Bab 756
Konyol sekali!
Oleh karena itu, Sofia, mulai
sekarang keluarga Morris harus mulai membayar harga atas perbuatan kalian,
sedikit demi sedikit.
Setelah mobil itu menjauh, barulah
Cakra mengalihkan tatapannya.
Saat itu, Sofia hampir meneteskan air
mata. Sepanjang hidupnya, dia belum pernah dipermalukan seperti ini.
Dia segera mengatur ekspresinya dan
berkata dengan nada sedih. "Cakra, Ibumu sudah kirim banyak orang buat
bantu cari. Tapi, aku masih takut. Kamu temani aku, ya."
Cakra menarik kembali tangannya dan
bertanya dengan nada dingin. "Kenapa Ibumu bisa hilang?"
"Aku juga nggak tahu pasti,
mereka juga nggak telepon buat minta tebusan. Katanya Ibuku hilang di salon
sekitar sini. Tapi, sampai sekarang belum ada petunjuk kalau dia pergi dari
tempat ini. Aku curiga, pelakunya masih sembunyi dan nggak berani keluar,
" jelas Sofia.
Setelah berpikir sejenak, dalam benak
Cakra, dia mendapatkan sebuah ide.
Dia naik ke lantai atas bersama
Sofia, sementara orang-orang yang telah ditugaskan mulai menyebar ke berbagai
arah untuk mencari.
Sofia berlari menghampiri anggota
keluarga Morris guna menanyakan situasinya.
Cakra pun mengeluarkan ponselnya dan
mengirim pesan kepada Mia. Dia merasa sekarang saat yang tepat untuk mulai
menyelidiki anggota keluarga Morris.
Dia penasaran mengenai alasan Nyonya
Belinda merencanakan hal semacam itu.
Segera setelah itu, Sofia menerima
kabar dari penculik. Dia sangat panik dan langsung berlari menghampiri Cakra.
"Cakra, aku dapat pesan dari penculiknya."
"Dia bilang apa?" tanya
Cakra.
"Dia bilang, Ibuku punya hutang
sama mereka. Katanya, lebih dari sepuluh tahun lalu mereka bantu Ibu mengurus
sesuatu, tapi Ibu malah ingkar janji dan nggak kasih bayaran ke mereka,"
ucap Sofia.
Cakra menaikkan alisnya. "Lebih
dari sepuluh tahun lalu? Memangnya Ibumu berbuat apa?"
"Aku mana tahu sih? Ayahku nanti
bakal ke sini, mungkin dia tahu masalah ini," ucap Sofia.
Sofia tampak gemetar ketakutan.
"Cakra, menurutmu, Ibuku baik-baik saja nggak?"
"Kalau Ibumu nggak salah, dia
pasti baik-baik saja kok," jawab Cakra.
Cakra melihat Sofia dengan tatapan
tajam, seakan tengah menilai wanita itu.
Sofia tampak ketakutan saat menatap
mata Cakra. Dia sendiri juga merasa ragu, tetapi di hadapan Cakra, dia jelas
enggan mengakuinya.
Apapun kesalahan yang diperbuat oleh
Ibunya, itu pasti demi kebaikan keluarga Morris.
Sofia segera berbicara. "Cakra,
Ibuku bukan orang seperti itu, dia baik ke semua orang. Kalau nggak, mungkin
dia akan bermasalah dengan orang lain."
Cakra melihat dengan tatapan dingin.
"Tunggu sampai Ayahmu datang saja, nanti kita bahas lagi. Kalau nggak,
kita nggak bisa selidiki pelaku yang menculik Ibumu."
"Cakra, Ayahku mungkin nggak
seberguna mereka yang ada di sini. Kamu kirim saja lebih banyak orang buat
bantu cari, aku yakin keluarga Julian bisa menemukan pelakunya," ucap
Sofia.
Saat ini, Sofia hanya dapat
mengandalkan Cakra.
"Kalau begini, gimana bisa dapat
petunjuknya," ucapnya.
Melihat kedatangan Ayahnya Sofia,
Cakra bergegas menghampirinya. "Lebih dari sepuluh tahun lalu, kalian
pernah menyinggung siapa? Berhutang ke siapa?"
Ekspresi David tampak sedikit
canggung. "Itu 'kan kejadian sudah lama sekali, siapa sih yang ingat?
Menurutku, mereka cuma mau uang, tinggal kasih saja, masalah selesai."
Cakra melirik ke arah David.
"Kalau gitu, tunggu sampai mereka menghubungi kita."
Sofia berkata, "Apa kita nggak
lapor polisi saja, Yah?
11
"Jangan lapor polisi!"
David menolak dengan tegas usulan
itu, karena jika polisi mengetahui kejadian saat itu, bisa jadi keluarga Morris
akan terseret ke dalam masalah ini.
Melihat hal itu, Sofia menyadari
bahwa ada sesuatu yang sengaja disembunyikan.
Dia segera menarik David ke arah
samping dan berbisik. "Ayah, sebenarnya ada apa sih? Kenapa Ibu bisa
diculik?"
David tampak begitu ragu. Dia
diam-diam melirik ke arah Cakra dengan ekspresi bersalah.
David menurunkan suaranya dan
berkata, "Jangan sampai Cakra tahu soal ini, kalau nggak, habislah
keluarga kita."
Sofia tertegun, merasa sedikit
gelisah. Sebenarnya, ada masalah apa?
No comments: