Bab 2676
Sambil tersenyum tipis, dia menoleh
ke arah Genta dan berkata, "Baiklah, aku terima jabatan Kepala Divisi
Penjaga Rakyat ini."
Setelah itu, dia langsung melepaskan
Ardion dan rekannya.
"Apa Yang Mulia baik-baik
saja?" tanya Genta dengan cemas.
"Aku nggak apa-apa..."
balas Ardion sambil menggelengkan kepalanya.
Namun, ekspresinya tetap suram.
Dengan suara penuh penyesalan, dia berkata, "Tapi menggunakan taktik
mundur demi maju terhadap seorang pemberontak ... ini semua salahku... "
Harga diri Kekaisaran telah ternoda!
Bukan hanya dia yang merasakan hal
itu, Adelia pun sama.
Di mata mereka, siapa itu Saka? Apa
haknya membuat seorang kaisar harus bermain strategi, berpura-pura mundur demi
mencapai kemenangan?
Dia tidak pantas!
Kaisar hanya mengalah untuk sementara
demi menyelamatkan mereka, bukan karena takut atau tunduk.
Justru karena itulah, rasa bersalah
makin menyesakkan dada mereka.
"Yang Mulia, jangan menyalahkan
diri sendiri. Bagaimanapun juga, Kaisar tentu sudah memperhitungkan semuanya.
Kamu nggak perlu khawatir. Mari kita kembali ke istana, Kaisar sedang
menunggumu," ujar Genta, mencoba menenangkan suasana.
Setelah itu, dia menoleh ke arah Saka
dan berkata dingin, "Saka, mulai sekarang, kediaman Roni akan menjadi
kantor barumu. Jika masih ada rakyat yang nggak mendapatkan keadilan, maka
semua tanggung jawab ada padamu!"
Selesai berkata, dia langsung membawa
Ardion dan rekannya pergi tanpa menoleh lagi.
Hosea menatap Saka dalam-dalam, lalu
tanpa sepatah kata pun, dia melangkah pergi. Dalam sekejap, sosoknya lenyap di
kejauhan.
Di tempat itu, yang tersisa hanya
Saka dan beberapa orangnya, serta tumpukan mayat yang berserakan di tanah.
"Siapa sangka... kami malah
menyeretmu ke dalam masalah ini..."
Davina menatap Saka dengan ekspresi
rumit, lalu menghela napas panjang.
Dia tahu, bagi orang lain, jabatan
Kepala Divisi Penjaga Rakyat adalah kesempatan langka yang sulit didapat.
Namun, bagi Saka, mengabdi kepada
Kaisar jauh lebih menyakitkan daripada kematian.
Saka melakukan pengorbanan ini demi
mereka.
"Jangan bicarakan itu lagi.
Keselamatan kalian jauh Jebih penting. Lagi pula..."
Saka tersenyum tipis, matanya
berbinar seolah menyimpan rencana. "Menjadi Kepala Divisi Penjaga Rakyat
mungkin bukan hal yang buruk," lanjutnya.
"Maksudmu?" tanya Davina.
Dia tertegun sejenak sebelum tertawa
kesal dan melanjutkan, "Apa kamu pikir Kaisar akan memberimu kekuasaan
penuh? Membiarkanmu mereformasi Negara Elang? Jangan mimpi! Dia pasti akan
menghalangimu dengan segala cara!"
Dia pun menoleh ke arah Logan.
"Kamu yang lebih berpengalaman dalam politik, coba beri dia
pencerahan!" lanjutnya.
Saat itu, wajah Logan sedikit pucat,
jelas masih terluka akibat pertempuran melawan master ilahi tingkat sembilan.
Dengan ekspresi rumit, dia akhirnya membuka suara, "Dalam keadaan biasa,
aku pasti akan menyuruh bocah ini kabur. Divisi Penjaga Rakyat pasti hanyalah
jebakan, penuh dengan rintangan dari Kaisar. Tapi kali ini... aku justru merasa
Kaisar nggak hanya akan membiarkannya, tapi juga benar-benar memberi Divisi
Penjaga Rakyat kekuasaan besar."
"Apa?" Davina membelalak
tak percaya dan membalas heran, "Kenapa bisa begitu?"
"Kenapa?" Logan terdiam
sesaat sebelum berkata perlahan, "Karena Kaisar merasa terancam. Saka
memiliki sesuatu yang membuatnya khawatir."
Saat mengatakan ini, dia menatap Saka
dengan penuh makna. "Selain Guru Negara, kamu masih memiliki satu kartu
truf lainnya. Kartu yang begitu kuat hingga bahkan Kaisar pun terpaksa mengalah
padamul"
Begitu kata-kata itu keluar, Davina
langsung terkejut. Namun, dalam sekejap, seolah menyadari sesuatu, dia menatap
Saka dengan tajam. "Jadi ... kartu itulah yang membuat Tetua Agung
mundur?" tanyanya.
Saka tersenyum ringan dan mengangguk.
Logan menghela napas panjang,
akhirnya menampakkan senyum lega.
Sebaliknya, Davina masih menatapnya
dengan ekspresi tak percaya. "Kamu menyembunyikan sesuatu sedalam itu? Apa
sebenarnya yang kamu miliki?" tanyanya. 1
Baginya, Guru Negara sudah seperti
dewa. Lalu, kartu truf apa yang bisa menandingi keberadaan sehebat itu?
Namun, sebelum Saka bisa menjawab,
dia buru-buru berkata, "Sudahlah, jangan bilang. Kartu truf itu nggak
boleh diungkapkan pada siapa pun!"
Saka tersenyum. "Sebenarnya
nggak seistimewa itu. Hanya saja, kartu ini nggak bisa digunakan terlalu
sering," balasnya.
Davina menghela napas, lalu bertanya,
"Jadi ... langkahmu selanjutnya apa?"
No comments: