Bab 29
Di Dusun Silali, di sebuah rumah
bata. Rumah itu adalah kediaman Budi.
Tampak Budi yang sedang duduk di
kursi malas dengan handuk hangat menutupi wajahnya. Wajahnya bengkak karena
dipukuli oleh Wira kemarin. Namun, bengkak di wajahnya hari ini makin parah.
Dia pun menggertakkan giginya dan berkata,
"Apa ada pencuri yang pergi ke
kediaman Wira tadi malam?"
Seorang pelayan berkata,
"Ya. Ada pencuri yang merampok
50000 gabak milik Sony dan bajingan itu menangis sepanjang pagi."
Budi tercengang. Dia berseru,
"Apa anak nggak berguna itu
gila? Dia benar-benar memberi pengangguran itu 50000 gabak?"
Pelayan itu mengangguk sembari
membatin, orang itu nggak gila, orang itu murah hati. Nggak seperti kamu yang
pelit sekali. Aku sudah bekerja keras selama setahun. Tapi, beberapa gabak pun
nggak dapat.
Budi menggertakkan giginya, lalu
berujar,
"Bagaimana dengan anak nggak
berguna itu? Gavin bersaudara sudah pergi ke rumahnya, apa mereka menikamnya?
Atau mungkin membunuhnya?"
Pelayan yang mendengar ini menggeleng
seraya menjawab,'
"Nggak,"
"Gavin bersaudara gagal.
Dengar-dengar mereka dipukul habis-habisan oleh Doddy."
"Doddy bisa mengalahkan mereka
bertiga?" Budi terperanjat.
Dia menjadi geram dan berkata,
"Sial.Anak nggak berguna ini
bernasib baik."
"Tuan Budi, gawat!"
Tiba-tiba, ada pelayan lain yang
berteriak sambil berlari masuk. Dia berkata,
"Aku dapat kabar dari tempat Kak
Lianam dan Kak Liteja, mereka bilang Jamadi memimpin para pemanah dan
pasukannya untuk menangkap Lianam dan Liteja. Dia juga membawa Wira dan Doddy
untuk datang ke Dusun Silali."
Budi langsung bangkit berdiri dari
kursi malasnya. Dia berteriak,
"Apa?Jamadi sialan! Beraninya
dia datang menangkap Lianam dan Liteja. Apa dia nggak tahu aku ini siapa? Sial!
Jamadi pasti sudah disogok oleh Wira si sampah itu. Sekarang, dia datang untuk
menangkap Lianam dan Liteja.Ingin melibatkan dirinya? Lihat saja nanti, aku
akan memberinya pelajaran yang berat!"
Pelayan pun bertanya dengan cemas,
"Bagaimana ini?"
Budi yang tampak galak itu berkata,
"Rencanaku gagal dan aku sendiri
yang kena batunya. Panggil semua pria di desa untuk menghadapi mereka semua.
Bunuh Jamadi dengan kejam, lalu tangkap Wira si anak nggak berguna itu dan
pukul dia sampai mati!
Dum, dum, dum!
Suara gong dan gendang terdengar.
Kemudian, semua pria di Desa Silali
berkumpul.
Dusun Silali ini tidak kecil,
populasinya mencapai 400 orang. Disana, ada lebih dari 100 pemuda.Di sisi lain,
Wira berjanji bahwa dirinya akan memberikan 2.000 gabak sebagai imbalan
menangkap Budi.
Jadi, Jamadi langsung menyatakan
bahwa dirinya adalah orang yang adil dan berintegritas, juga akan mengambil
risiko untuk menangkap orang-orang yang membahayakan masyarakat.
Sekumpulan orang pun mendatangi
kediaman Budi.Lianam dan Liteja bisa ditangkap dengan mudah. Kemarin, keduanya
dipukuli oleh Doddy dan membantu Budi mencuri uang. Setelah itu, mereka
mengantar surat ke Dusun Gabrata, lalu kembali ke kediaman Budi. Alhasil,
keduanya bolak-balik sejauh lima kilometer lebih. Lantaran kelelahan, keduanya
pun tidur-tiduran sepanjang siang.Ketika datang untuk menangkap
mereka, Jamadi langsung menodongkan
pisau lengkungnya ke leher keduanya. Alhasil, kedua orang itu sampai mengompol
saking takutnya. Mereka pun menjelaskan bahwa Budi yang telah menyuruh mereka
untuk merekrut pencuri. Selain itu, Budi juga menyuruh mereka berdua untuk
memberi tahu ke beberapa pencuri.
Mendengar ini, Jamadi segera mengutus
dua pasukannya untuk menemani Doddy dan Sony mengambil kembali uang yang
dicuri. Sementara sisanya menangkap Lianam dan Liteja. Setelah itu, mereka
langsung pergi ke Dusun Silali untuk menangkap Budi.
Jarak dari tempat Lianam dan Liteja
ke Dusun Silali tidak terlalu jauh,jaraknya kurang dari satu kilometer.
Namun, mereka yang baru masuk ke Desa
Silali mendengar suara gong dan genderang.
"Gawat!"
Ekspresi Jamadi berubah.Dia berkata,
"Ada orang yang datang lebih
awal dari kita dan sudah memberi tahu Budi si bajingan itu!Begitu penduduk desa
berkumpul, kita mungkin akan sulit menangkapnya."
Wira memicingkan matanya, lalu
bertanya,
"Berapa banyak manfaat yang
sudah dia berikan ke warga desa?Akankah warga desa bersedia mati
untuknya?"
Jamadi menggeleng, lalu berujar,
"Wira, kamu lahir di keluarga
yang berkecukupan. Kamu enggak mengerti penderitaan warga desa. Ada kalanya
warga desa menjual nyawa mereka demi uang."
Mendengar penjelasan Jamadi, Gandi
yang ditangkap itu langsung tampak sedih. Ketika ibunya sakit parah,mereka
bertiga bersedia menjual nyawa ke siapa pun yang memberi mereka uang. Kehidupan
manusia benar-benar tidak berharga dibuatnya.Danu, Doddy, dan Sony juga
menundukkan kepala tanpa mengatakan apa-apa. Nyawa orang miskin memang tidak
berharga. Ada banyak orang yang menjual dirinya untuk dijadikan budak, tetapi
uang yang mereka dapatkan pun tidak sampai 5000 gabak. Sementara itu,Wira
memberikan 50000 gabak dan belum menyuruh Sony melakukan apa pun.
Mengatakannya ke orang lain pun tidak
akan ada yang percaya.
Wira mengangkat alisnya. Dia
bertanya, "Kalau begitu, apa dia rela memberi seluruh desa 1.000
gabak?"
"Benar juga. Ayo!" sahut
Jamadi sembari menggertakkan gigi, lalu melambaikan tangannya.
Kedua rombongan itu pun bertemu di
depan gerbang desa.Di pihak Wira, ada Jamadi, empat pemanah, enam pasukan,
Danu,Gandi, Lianam, dan Liteja.
Jumlah mereka ada 16 orang, di mana 3
orangnya merupakan tahanan.
Sementara di Budi, dia memimpin lebih
dari 100 orang. Orang-orang itu membawa tongkat, garpu tanah, garu,tombak, dan
pisau besar. Mereka semua tampak sangat ganas!
Budi pun berteriak,
"Jamadi, dasar sialan. Kita
sama-sama pejabat daerah, kenapa kamu malah membantu orang luar untuk berurusan
denganku? Katakan! Berapa banyak uang yang sudah orang ini berikan
padamu!"
"Budi, jangan sembarang menuduh.
Aku, Jamadi, menegakkan hukum tanpa
berpihak dan nggak pernahmenerima suap."
Setelah itu, dia memberi isyarat
kepada pemanahnya. Keempat pemanah pun menarik busur mereka.
Kemudian, Jamadi yang tak menunjukkan
kelemahan sedikit pun berkata,
"Sebaliknya, kamu sebagai kepala
desa malah menyuruh pencuri untuk membobol rumah orang dan mencuri. Kamu adalah
narapidana yang patut diasingkan!"
"Omong kosong! Mana mungkin aku
bergaul dengan pencuri? Aku ini pejabat daerah!"Budi membantah dengan
tegas.
Dia menatap Lianam dan Liteja, lalu
berujar,
"Lianam, Liteja, apa Jamadi
menodongkan pisau di leher kalian dan memaksa kalian mengatakan sesuatu yang
nggak pernah kalian lakukan?"
Lianam dan Liteja buru-buru
mengangguk. Kepala desa telah membawa banyak orang. Jadi, nyali mereka telah
kembali.
Syut!
Pisau lengkung milik Jamadi terhunus dan
terarah ke leher keduanya.
Dia berkata,
"Sialan! Apa yang kalian katakan
barusan? Ulangi lagi. Kalau nggak, aku akan memenggal kepala kalian!"
"Benar! Tuan Budi yang menyuruh
kami untuk memberi tahu Gavin bersaudara!" seru keduanya.
Dengan adanya pedang yang ditodongkan
ke leher, nyali Lianam dan Liteja kembali menciut.Sorot mata Budi menjadi
muram. Dia berkata,
"Jamadi, kamu memaksa orang
untuk mengaku. Kamu sengaja berkolusi dengan anak nggak berguna ini untuk
merugikanku.Kamu berkomplot demi kepentingan sendiri!
Wira pun tersenyum merendahkan, lalu
berkata,
"Budi, masalah ini, kamu sendiri
tahu dengan jelas. Ayo, kita pergi ke pengadilan daerah untuk menemui pemimpin
kabupaten. Biar dia yang memutuskan."
"Ada banyak hal yang harus aku
urus.Aku nggak punya banyak waktu untuk pergi ke pengadilan daerah
bersamamu!" sahut Budi sambil tersenyum dingin.
Dia melihat Wira sambil menggertakkan
giginya dan berujar,
"Hei, anak nggak berguna. Kamu
sengaja membuat kegaduhan ini, 'kan?Teman-teman, tangkap bocah ini!"
Warga desa maju dengan perlahan.
Jamadi mengayunkan pedang lengkungnya
dan berkata,
"Siapa berani maju? Aku adalah
hakim daerah Pimola yang bertugas menangkap pencuri. Aku adalah pejabat. Apa
kalian mau menentang hukum raja?"
No comments: