Bab 752
Setelah melihat para penculik itu
pergi, Nyonya Belinda segera naik pitam. Dasar berengsek!
Dasar sampah rendahan, beraninya
mereka berbicara seperti itu padanya!
Nyonya Belinda berharap ada seseorang
yang segera menemukan dirinya. Bila itu terjadi, dia akan memastikan para
penculik itu mati tanpa ampun.
Nindi menatap Nyonya Belinda yang
hanya terpisah sebuah dinding darinya. Setelah merenung sejenak,, dia lantas
berkata, "Tapi, Ayahnya Sania jelas beda sama orang yang kita tangkap,
wajahnya juga beda banget."
Namun, perkataan Nyonya Belinda
justru terdengar ganjil.
Sebenarnya, di mana letak
ketidaksamaannya?
Cakra menatap ke arah Nindi.
"Siapa tahu Sammy sudah operasi plastik."
"Tapi, kalau dia sudah operasi
plastik, lalu foto yang Mia ambil kemarin itu maksudnya gimana? Jelas-jelas itu
muka Ayahnya Sania lho!"
"Ada jenis topeng tiruan dari
kulit manusia yang bisa menyerupai bentuk wajah. Kalau nggak dilihat dengan
teliti, pasti nggak begitu ketara."
Cakra mengerutkan dahinya.
"Pantas saja malam itu kita nggak berhasil menemukannya. Kalau dia sudah
operasi plastik, berarti waktu itu mukanya pasti beda. Makanya kita gagal
menangkapnya!"
"Iya, ya!"
Nindi pun akhirnya memahami.
Sammy dan sepupunya pasti berada di
Dealer 4S. Namun, yang membedakan hanyalah Sammy telah menjalani operasi
plastik, sedangnya sepupunya belum.
Selama ini mereka sama sekali tidak
menyadari hal itu.
Alhasil, mereka gagal menemukan
Sammy.
Nindi menatap Cakra. "Benar 'kan
kubilang, kenapa juga Ayahnya Sania selalu berhasil kabur. Ternyata begini
caranya."
Sejak awal, mereka telah salah
langkah.
Cakra menatap Mia. "Suruh orang
buat selidiki para montir di Dealer 4S itu diam-diam, khususnya yang akrab sama
sepupu si Sammy itu. Gali semua informasi yang mereka punya."
Kini mereka mengetahui bahwa Sammy
pernah menjalani operasi plastik. Namun, meskipun kartu identitasnya
dipalsukan, jejaknya masih memungkinkan untuk dilacak.
Suasana hati Nindi pun cukup membaik,
setidaknya dia berhasil menemukan satu lagi petunjuk.
Cakra merasa akhirnya dapat bernapas
lega ketika melihat senyum di wajah wanita itu.
Bagaimanapun juga, semenjak menatap
Nindi, ekspresinya selalu diselimuti kecemasan dan suasana hatinya tampak begitu
muram.
Dia berkata, "Kamu masih mau
tanya lagi?"
"Kayaknya juga sudah nggak bisa
dapat apa-apa lagi. Oh iya, coba tanya ke dia siapa yang waktu itu dia atur
buat ikut di mobil!" ucap Nindi.
Tiba-tiba, Nindi teringat akan hal
itu.
Sekarang adalah kesempatan bagus
untuk menanyakan masalah itu.
Cakra mengatupkan bibirnya dengan
dingin, sedikit enggan menatap mata wanita itu. Pikirannya terasa tegang,
seakan tertarik oleh tekanan yang kasatmata.
Dia sadar, ada beberapa hal yang
memang tidak dapat dihindari selamanya.
Nindi menatap ke arah pria itu.
"Kamu kenapa?"
"Nggak kok. Kalau ada yang mau
kamu tahu, langsung saja tanya ke dia," ucap Cakra.
Cakra sempat melirik ke arah pria
bertopeng yang berdiri tak jauh, kemudian pria itu dengan hormat berjalan
mendekat dan berdiri di samping Nindi. " Kalau ada yang mau ditanyakan,
langsung kasih tahu aku."
"Aku mau tahu soal pertanyaanku
barusan, kenapa waktu itu Samy masih hidup, dan identitas sebenarnya sopir
keluarga Lesmana yang meninggal itu!" ucap Nindi.
Pria itu tampak ragu sejenak, lalu
berkata, "Kalau pertanyaannya terlalu ketara begini, bisa-bisa ketahuan.
Soalnya, aku juga salah satu orang yang terlibat, masa iya aku nggak tahu
gimana kecelakaan itu terjadi?"
Nindi merenung sesaat dan berkata, "Ya
sudah, tanya saja sesukamu."
Pria bertopeng itu menatap Cakra
sekilas. Cakra tampak terdiam, akhirnya dia berbalik dan kembali masuk ke dalam
ruangan. Di tangannya masih ada sebotol bir, yang diminumnya sembari
berjalan." Sudah kamu pikirkan baik-baik?"
Nyonya Belinda menatap ke arah
penculik itu. "Aku sudah katakan semua informasi yang aku tahu."
"Kalau dipikir-pikir aneh juga
ya, di bagian belakang mobil yang kalian atur ternyata masih ada orang di sana.
Dia siapa?" tanyanya.
Ekspresi Nyonya Belinda seketika
berubah. "Nggak ada orang di belakang mobil, kamu salah lihat."
No comments: