Membakar Langit ~ Bab 2706

Bab 2706

 

Langkah Ederick terhenti sejenak. Dia menatap wanita bertopeng, lalu membalas, "Jika Putra Mahkota bisa membunuhku, aku akan mati. Jika nggak bisa membunuhku, aku akan memaksanya untuk menjadi pemimpin yang bijaksana dan memperlakukan rakyat dengan baik. Untuk apa bertanya?"

 

Selesai berbicara, dia berjalan pergi.

 

Melihat kepergiannya, tatapan wanita bertopeng agak kecewa. Dia menghela napas ringan dan bergumam, "Mengapa ada begitu banyak orang berbakat di Negara Elang?"

 

"Jelas sudah dipenuhi banyak lubang dan kerakusan merajalela, bagai rumah retak yang bisa runtuh kapan saja. Bagaimana bisa muncul orang-orang berbakat seperti ini?"

 

"Aku nggak mengerti. Nggak bisa menemukan jawabannya..." gumam wanita bertopeng.

 

Lalu, dia tersenyum dan berkata, "Untungnya, orang -orang ini akan saling membunuh... "

 

Saat ini, Saka telah tiba di sebuah bangunan tradisional bersama Guru Negara.

 

Di sini terletak di wilayah Kedutaan Prastya.

 

Saka tidak pernah terbiasa dengan bangunan tradisional seperti ini yang muncul di Negara Elang. Namun, demi menarik investasi, jalanan bergaya tradisional ini dibangun dengan giat di seluruh negeri.

 

"Aku membawamu ke sini untuk melampiaskan amarahmu. Selain itu, demi membuat warga Prastya untuk menyerahkan batu jiwa yang mereka punya," ucap Guru Negara.

 

Saat ini, Guru Negara masih sibuk menjelaskan, seolah-olah dia takut Saka akan menjadi waspada.

 

Namun, begitu memasuki wilayah Kedutaan, maka akan berada di bawah yurisdiksi Prastya. Menurut praktik internasional, tidak seorang pun dari Negara Elang yang diizinkan untuk masuk.

 

Saat itu, tidak ada seorang pun yang dapat menolong Saka.

 

Saka memperhatian warga Prastya yang mengenakan pakaian tradisional dan lalu-lalang di jalan. Lalu, dia tiba-tiba berkata, "Omong-omong, aku nggak tahu berapa usia lelaki berwajah hitam itu."

 

"Kenapa kamu menanyakan hal ini?" tanya Guru Negara dengan bingung.

 

Namun, saat berikutnya, dia menyesal telah mengajukan pertanyaan ini.

 

"Aku ingat saat perang dunia, warga Prastya dikuasai oleh orang barat. Demi membayar ganti rugi perang, mereka membiarkan istri mereka tidur dengan orang barat. Wanita bangsawan di masa lalu menjadi pelacur dalam semalam dan dipermainkan oleh tentara barat biasa. Selain itu, banyak bajingan berdarah campuran yang lahir," ujar Saka.

 

Saka tersenyum dan melanjutkan, "Jika lelaki tua berwajah hitam itu cukup berusia, día seharusnya telah melihat dengan mata kepalanya sendiri, para istri dan wanita dalam keluarganya dipermalukan."

 

Seketika, Guru Negara terdiam sejenak dan amarah meluap dalam hatinya.

 

"Bocah ini ... cari mati!" pikir Guru Negara.

 

Saka meliriknya daan terus berbicara, "Tapi anehnya, orang barat begitu menindas mereka, mereka malah makin setia kepada orang barat bagai anjing. Sementara itu, Negara Elang membebaskan mereka dari ganti rugi perang dan membebaskan tawan perang, tapi mereka memandang rendah Negara Elang. Apa sebenarnya masalah psikologis mereka?"

 

"Mungkin itu penilaian orang zaman dulu, 'kan?"

 

Sambil berbicara, Saka melanjutkan dengan nada meremehkan, "Orang-orang barbar itu adalah orang -orang rendahan di perbatasan. Mereka takut akan kekuasaan tapi nggak menghargai kebajikan. Mereka nggak layak diperlakukan dengan baik dan benar."

 

Guru Negara hanya diam dan terus berjalan menuju bagian dalam wilayah Kedutaan.

 

Saka berjalan perlahan di belakangnya dan masih terus mengumpat, "Para Prastya adalah binatang buas dalam bentuk manusia, mereka bukan manusia. Mereka akan merampok saat mereka kuat dan mereka akan tunduk saat lemah. Mereka nggak peduli dengan hutang budi. Ini adalah sifat mereka!"

 

"Guru, menurutmu, apa ucapanku benar?" tanya Saka.

 

Guru Negara bahkan tidak menoleh, tapi dia menjawab dengan perlahan, "Ya, kamu benar. Semua yang kamu katakan benar."

 

Sambil berbicara, dia melangkah masuk ke wilayah Kedutaan, lalu dia mengepalkan tangan dan mengumpulkan seluruh energi sejati.

 

Begitu Saka memasuki bangunan wilayah Kedutaan, dia akan membiarkan Saka melihat siapa sebenarnya orang barbar rendahan itu!

 

Namun, pada saat ini, dia tiba-tiba agak tertegun dan menoleh ke belakang.

 

Hanya terlihat Saka yang berdiri satu langkah di belakang gerbang wilayah Kedutaan. Dia tidak melangkah maju, melainkan menatapnya dengan tenang sambil tersenyum.

 

"Muridku, ayo cepat masuk sambil melambaikan tangan. "ucap Guru Negara

 

"Guru..." panggil Saka.

 

Saka menatap Guru Negara, lalu tersenyum dan berkata, "Aku tiba-tiba teringat bahwa gas di rumahku belum dimatikan. Aku, harus kembali..."

 

"Kamu telah memarahiku sepanjang jalan."

 

"Setelah sampai di sini, kamu bilang kamu akan kembali?" pikir Guru Negara.

 

Guru Negara menatap Saka, ekspresinya perlahan -lahan berubah. Namun, dia tetap memaksakan senyum dan berkata, "Muridku, kamu ... "

 

"Siapa yang kamu sebut murid?" tanya Saka.

 

Setelah Saka selesai bicara, dia menatap Guru Negara, lalu tersenyum dan menambahkan, " Beraninya pria tua sepertimu berpura-pura menjadi Guru Negara? Kamu telah dimarahi sepanjang jalan, apa kamu puas mendengarnya? Orang hina Prastya!"

 

Bab Lengkap 

Membakar Langit ~ Bab 2706 Membakar Langit ~ Bab 2706 Reviewed by Novel Terjemahan Indonesia on June 26, 2025 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.