Bab 2708
"Kamu!" seru lelaki tua
berwajah hitam.
Lelaki tua berwajah hitam itu makin
marah dan tidak dapat menahan diri, dia hendak menyerang lagi.
Saka mencibir dan tidak
menghiraukannya. Sebaliknya, dia menatap wanita bertopeng dengan ekspresi
misterius dan bertanya, "Sepertinya kamu ingin bertemu denganku?"
Wanita bertopeng pun menatapnya dan
menjawab sambil tersenyum, "Benar. Aku tahu cara bawahanku mengundangmu
kurang sopan. Tapi percayalah padaku, Kak Saka, aku nggak punya niat jahat
terhadapmu. Aku hanya ingin mengundangmu untuk duduk sejenak."
Melakukannya?
Saka menatapnya dengan ekspresi
misterius.
Lelaki tua berwajah hitam itu tampak
muram, lalu dia berkata, "Nona, aku nggak berguna, aku... "
Menurutnya, karena rencananya
terbongkar, Saka pasti tidak akan masuk ke wilayah Kedutaan.
Dengan kemampuan yang ditunjukkan
Saka sekarang, jika dia ingin pergi, dirinya tidak dapat menghentikannya.
Namun, sebelum dia selesai bicara,
Saka sudah langsung berjalan menuju bangunan tersebut.
Lelaki tua berwajah hitam itu
tertegun dan bergumam, "Ini... "
Bukankah Saka sedang membahayakan
dirinya sendiri?
Bukan hanya dia, bahkan wanita
bertopeng pun merasa agak aneh.
Saka berbalik dan menatap mereka
dengan tidak sabar, lalu berkata, "Apa yang kalian lihat? Cepat tunjukkan
jalan. Manfaatkan waktu dengan baik, aku sangat sibuk!"
"Bocah ini... sungguh bodoh dan
berani," gumam lelaki tua berwajah hitam dengan marah.
"Belum tentu... " sahut
wanita bertopeng.
Wanita bertopeng sedikit mengangguk.
Dia tampak berpikir, lalu tiba-tiba tersenyum dan berkata, " Saka sungguh
terus-menerus memberiku kejutan ...
Lelaki tua berwajah hitam tidak
mengerti maksudnya dan hendak bertanya, tetapi wanita bertopeng telah mengikuti
Saka. Jadi, dia juga buru-buru mengikutinya.
Mereka bertiga segera tiba di sebuah
ruangan tradisional.
Lantainya ditutupi tatami. Lelaki tua
berwajah hitam itu duduk di lantai dan dengan tekun menuangkan teh untuk wanita
bertopeng.
"Kak Saka sangat pemberani dan
datang ke sini sendirian. Aku sangat kagum," ucap wanita bertopeng.
Wanita bertopeng itu memberikan teh
kepada Saka dengan tangannya yang sangat putih.
Saka mengambil teh dan mengamati
wanita bertopeng. Wanita bertopeng duduk berlutut dengan rapi, pakaian
tradisionalnya agak ketat sehingga memperlihatkan tubuhnya yang anggun.
Bokongnya yang montol menempel di pahanya yang ramping, kakinya yang memakai
kaus kaki putih terselip di belakangnya.
Lelaki tua berwajah hitam melihat
Saka sedang mengamati majikannya, dia menjadi makin marah dan berkata,
"Negara Elang kalian mengaku sebagai negara yang berbudi luhur. Nona
mengundangmu untuk bertamu, apa kamu nggak mengerti prinsip nggak boleh melihat
hal-hal yang nggak pantas?"
"Negaraku adalah negara yang
menjunjung tinggi etika, tapi prinsipnya adalah bersikap sopan kepada mereka
yang tahu cara bersikap sopan," ujar lelaki tua berwajah hitam.
Saka tersenyum, lalu menatap wanita
bertopeng dan berkata, "Misalnya, Nona ini sangat sopan. Sebagai majikan,
dia mengundangku untuk bertamu dan memberiku dua batu jiwa. Sunguh terima kasih
banyak..."
Batu jiwa?
Wanita bertopeng mengerutkan kening
dan menatap lelaki tua berwajah hitam.
Mengungkit hal ini, lelaki tua
berwajah hitam itu merasa sangat sakit hati. Dia menggertakkan gigi dan
berkata, "Nona, dia menipuku dan mengambil dua batu jiwa milikku,
tapi..."
Sambil berbicara, dia terus menatap
Saka, lalu berseru, "Aku akan membuatnya mengembalikan batu jiwa
itu!"
Namun, saat ini, wanita bertopeng
menghentikannya. Dia menatap Saka dan berkata, " Kak Saka, dua batu jiwa
itu nggak begitu berarti bagiku. Asalkan kamu bersedia membantuku... "
Sebelum dia selesai bicara, Saka
langsung menyelanya, "Nggak mungkin!"
"Nggak tahu diri!" seru
lelaki tua berwajah hitam.
Begitu tawa sinis lelaki tua berwajah
hitam terdengar, seketika, beberapa sosok muncul di luar pintu kertas ruangan
dan duduk di luar. Pada saat bersamaan, aura yang kuat muncul, seolah-olah
ruangan itu telah disegel.
Jangankan Saka, bahkan master ilahi
tingkat sembilan sejati juga tidak akan bisa pergi dengan mudah.
Begitu wanita bertopeng memberi
perintah, orang-orang ini akan menyerbu masuk. Saka harus mengembalikan dua
batu jiwa dengan cara yang sama seperti saat dia mengambilnya.
Saat ini, ekspresi lelaki tua
berwajah hitam makin masam. Dia menatap Saka dan berkata, "Kamu berani
masuk ke tempat ini, tampaknya kamu berpikir bahwa kami nggak berani membunuhmu
karena Guru Negara. Tapi, kamu mungkin nggak tahu bahwa banyak prajurit Prastya
yang bersedia mati demi Nona! Prastya juga sangat mahir dalam tindakan nyawa menukar
nyawa!"
Saka hanya diam terhadap ancaman
seperti ini. Sebaliknya, dia berdiri, lalu berjalan menghampiri lelaki tua
berwajah hitam. Dia menatapnya sejenak, lalu tiba-tiba mengangkat tangannya.
Plak!
Dia menamparnya.
Saka mengerutkan kening dan berkata,
"Aku sedang bicara dengan majikanmu. Apa maksud seorang budak sepertimu
terus menyela pembicaraan?"
No comments: