Bab 2684
"Hari ini amarahku sudah cukup
terlampiaskan dan tidak ada niat membunuh orang," ujar Saka dengan santai.
"Siapa yang berani berdiri
berarti menantangku. Hukumannya adalah mati," lanjut Saka.
Para pengawal sempat ragu, tapi
akhirnya memilih menyerah dan tetap tiarap di tanah seperti ayam ketakutan.
Tanpa hambatan, Saka melangkah menuju
sebuah aula yang penuh suara riuh. Dengan kemampuan penglihatannya, dia melihat
dengan jelas suasana di dalam, termasuk Adelia dan Lorian. Senyum tipis terukir
di wajahnya. "Sial, ternyata banyak penghianat di sini," gumamnya.
Setelah berkata demikian, dia
langsung menendang pintu hingga hancur dan melangkah masuk dengan langkah
besar.
"Siapa berani berbuat onar di
sini!"
"Kurang ajar! Pengawal!
Pengawal!"
Di dalam aula, orang-orang sedang
bersenang-senang. Bahkan beberapa dari mereka sudah mulai menggerayangi para
pelayan yang menuangkan anggur. Jika dibiarkan, tempat ini akan berubah menjadi
pesta mesum.
Saka sangat membenci pesta-pesta
seperti ini.
Tanpa pikir panjang, dia menendang
dua pemuda yang meneriakinya dan mengusir mereka keluar ruangan.
Baru saat itulah semua orang akhirnya
menyadari siapa yang datang!
Nama besar Saka terlalu mengerikan.
Begitu dia muncul, suasana langsung sunyi.
Tak ada yang berani berbicara dan tak
ada yang berani bergerak.
Seiring langkah Saka yang makin
mendekat, orang-orang dengan cepat menyingkir, memberi jalan untuknya. Dengan
tenang, dia mengambil sebuah cawan dari tangan seorang pelayan yang wajahnya
memerah dan pakaian setengah terbuka. Dia mengocok isi cawan itu perlahan, lalu
menatap sekeliling dengan santai dan berkata, "Jadi begini? Kalian
mengadakan pesta mesum tapi nggak mengundangku? Apa aku nggak pantas?"
Bum!
Di dalam ruangan, semua orang seolah
merasa kepalanya meledak. Wajah mereka dipenuhi ketakutan.
Baru beberapa saat lalu, mereka semua
membicarakan bagaimana cara membunuh Saka. Namun, kini, saat orangnya muncul di
depan mata, mereka tak bisa menahan rasa takut yang mencekam.
Tapi di antara mereka semua, tak ada
yang lebih ketakutan dibandingkan Lorian.
Tubuhnya menegang, dia buru-buru
meletakkan cawan di tangannya dan maju dengan gugup. "Sa-sa -sa..."
"Sa apa? Kalau nggak tahu harus
memanggil apa, panggil aku Ayah!" ujar Saka.
Nada suara Saka terdengar tidak
sabar.
Lorian langsung gemetar. Dia menelan
ludah dengan susah payah, lalu berkata, "Aku ... aku bisa menjelaskan...
"
"Kamu nggak pantas menjelaskan
apa pun padaku."
Saka bahkan tidak meliriknya. Matanya
langsung tertuju pada Adelia di tengah kerumunan. Senyuman tipis kembali muncul
di wajahnya. "Putri Adelia, baru tiga hari nggak bertemu, kamu sudah jadi
pemeran utama pesta mesum? Kenapa nggak mengundangku? Apa kamu
meremehkanku?"
Adelia hanya berdiri diam,
menggenggam cawan di tangannya dan tatapannya dingin tertuju pada Saka tanpa sepatah
kata pun.
Saka perlahan berjalan ke arahnya,
mengangkat cawan yang tadi dia ambil, lalu berkata sambil tersenyum, "Kamu
lebih memilih bermain dengan segerombolan sampah ini daripada denganku? Jadi,
kamu sama sekali nggak tertarik padaku?"
Plak!
Seorang pemuda berbaju putih tak bisa
menahan amarahnya lagi. Dia menghantamkan cawannya ke lantai dan berteriak
marah, "Saka! Ini kediaman Putra Mahkota! Kamu berani berbuat onar di
sini?"
Begitu ada yang berani melawan, yang
lain pun mulai ikut angkat suara.
"Kamu pikir dirimu hebat hanya
karena menjabat di Divisi Penjaga Rakyat? Apa kesalahan kami, hah? Kamu nggak
punya hak datang ke sini dan membuat keributan!"
"Kamu hanya rakyat jelata! Dapat
sedikit kuasa langsung bertingkah sombong! Huh, benar-benar Hina!
"Divisi Penjaga Rakyat dibentuk
untuk menjaga hukum! Tapi lihat dirimu, kamu malah menyalahgunakan kekuasaan!
Memalukan!"
Mereka mengira telah menemukan celah
untuk menyerang Saka, lalu mulai menghinanya dengan nada sarkastik.
Di tengah semua celaan itu, Saka
hanya tersenyum dan melangkah mendekati pria berbaju putih tadi.
"Kamu bilang aku menyalahgunakan
kekuasaan?" tanya Saka dengan santai.
"Tepat sekali!"
Pemuda itu melirik Adelia, lalu
menegakkan dada dan menatap Saka tanpa rasa takut. "Kami nggak melakukan
pelanggaran hukum. Apa yang bisa kamu lakukan pada kami?" ujarnya.
Saka tertawa pelan. Lalu, di hadapan
semua orang, dia mengeluarkan sebungkus bubuk putih dan melemparkannya ke dada
pemuda itu. "Luar biasa. Kamu berani mengisap narkoba di depan seorang
kepala Divisi Penjaga Rakyat?" ujarnya dengan nada mengejek.
Pemuda itu tertegun. Dia menatap Saka
dengan mata membelalak. "Kamu... kamu..."
Belum sempat dia menyelesaikan
kalimatnya, Saka tiba-tiba menyumpalkan cawan ke dalam mulutnya.
Satu pukulan keras menghantam cawan
itu, menghancurkannya di dalam mulut pemuda tersebut! Suara jeritan kesakitan
menggema di ruangan Pemuda itu tersungkur, darah mengucur dari mulutnya,
pecahan cawan yang tajam melukai tenggorokannya.
Dia muntah-muntah, berusaha
mengeluarkan serpihan kaca yang tertelan.
Di tengah keterkejutan semua orang,
Saka menginjak kepalanya ke lantai dengan keras. "Kamu bilang aku
menyalahgunakan kekuasaan? Apa kamu pikir dirimu pantas disebut manusia?"
tanyanya dengan senyum ringan.
Dengan kepala pemuda itu masih
terinjak, Saka menatap Adelia sambil berkata, "Aku memang sewenang-wenang
seperti ini. Bagaimana, Putri? Apa hatimu sudah mulai terpikat?"
No comments: