Bab 770
Selama dia bersikeras tidak mengaku,
maka mereka juga tidak punya bukti langsung yang membuktikan kematian kepala
pelayan itu ada hubungannya dengan dirinya.
Sania sangat membenci kepala pelayan
tua itu.
Kakek tua itu berani menyentuhnya,
dia pantas mati.
Setelah mendengar perkataan Sania,
Witan seolah-olah telah menangkap suatu kelemahan. Dia pun mengejek Nindi,
"Inikah bukti yang kamu keluarkan? Bisa membuktikan apa?"
Nindi menunjukkan ekspresi mengejek.
"Lihat. Bukankah tadi kalian bilang kenapa aku nggak segera menunjukkan
bukti yang aku dapat? Sejak saat itu aku mulai curiga, dan baru sekarang aku
menemukan fakta kalau ayah Sania belum mati."
"Kalau sejak awal aku
memberitahu kalian, apa kalian akan percaya? Apa kalian akan mencari tahu
kebenarannya?"
Nindi terlalu memahami keluarga
Lesmana. Demi perkembangan keluarga Lesmana, mereka hanya akan berusaha meredam
masalah.
Witan berpikir lama, tapi akhirnya
tidak menemukan kata-kata untuk membantah.
Nindi melihat lilin yang hampir habis
terbakar. " Beri aku satu jawaban di hadapan Ayah dan Ibu. Kalian akan
melaporkan Sania yang sudah menggelapkan uang perusahaan dan bersekongkol
dengan ayahnya untuk menipu keluarga Lesmana atau nggak?"
Nando yang pertama kali berbicara.
"Menurutku kita harus lapor ke polisi."
Namun, Darren tidak bersuara.
Sania buru-buru berkata, "Kak
Darren, aku dipaksa melakukan semua ini. Kalau masalah ini sampai tersebar,
nama baik keluarga Lesmana juga akan tercemar. Selain itu, ayahku ada di tangan
Nindi, uang itu pasti sudah diambil olehnya. Sekarang yang paling penting
adalah mendapatkan uang itu kembali."
Darren sudah membuat perhitungan di
dalam benaknya. Dia menatap Nindi dan berkata, "Asalkan kamu memberitahuku
di mana uang itu, apa pun yang ingin kamu lakukan, aku akan menyetujuinya."
Saat ini keluarga Lesmana sangat
membutuhkan uang.
Nindi menatap Sania dengan tatapan
mengejek." Bahkan kalau harus melaporkannya ke polisi dan mengirimnya ke
penjara dengan tanganmu sendiri, kamu bersedia?"
Darren dengan tenang menjawab, "Karena
Sania sudah melakukan hal seperti itu, maka dia harus membayar harga atas
perbuatannya."
Sekarang dia sangat membenci wanita
bernama Sania Kertanegara ini.
Jika bukan karena Sania, kakak
beradik keluarga Lesmana tidak akan saling bermusuhan.
Sania berkata dengan putus asa,
"Kak Darren, kalau semua uangnya sudah kembali, bukankah aku akan
baik-baik saja? Kenapa kamu masih ingin mengirimku ke penjara?"
Darren menjawab dengan nada kejam,
"Kalau bukan karena kamu, si pecundang yang menipu keluarga Lesmana,
bagaimana mungkin aku menghadapi situasi seperti sekarang? Ini semua gara-gara
kamu! Ayahmu membunuh orang tuaku, dan aku masih membiarkanmu hidup enak di
keluarga ini selama bertahun-tahun. Itu sudah lebih dari cukup bagimu. 11
Darren sekarang benar-benar ingin
membunuh Sania.
Sania tahu dia sudah tamat.
Dia hanya bisa menatap Witan dan
memohon belas kasihan. "Kak Witan, tolong selamatkan aku."
Ketika Witan mendongak, dia melihat
foto hitam putih di samping Nindi, dan seketika dia tidak berani mengatakan apa
pun lagi.
Akhirnya, seluruh diri Sania
tenggelam dalam keputusasaan. Ekspresinya langsung berubah. " Memang beda
ya kalau bukan anak kandung. Kalau hal seperti ini terjadi pada Nindi hari ini,
kalian pasti nggak akan memperlakukanku seperti ini, hanya karena dia anak
kandung."
Darren naik pitam dan menamparnya.
"Sebaiknya kamu sadar diri, kamu memang bukan anak kandung. Meskipun Nindi
nggak akur dengan keluarganya, dia tidak pernah menyerah untuk menyelidiki
kebenaran tentang kematian orang tuaku. Sementara kamu? Demi ayahmu yang
pembunuh itu, kamu malah menipu keluarga Lesmana."
Sania dimarahi habis-habisan.
"Tapi kalau bukan karena kalian memperlakukanku dengan buruk, bagaimana
mungkin aku melakukan ini?"
Dia sangat berharap dirinya adalah
anak kandung keluarga Lesmana.
Sayangnya, dengan adanya Nindi, si
wanita jalang itu, dia selamanya hanya akan menjadi orang luar. Jadi, dia hanya
berpikir untuk mendapatkan sedikit uang untuk dirinya sendiri.
Dia sama sekali tidak melakukan
kesalahan, keluarga Lesmana yang bersalah padanya!
Saat Nando melihat Sania yang tidak
tahu malu dan tidak menyesal itu langsung berkata, "Langsung laporkan
polisi saja, bawa dia ke kantor polisi."
"Kalian nggak bisa membawaku ke
kantor polisi, aku sedang hamil."
Sania memegangi perutnya, lalu
menatap Witan. " Kak Witan, aku mengandung anakmu."
No comments: