Bab 760
Saat Nindi menengadah, dia mendapati
Witan yang duduk di kursi roda.
Ekspresi wajah Witan tampak begitu
geram, seolah siap menerkam siapa pun yang berada di hadapannya.
Nindi berbicara dengan nada datar.
"Maksudmu, aku yang bikin keluarga Lesmana jadi seperti ini, gitu?"
"Memang iya, 'kan? Kamu sudah
tahu soal kecelakaan waktu itu dan juga Ayahnya Sania yang masih hidup. Kenapa
nggak kasih tahu dari dulu, sih? Kenapa malah sengaja putar video itu di pesta
pernikahan dan bikin aku malu banget," ujar Witan.
Selama dua hari terakhir, Witan terus
mengurung diri di vila keluarga Lesmana, dan tidak berani menemui siapa pun.
Padahal, dia sengaja mengundang teman-temannya datang, tetapi kini dirinya
menjadi bahan ejekan dalam lingkup pertemanan mereka!
Semua ini karena ulah Nindi.
Witan telah mencoba menghubungi Nindi
berulang kali, tetapi panggilannya selalu terputus. Jelas sekali bahwa wanita
itu memblokir nomornya.
Dia tengah diliputi kekesalan karena
gagal menemukan Nindi untuk melampiaskan amarahnya, tetapi tanpa disangka,
gadis kurang ajar itu justru kembali dengan sendirinya.
Nindi berbicara dengan penuh
sindiran. "Kerjaanmu cuma tanya saja, kamu pikir kamu eksiklopedia, ya?
Sudah nggak punya bakat, bisanya cuma menggonggong nggak jelas. Kamu tuh nggak
berhak menyalahkanku."
"Aku ini Kakak kelimamu, Kakak
kandungmu, dan aku juga lebih tua darimu. Kenapa aku nggak berhak buat
menyalahkanmu?"
Witan tampak seperti binatang yang
ekornya baru saja terinjak, marah besar karena dipermalukan, hingga
melompat-lompat seraya mengumpat.
"Kalau dipikir-pikir, kamu malah
harus berterima kasih padaku. Kalau aku nggak bongkar semua ini, kamu bakal
menikah sama anak orang yang bunuh orang tua kita. Memangnya kamu yakin bisa
hidup tenang selamanya?"
Witan tampak sedikit gelisah ketika
mendengar perkataan itu, tetapi dia segera membantah. "Yang bikin orang
tua kita meninggal itu Ayahnya, nggak ada hubungannya sama Sania. Jadi, tolong
bedakan kedua hal itu."
"Iya sih, secara logika memang
nggak ada hubungannya sama Sania. Tapi, dia tahu Ayahnya masih hidup dan juga
tahu ada nggak beres sama kecelakaan waktu itu. Dia malah diam saja dan nutupi
semuanya demi Ayahnya!"
Witan seketika bungkam.
Nindi kembali bertanya dengan nada
mengintimidasi. "Lalu, dia juga diam-diam bantuin Ayahnya buat mencuri
dana investasi Kak Darren yang jumlahnya banyak banget, dan sekarang Lesmana
Grup hampir bangkrut gara-gara itu!"
"Nindi, jangan asal ngomong dan
mengintimidasiku! Perusahaan Kak Darren itu 'kan besar banget, masa karena uang
yang nggak seberapa itu, bisa langsung bikin kita hampir bangkrut? Berhenti
menakut-nakutiku!"
Witan sungguh tidak memercayai ucapan
Nindi. Menurutnya, keluarga Lesmana sangat kaya, bagaimana mungkin mereka bisa
bangkrut semudah itu.
Witan semakin marah saat
memikirkannya, kemudian dia menunjuk hidung Nindi dan membentaknya.
"Katanya kamu berhasil menangkap Ayahnya Sania, cepat bawa dia ke sini!
Kita tanya langsung apa yang sebenarnya terjadi waktu itu!"
"Kamu pikir kamu siapa, hah?
Kamu suruh aku bawa orang ke sini, memangnya aku bakal nurut gitu saja,
ya?"
Nindi segera melemparkan gelas yang
dipegangnya ke arah kaki Witan. "Toh, vila ini juga sudah atas namaku.
Mending kamu jaga sikap deh, kalau nggak, aku bakal suruh orang buat usir kamu
dari sini."
"Ribut apa lagi sih ini? Masih
belum cukup, ya?"
Darren dan Nando baru saja kembali
dari luar, keduanya tampak muram dan penampilan mereka tampak lusuh akibat
perjalanan yang melelahkan.
Witan menatap Darren Darren yang
datang dan segera berkata dengan keras. "Kak Darren, lihat Nindi tuh! Aku
suruh dia bawa Ayahnya Sania ke sini, tanpa basa basi dia langsung menolaknya.
Aku sampai curiga, dia beneran berhasil tangkap Ayahnya Sania atau cuma mau
bohongin kita."
Darren menatap ke arah Nindi.
"Kamu beneran berhasil menangkap Ayahnya Sania atau belum sih?"
Nindi duduk di sofa dengan kaki
disilangkan." Terserah kamu mau percaya atau nggak."
"Jadi, kamu sudah dapat petunjuk
apa? Apa ada hubungannya sama keluarga Morris?"
Darren masih belum bisa mengerti apa
yang sebenarnya terjadi dengan kecelakaan waktu itu.
Nindi menatapnya dengan tajam.
"Bukannya kalian bilang, Sania sudah mengungkapkan yang sebenarnya,
ya?"
Ah, ternyata semua itu bohong!
No comments: