu mata duitan,”
lanjut Wira. “Bukannya aku memandang rendah Budi, tapi dia nggak mungkin
mengeluarkan lebih dari 10 ribu gabak. Nggak peduli berapa banyak uang yang
bakal dia habiskan, aku bakal langsung keluarin ratusan ribu gabak!”
Setelah mendengar ucapan Wira, semua
warga dusun langsung tersentak.
Uang sebesar 100 ribu gabak sudah
bisa membeli sekitar 2 hektar tanah. Budi yang begitu pelit pasti tidak rela
mengeluarkan uang sebesar itu.
Namun, Wira rela.
Dia memang benar-benar pemboros.
Bahkan berjudi saja bisa kalah sampai puluhan ribu gabak. Jadi, dia pasti rela
mengeluarkan lebih banyak uang untuk memenangkan gugatan.
Agus juga tersentak.
Bahkan sebelum gugatan dimulai, Wira
sudah bersiap-siap untuk menghabiskan ratusan ribu gabak. Dia memang benar-benar
boros.
“Intinya, kalau dia berani pergi ke
pengadilan daerah, dia juga nggak bisa apa-apa. Kita pasti menang!”
Wira terlihat sangat percaya diri,
seolah-olah masalahnya sudah terselesaikan.
Semua warga dusun pun menjadi lega.
Setelah mendengar ucapan Wira, mereka
tahu bahwa Budi tidak mungkin menang baik dengan cara adil maupun dengan cara
menyogok.
Sekarang, warga dusun pun merasa
Budi, si tiran lokal itu sudah tidak sehebat dulu.
Agus mengerutkan keningnya dan
berkata dalam hati, ‘Sejak kapan bocah ini jadi begitu hebat? Baru bicara
beberapa patah kata saja sudah bisa membodohi semua orang.’
Wira berkata lagi, “Hari ini, kalian
semua sudah membantu keluargaku yang mendapat masalah. Aku sangat berterima
kasih pada kalian.”
Herman, Sofyan, dan belasan orang
lainnya pun terlihat bangga. Sementara warga dusun lainnya yang tidak berani
masuk ke rumah Wira malah terlihat malu.
“Untuk berterima kasih atas bantuan
kalian dan juga agar semua orang bisa hidup lebih baik, aku putuskan untuk
membentuk tim penangkap ikan. Pilihlah satu orang dari setiap keluarga untuk
berpartisipasi. Paman Hasan jadi ketuanya, sedangkan Sony, Danu, dan Doddy jadi
wakil ketua,” ujar Wira.
Hasan terlihat tenang. Sementara Sony
membusungkan dadanya dan mengaitkan tangannya di punggung. Dia sudah
menunjukkan sikap seperti wakil ketua.
Danu mengangguk pada semua orang yang
terlihat iri, sedangkan Doddy hanya meringis pada semuanya.
Semua warga dusun sangat antusias.
Dalam dua hari ini, mereka sudah
memikirkan cara untuk bisa bergabung dengan tim penangkap ikan Wira.
Wira berkata, “Sekarang, mari kita
bicarakan soal upahnya. Tiap bulan, Paman Hasan dapat 4.000 gabak. Sementara
Danu, Doddy, dan Sony dapat 3.000 gabak. Para kerabat yang membela Wulan sore
tadi dapat 2.000 gabak, sisanya dapat 1.000 gabak. Di akhir bulan, aku bakal
menilai kinerja kalian. Setelah dikurangi dengan pengeluaran, 30% pendapatan
penjualan akan kujadikan bonus. Orang yang kinerjanya makin bagus bakal dapat
bonus makin banyak.”
Hasan, Danu, Doddy, dan Sony langsung
tercengang setelah mendengar ucapan Wira.
Wira hanya menggunakan posisi ketua
dan wakil ketua sebagai alasan untuk membedakan tingkatan gaji mereka.
Herman, Hamid, Sofyan, Said, Surya,
dan Danur yang datang membantu Wulan pun langsung bersemangat.
Dalam sebulan, mereka sudah bisa
menghasilkan 2.000 gabak. Dengan begitu, mereka sudah bisa menghasilkan 24 ribu
gabak dalam setahun. Itu masih belum termasuk bonus!
No comments: