nb: Novel ini juga dibeli dari Webfic dengan koin. Karena kelamaan nunggu novel Membakar Langit Menaklukkan Dunia yang hanya 8 bab perhari, sementara masa aktif koin ada, jadinya beli novel ini juga. Semoga berkenan membacanya. Ini gak ada novel sakti sakti nya.
Bab 1
"Nindi, kamu mau ngaku salah
atau nggak?"
Air menenggelamkan hidung dan mulut
Nindi, menyakitkan hingga tenggorokannya terasa seperti terbakar.
Dalam kegelapan yang menyelimuti
kesadarannya, dia membuka mata, mendapati kakak keduanya, Kak Nando, berdiri di
tepi kolam renang bersama kakak keempat, Kak Brando, sedang memeluk Sania.
Sepotong rasa bingung melintas di
matanya. ' Pemandangan ini... begitu familiar.'
'Bukankah aku sudah mati?'
Apakah ini artinya dia kembali ke
tiga tahun lalu, tepat di hari ketika Sania secara resmi diangkat menjadi anak
angkat keluarga Lesmana?'
Nindi mengingat pesta itu dengan
jelas. Sania sengaja menjebaknya, membuat semua orang percaya bahwa dia telah
mendorong Sania ke kolam renang.
Kak Brando adalah orang pertama yang
menemukan mereka. Namun, alih-alih menolong Nindi yang juga tidak bisa
berenang, Kak Brando hanya menyelamatkan Sania, meninggalkannya untuk berjuang
sendirian di air.
Lalu, Kak Nando berdiri di atas tepi
kolam, memaksanya untuk mengaku bersalah.
Memang tidak ada pilihan lain, kalau
tidak mengakuinya, dia tidak akan diselamatkan.
Dengan putus asa, Nindi akhirnya
menyerah, dia hanya bisa menangis, dan memohon.
Baru ketika dia berada di ambang
kematian, seseorang menariknya keluar.
Sejak saat itu, dia berhenti melawan
Sania. Dia jadi sangat hati-hati, mencoba menyenangkan hati saudara-saudaranya.
Namun, apa yang dia dapatkan di akhir?
Sania mencuri hasil skripsinya dan
Kak Nando justru membelanya, membuat Nindi dicap sebagai plagiator hingga dikeluarkan
dari kampus.
Ketika Sania butuh donor ginjal kakak
ketiganya, Kak Sean, sendiri yang mengantarnya ke ruang operasi untuk mengambil
ginjal Nindi.
Saat Sania memerlukan prestasi untuk
mendukung kariernya, Kak Brando, Kak Witan, dan Kak Leo menendang Nindi keluar
dari tim, tanpa ragu.
Ketika Nindi akhirnya menemukan bukti
plagiarisme Sania, lengkap dengan rekam medis palsunya, dia membawa bukti itu
ke kakak pertama, Kak Darren, berharap bisa membongkar kebohongan Sania.
Namun, yang terjadi dia justru
dianggap memfitnah, tidak ada yang memercayai perkataannya, bahkan tidak ada
yang melihat buktinya.
Akibatnya Kak Darren mengusirnya dari
rumah untuk merenungkan perbuatannya.
Hidupnya hancur, dia terdampar di
jalanan tanpa sepeser pun uang, menderita sampai akhirnya mati.
Kenangan itu membanjiri pikirannya.
Nindi berhenti melawan, tubuhnya tenggelam ke dasar kolam.
Matanya yang terbuka lebar tanpa
ekspresi, menatap kosong ke langit:
Dia melihat kakaknya yang
mengelilingi Sania di tepian kolam, dan bahkan setelah melihat semua ini untuk
kedua kalinya, rasa sakit di hatinya masih menusuk.
Betapa menyedihkan.
Dia adalah merupakan adik kandung
mereka, bahkan kalah penting dibandingkan seorang anak angkat.
Kak Nando, yang sebelumnya hanya
memperhatikan Sania, akhirnya menyadari keheningan di kolam. Nindi sudah
tenggelam ke dasar kolam.
Dia buru-buru menoleh, wajahnya
langsung pucat pasi saat melihat Nindi sudah tenggelam ke dasar, "
Nindi!"
Tanpa pikir panjang, Kak Nando
langsung melompat ke dalam kolam.
Sania, yang memperhatikan situasi
dari awal, tersenyum tipis, cahaya licik terpancar di matanya.' Nindi mati?
Bagus sekali.'
Namun, dia memasang wajah lemah dan
menarik lengan Kak Brando dengan suara serak, "Kak Brando, aku juga mau
nyelamatin Kak Nindi. Ini semua salahku. Kalau bukan karena aku, dia nggak akan
jatuh ke air.... "
Brando awalnya terlihat khawatir,
tetapi mendengar itu, dia segera menghibur Sania, "Kamu jangan
macam-macam. Ada Kak Nando di sana. Lagi pula, Ini salah Nindi sendiri. Dia
nggak bakal kenapa-kenapa."
Brando menoleh ke arah kolam, matanya
menyiratkan perasaan yang campur aduk.
Sementara itu, di dalam air, Nindi
melihat Kak Nando berenang mendekatinya dengan raut wajah panik yang tampak
tulus.
Padahal tadi, dialah yang memaksa
Nindi untuk meminta maaf, lalu diam saja saat ia terjatuh dan berusaha bertahan
di air.
Kali ini, Nindi tidak butuh
pertolongan Kak Nando.
Sorot matanya dingin dan penuh
ejekan, lalu dia membalikkan badan dan berenang ke permukaan.
Di kehidupan sebelumnya, setelah
insiden tenggelam itu, Kak Nando memaksanya belajar berenang bersama Sania.
Meski trauma, demi menyenangkan Kak
Nando, Nindi tetap belajar. Namun, apa hasilnya ? Semua pujian jatuh pada Sania
yang katanya "berani melawan rasa takut."
Tidak ada yang tahu Nindi harus
menahan napas lebih lama di air karena Sania sengaja menahannya. Itu
meninggalkan bekas luka permanen pada tubuh dan jiwanya.
Namun, tidak ada yang peduli. Di mata
Kak Nando, hanya ada Sania.
"Nindi, kamu lagi cari perhatian?
Kamu pikir kamu bisa hapus semua kesalahanmu dengan pura-pura tenggelam?"
Kak Nando menghalangi jalannya,
matanya memandang tajam, bingung sejak kapan Nindi bisa berenang.
Nindi mendongak, menatap wajah Kak
Nando yang dulu menjadi favoritnya.
Karena Kak Sean terlalu serius, hanya
Kak Nando yang menunjukkan sedikit kehangatan padanya.
Namun, kini, yang ia lihat di mata
Kak Nando hanyalah kejengkelan dan ketidaksabaran.
Sania kembali berbicara, suaranya
lemah seperti biasa, "Kak Nando, ini bukan salah Kak Nindi. Aku tahu Kak
Nindi memang nggak pernah suka aku jadi bagian dari keluarga Lesmana. Ini salah
aku, aku terlalu serakah, nggak seharusnya aku bermimpi punya keluarga. Jangan
ribut gara-gara aku, ya. Kalian semua penting banget buat aku... hiks...
hiks...
Air mata mulai mengalir di wajah
Sania, membuat Brando marah dan langsung menatap Nindi dengan tajam,
"Sekarang kamu puas, kan?! Kalau bukan karena papanya Sania menyelamatkan
kamu, dia nggak bakal jadi yatim piatu! Harusnya waktu itu nggak perlu deh
nyelamatin kamu! Mending kamu yang mati sekalian!"
Kak Nando mengerutkan alisnya,
"Nindi, jadi orang itu harus tahu diri. Kita harus anggap Sania bagian
dari keluarga. Ini utang kita ke dia, utang kamu juga. Ngerti nggak?"
Brando menambahkan dengan nada
dingin, "Dia orang yang nggak tahu balas budi, kalau dia ngerti, dia nggak
bakal dorong Sania ke kolam. Nyelamatin seekor anjing pun lebih berharga
daripada nyelamatin dia!"
Rasanya dunia Nindi runtuh. Dia
merasa seperti berdiri di tengah padang gersang. Seluruh tubuhnya terasa
dingin.
Jika boleh memilih, dia lebih memilih
tidak diselamatkan waktu itu.
Dengan suara serak, menahan sakit di
paru-parunya, Nindi berkata, "Memang salahku. Aku nggak akan ngelakuin ini
lagi."
Karena, mulai sekarang, dia takkan
melakukan kebodohan lagi.
Jika mereka lebih suka Sania menjadi
adik mereka, maka ia akan menyerah.
"Nindi, jadi ini benar-benar
sengaja? Kamu sadar nggak, Sania nggak bisa berenang. Kalau dia mati, kamu yang
tanggung jawab!"
Kak Nando benar-benar kecewa. Ia
mengira ini kecelakaan, tapi ternyata Nindi memang sengaja mencelakakan Sania.
Kapan Nindi menjadi begitu jahat?
Tak lama, dokter keluarga datang.
Brando memandang Nindi dengan tajam, "Doain aja Sania nggak kenapa
-kenapa. Kalau sampai ada apa-apa, nanti tunggu aja Kak Darren pulang. Kamu
pasti habis!"
Kak Nando sempat melangkah pergi,
tetapi menoleh kembali dan melihat Nindi yang basah kuyup berdiri di tempat
dengan wajah pucat. Entah kenapa, ada rasa iba di hatinya.
"Kamu ke kamar dulu, ganti baju.
Acara pesta sebentar lagi mulai," katanya, mencoba melunak.
Nindi tak menjawab, Kak Nando pun
meninggalkannya sendirian.
Dia hanya menunggu sampai semua orang
pergi sebelum mulai batuk keras, seakan paru-parunya akan keluar.
Menahan rasa darah di tenggorokannya,
ia berbalik menuju kamarnya.
Berbaring di bathtub, sambil
memejamkan mata, mengingat kehidupan sebelumnya. Setelah ia berakhir ke jalanan
dan dipenuhi dendam, dia memang pernah mencoba membunuh Sania.
Namun, dia gagal.
Ia dikurung di rumah sakit jiwa oleh
Kak Darren, dan akhirnya meninggal di sana, disiksa oleh perawat suruhan Sania.
Nindi tertawa pelan, suara itu
terdengar menyeramkan. 'Bagus banget...'
Ketika dia membuka matanya lagi,
tatapannya dingin tak berperasaan.
Setelah berganti pakaian, dia
memandang kamar tidur yang tampak asing baginya.
Dulu, kamar ini akhirnya diberikan
pada Sania, sementara dia dipindahkan ke kamar kecil Sania.
Dia melihat foto keluarga di atas
meja, pasangan muda memegang bayi kecil, di samping mereka berdiri enam anak
laki-laki.
Sayangnya, tak lama setelah dia
lahir, orang tuanya meninggal dalam kecelakaan mobil.
Sopir mereka menyelamatkan Nindi
terlebih dahulu, tetapi saat kembali untuk menolong orang tuanya, mobil
meledak, dan sopir itu juga meninggal.
Sania adalah satu-satunya anak sopir
itu, sejak kecil dia memang lemah dan sering sakit-sakitan.
Setelah kecelakaan itu, Kak Darren
membawa Sania ke rumah dan membesarkannya bersama Nindi.
Sejak Sania muncul, segalanya
berubah.
Kakak-kakak yang paling disayangi
Nindi, semuanya berpihak pada Sania.
"Sania kan badannya lemah. Aku
udah khusus panggil koki buat masakin makanan yang cocok buat dia. Nindi, kamu
awasin biar Sania makan dengan benar."
"Nindi, Sania pengen belajar
melukis juga. Kamu kan udah cukup mahir, kasih aja guru lukismu ke dia. 11
"Nindi, lomba ini kamu mundur
aja ya. Sania yang ikut. Dia udah persiapan lama banget."
"Nindi, nilai Sania kan rendah.
Kamu daftar di universitas yang sama aja biar dia ada teman."
Nindi memegangi kepalanya, rasa sakit
menjalar di hatinya seperti jarum-jarum kecil.
Dia menarik napas pelan, berusaha
menelan rasa
sakit itu.
Dia tidak akan mau punya hubungan apa
pun lagi dengan Keluarga Lesmana!
Dia merapikan barang-barangnya,
menyimpan foto itu, lalu mulai mengemasi kamar.
Tidak lama, seorang pelayan mengetuk
pintu, " Nona, pestanya udah mulai. Kak Nando minta Anda ganti baju dan
turun."
"Tahu," jawabnya singkat.
Nindi membuka pintu dan melangkah ke
tempat pesta yang ramai.
Pelayan tertegun, matanya membesar,
"Nona pakai apa itu? Apa dia habis kena stres berat?" gumamnya.
Di luar, pesta berlangsung meriah.
Sania mengenakan gaun putih
sederhana, rambut panjang hitam tergerai, tampil seperti adik manis yang polos.
Kakak kedua, Kak Nando, dan kakak
keempat, Kak Brando, berdiri di sampingnya, tatapan mereka penuh kelembutan dan
kasih sayang.
Adegan ini, tampak sangat hangat.
Kak Nando tiba-tiba teringat Nindi.
Seandainya dia bisa sebaik dan sepintar Sania ...
Beberapa tahun terakhir, sifat Nindi
semakin sulit diatur dan semakin angkuh.
"Nindi datang!"
No comments: