Bab 21
Wulan berbisik,
“Apa mungkin itu orang dari
pengadilan daerah?”
Wira menggeleng.
“Waktu Budi pergi, gerbang kota sudah
tutup. Dia nggak mungkin bisa pergi ke pengadilan daerah. Lagian, kalau itu
memang orang pengadilan daerah, mereka pasti langsung mendobrak pintu. Ini
perampok, tapi aku nggak tahu ada berapa orang. Kamu sembunyi saja di bawah
ranjang!”
Wulan menggeleng.
“Walau aku itu perempuan, aku tetap
bisa bantu kamu. Nggak ada yang bisa tahan kalau kepalanya dihantam.”
“Oke. Jangan pakai sepatu. Begitu
pintunya terbuka, kita langsung hantam kepala mereka!” bisik Wira.
Mereka berdua tidak menghidupkan
lampu. Setelah mengeluarkan parang dan tongkat kayu, mereka pun berjalan ke
aula utama tanpa alas kaki.
Dengan cahaya bulan dan bintang yang
masuk melalui celah pintu, mereka bisa samar-samar melihat ujung pisau yang
digunakan perampok untuk membuka gerendel pintu mereka.
Ckit, ckit ....
Gerendel pintu mereka perlahan-lahan
terbuka.
Wira dan Wulan pun menjadi tegang.
Wira ingin langsung mengunci kembali
gerendel, lalu berteriak untuk menakut-nakuti perampoknya.
Namun, pintu mereka kurang kokoh.
Apabila perampoknya bernyali dan
tidak kabur, pintu mereka pasti terbuka begitu didobrak beberapa kali.
Pada saat itu, mereka pasti akan
masuk dengan mempersiapkan diri.
Dengan begitu, Wira dan Wulan tidak
mungkin bisa mengalahkan mereka lagi.
Jika bisa mengejutkan mereka, Wira
dan Wulan paling tidak bisa menjatuhkan dua orang. Asalkan jumlah orangnya
tidak banyak, yang lainya mungkin akan langsung kabur.
Jika mereka tidak kabur, Wira dan
Wulan juga bisa bertarung melawan mereka.
Klontang!
Gerendel pintu sudah terbuka. Wira
dan Wulan pun mengangkat parang dan tongkat kayu masing-masing.
Krek....
Pintu terbuka sedikit demi sedikit.
"Ah!"
Tiba-tiba, ada orang yang berteriak
kesakitan di luar pintu.
Kemudian, ada seseorang yang jatuh ke
lantai.
Setelah itu, terdengar suara Doddy berteriak,
"Perampok dari mana yang berani
menargeti Kak Wira! Selama ada aku, Zabran Darmadi dari Dusun Darmadi, jangan
harap kalian bisa berhasil! Kalian boleh langsung serang bersama!"
"Doddy!"
Setelah mendengar suara Doddy, Wira
langsung tenang. Dia menghibur Wulan,
"Kita sudah nggak perlu takut
lagi!"
Wulan juga menarik napas lega.
Semalam, dia sudah melihat Doddy yang
bisa menghadapi empat orang sendirian.
"Hei, jangan terlalu
sombong!" teriak seseorang di luar pintu.
Kemudian, terdengar suara perkelahian
yang tidak berhenti dari luar pintu.
Tidak lama setelahnya, seseorang
berteriak,
"Dia sangat kuat! Cepat bawa
adik ketiga pergi!"
Beberapa saat kemudian, Doddy
berteriak lagi,
"Woi! Kalian bertiga mau kabur
ke mana!"
"Doddy!"
Wira langsung membuka pintu dan
berteriak,
"Jangan kejar lagi! Hari sudah
gelap, aku takut ada jebakan!"
Dengan kemampuan Doddy, dia memang
bisa mengalahkan tiga orang biasa dengan gampang.
Namun, lawan juga jago berkelahi dan
bersenjatakan pisau. Mereka sangat berbahaya.Di bawah cahaya rembulan, Doddy
pun mengelus kepalanya dan berkata dengan malu,
"Kak Wira, maaf sudah membangunkanmu!"
Wira langsung bertanya dengan
prihatin,
"Aku sudah bangun dari tadi.
Kamu nggak terluka, 'kan?"
"Nggak. Mereka memang cukup
hebat, tapi masih belum bisa melukaiku!"
Doddy berkata dengan marah,
"Kalau bukan karena mereka punya
pisau, aku pasti nggak biarkan mereka kabur."
"Tapi meski mereka punya pisau,
mereka juga nggak bisa apa-apa. Salah satu dari mereka langsung muntah darah
begitu kena tinjuku. Terus, aku juga mencakar bahu orang yang lainnya hingga
sepotong bajunya juga langsung koyak. Kalau yang satunya lagi, keterampilannya
lebih tinggi dan dia juga pegang pisau. Kaburnya juga lebih cepat!"
Wira menerima sepotong serpihan kain
dari Doddy, lalu melihatnya sebentar sebelum menyimpannya.
Kemudian, dia bertanya dengan heran,
"Kenapa kamu tahu ada perampok
yang datang ke rumahku?"
Doddy pun menjelaskan,
"Semalam,kamu sudah menunjukkan
kekayaanmu. Ayah bilang mungkin bakal ada orang yang cemburu dan datang
merampok. Jadi, dia menyuruhku dan Kak Danu bergantian berjaga di sini!"
"Makasih, ya!"
Hati Wira terasa hangat setelah
mendengar penjelasanDoddy.
Paman Hasan bukanlah orang yang
pintar berkata-kata, dia lebih suka menunjukkan perhatiannya lewat tindakan.
"Kak Wira, untuk apa kamu
berterima kasih! Seharusnya kami yang berterima kasih padamu!"
Doddy berkata dengan mata memerah,
"Semalam, waktu Ayah pulang
membawa begitu banyak uang perak dan bilang bisa menghasilkan 10 ribu gabak per
bulan ke depannya, Ibu langsung nangis. Dia juga bilang mau datang bersujud
padamu!"
Wira berkata sambil tersenyum,
"Kita toh kerabat, untuk apa
begitu sungkan? Ayo cepat masuk! Di luar dingin."
Doddy menggeleng dan menjawab,
"Nggak perlu. Aku bisa berlatih
di luar!" Wira pun penasaran. "Berlatih apa?"
"Wing Chun!"
No comments: