Bab 2678
Ardion berlutut di hadapan sebuah lukisan.
Lukisan itu menggambarkan seorang pria paruh baya, dengan senyum samar di ujung bibirnya, menatap ke kejauhan pada hamparan pegunungan dan sungai yang megah.
Itu adalah potret Kaisar Pendiri!
Dia tetap berlutut, diam tanpa sepatah kata pun.
Saat itu, suara tenang terdengar dari belakangnya, Bangunlah."
Ardion menggelengkan kepala perlahan. "Semua ini salahku, Ayahanda. Karena akulah, Ayahanda harus mundur di hadapan seorang pemberontak!" ujarnya.
Kaisar menatapnya, lalu berkata, "Nggak seorang pun menyangka bahwa di balik Saka masih ada sosok yang lebih mengerikan. Ini bukan salahmu."
Ardion terdiam sejenak sebelum akhirnya berkata, " Aku tahu bahwa Reagan sedang berlatih di dalam alam rahasia. Panggil dia keluar, aku bersedia menyerahkan posisi ini padanya."
Kaisar tersenyum tipis, lalu dengan tenang menjawab, "Inilah sebabnya mengapa aku memilihmu sebagai putra mahkota. Karena kamu nggak haus akan kekuasaan. Aku menyukai sikap seperti itu. Apa yang diberi olehku, itulah yang menjadi milikmu. Apa yang nggak kuberi, kamu nggak bisa mengambilnya sendiri."
"Reagan?" Kaisar tersenyum kecil dan melanjutkan, "Dia nggak memahami prinsip ini. Jika dia bisa keluar, aku akan mengirimnya ke Dunia Roh. Dia nggak akan menghalangimu lagi."
Ardion terkejut. Dia menatap ayahnya dengan penuh keraguan, tetapi akhirnya berkata dengan suara ragu, "Aku khawatir... aku nggak sanggup menghadapi Saka... "
Kaisar hanya tersenyum tipis. "Saat ini kamu memang belum bisa," balasnya.
Dia menatap potret Kaisar Pendiri dan berkata dengan datar, "Yang menunggu lama, saat terbang akan menjulang tinggi. Yang membuka jalan, akan lebih cepat layu."
Di lantai teratas Kedutaan Prastya.
"Jadi, Kaisar memilih untuk menahan diri, ya?" gerutu seorang lelaki tua berwajah hitam dengan ekspresi penuh kekesalan.
"Aku benar-benar mengira mereka akan saling membantai! Dasar rubah tua!" lanjutnya.
Di sampingnya, seorang Wanita bertopeng berdiri di dekat jendela, menatap hiruk-pikuk kota di kejauhan.
"Kenapa Nona sama sekali nggak cemas?" tanya lelaki tua itu lagi, tidak sabar.
Dengan nada tenang, wanita itu menjawab, "Kenapa harus cemas? Jika Kaisar benar-benar memberi kita kesempatan semudah ini, maka dia bukanlah Kaisar yang sebenarnya."
Lelaki tua berwajah hitam tampak pasrah, lalu mengangguk perlahan. "Tapi kalau begini, kita malah kehilangan kesempatan," balasnya.
Wanita bertopeng tersenyum tipis dan berkata, " Sebenarnya, membiarkan dia hidup sekarang justru menguntungkan. Dia bisa terus melemahkan kekuatan Kaisar. Dan lagi... "
Dia menatap ke luar jendela, memandangi jalanan Kota Sentana dengan ekspresi santai. "Menurutku, di kota ini, peluang ada di mana-mana," lanjunya.
Lelaki tua itu terdiam sejenak.
Lalu, terdengar suara ketukan di pintu.
Wanita bertopeng tersenyum. "Kesempatan sudah datang," ujarnya.
Lelaki tua itu sedikit terkejut. Dia berjalan ke pintu dan membukanya, tetapi saat melihat siapa yang datang, ekspresinya berubah. Dia menoleh ke arah wanita bertopeng dengan sorot mata heran.
Wanita itu berbalik, hanya untuk melihat Adelia melangkah masuk dengan wajah dingin. "Bisakah kamu membantuku membunuh Saka?" tanyanya tanpa basa-basi.
"Di mana barang yang kuminta?" tanya balik wanita bertopeng dengan senyuman.
Adelia menatapnya dingin, lalu mengangkat tangannya. Seorang pelayan masuk, membawa seseorang yang tampaknya dalam keadaan tidak sadar.
Itu adalah Novea. Dia pingsan sepenuhnya, tak sadarkan diri. Bahkan dalam tidurnya, alisnya masih sedikit berkerut, tubuh rampingnya terkulai lemah di sofa, tampak begitu rapuh dan memikat.
Adelia berkata dengan nada datar, "Sebenarnya, saat ini nggak ada lagi yang peduli padanya di dalam keluarga kerajaan. Kamu boleh melakukan apa pun yang kamu mau. Tapi dia sekarang punya status sebagai murid Sekte Sulos. Jadi, jangan biarkan dia tahu apa yang terjadi padanya. Setelah selesai, kembalikan dia dalam keadaan utuh."
Wanita bertopeng tersenyum samar, tatapannya meluncur ke arah tubuh Novea yang terbaring.
Dia berkata dengan nada yang sulit dimengerti, " Mengembalikannya dalam keadaan utuh? Kurasa itu mustahil. Pasti ada sesuatu yang hilang..."
Adelia mengerutkan kening. "Kalau begitu, terserah. Aku bisa menutupinya. Tapi bisakah kamu pilih orang lain? Bagaimanapun, dia adalah murid Sekte Sulos," ujarnya.
Wanita itu tertawa ringan. "Justru karena dia murid Sekte Sulos, aku tertarik padanya," balasnya.
"Orang-orang Prastya memang punya selera aneh," gumam Adelia dengan nada jijik.
Dia jelas bisa menebak apa yang akan terjadi pada Novea, tetapi dia tidak ingin ikut campur. Dia hanya menatap wanita bertopeng dengan dingin dan berkata, "Sekarang katakan, bagaimana cara membunuh Saka?"
Wanita bertopeng tersenyum samar dan mengeluarkan sebuah botol giok kecil. Adelia menerimanya, membuka tutupnya, dan begitu melihat isinya, ekspresinya langsung berubah drastis. Dia menatap wanita itu dengan mata penuh keterkejutan sekaligus kegembiraan. "Esensi darah dari seorang raja ilahi setengah langkah?" tanyanya.
Baginya, ini adalah harta karun! Teknik yang dia latih memungkinkan dirinya untuk memanggil bayangan pemilik esensi darah itu. Dengan darah ini, kecepatan kultivasinya akan meningkat pesat, dan kekuatannya bisa melonjak dalam waktu singkat!
Wanita bertopeng tersenyum. "Dengan darah ini, nggak butuh waktu lama sebelum kamu bisa menandingi Saka, bahkan membunuhnya," jelasnya yakin.
Mata Adelia menyala penuh semangat. "Aku pasti bisa!" ujarnya.
Namun, di saat yang sama, wanita bertopeng tiba-tiba bertanya dengan nada santai, "Ngomong-ngomong, kenapa keluarga kerajaan nggak langsung menikahkan Novea dengan Saka saja? Jika dia masih memiliki sedikit perasaan, mungkin sikapnya terhadap kalian akan lebih lunak. Kenapa harus bersekongkol dengan musuh seperti kami?"
Adelia mendengus dingin dan membalas, "Lebih baik bersekutu dengan negara sahabat daripada menyerahkan harga diri keluarga kepada seorang budak!"
No comments: