Bab 2703
Saka menjelaskan dengan rinci,
"Temperamen yang buruk, penampilan yang jelek, juga ekspresi maniak.
Sialan, itu sama persis dengan lelaki tua berwajah hitam Prastya!"
"Tapi, orang itu berasal dari
Prastya. Guru, apa menurutmu dia pernah berakting dalam film-film semacam
itu?" tanya Saka.
Guru Negara terdiam.
Lalu, dia menarik napas dalam-dalam,
memaksakan senyum dan membalas, "Seharusnya nggak mungkin. Bagaimanapun,
dia adalah utusan Prastya, seharusnya dia adalah orang yang baik."
"Apa ada warga Prastya yang
baik?" tanya Saka.
Saka mencibir, lalu melanjutkan,
"Menurutku, dia terlihat baik di depan orang, tapi nggak tahu hal tercela
apa yang dilakukannya di belakang. Dia mengambil keuntungan dari situasi buruk
janda dan menggali kuburan keluarga yang sudah punah. Hal apa yang nggak bisa mereka
lakukan?"
"Guru, saat aku melihat
wajahnya, aku ingin menguburnya di toilet!" seru Saka.
Membicarakan hal ini, mata Saka
tiba-tiba berbinar. Dia mulai berbicara sambil terkekeh, "Oh ya, sangat
kebetulan. Saat dalam Gunung Reribu, aku pernah mengubur seorang lelaki
bertemperamen buruk yang telah mencapai Enam Jalur Puncak Kematian di dalam
tanah. Guru nggak melihatnya, jika kamu melihatnya, kamu akan tahu bahwa
temperamennya yang buruk sama persis dengan lelaki tua maniak Prastya yang
berakting dalam film itu,"
Sudut mulut Guru Negara berkedut
hebat, dia sangat marah hingga gemetar.
"Kamu sungguh nggak waras. Kamu
ingin menguburku dalam tanah begitu melihatku!"
"Hal yang paling keterlaluan
adalah aku telah mengganti wajahku kali ini, tapi kamu malah ingin melakukannya
lagi?"
"Bagaimana mungkin aku memiliki
temperamen seperti itu?" pikir Guru Negara.
Saka menatap Guru Negara dan
bertanya, "Guru, apa pendapatmu tentang tindakanku ini?"
"Tindakanmu merusak moral,"
jawab Guru Negara dalam benak.
Guru Negara berkata sambil tersenyum,
"
Tindakanmu sangat bagus, hanya saja
... Kita nggak boleh hanya melihat satu sisi dari keseluruhan seseorang. Bahkan
jika mereka adalah Enam Jalur Puncak Kematian atau pun warga Prastya, mungkin
mereka punya kelebihan ... "
"Kita bicarakan itu nanti!"
sela Saka.
Saka sama sekali tidak peduli. Lalu,
dia tiba-tiba berkata dengan gembira, "Oh ya, Guru. Kamu pernah bilang,
jika aku bisa membunuh warga Prastya, kamu akan memberiku hadiah. Hadiah apa
yang kamu siapkan untukku kali ini?"
"Apa aku harus memberimu
hadiah?"
"Apa aku begitu murahan?"
pikir Guru Negara.
Guru Negara sangat maran. Namun, dia
hanya bisa menggertakkan gigi dan memaksakan senyum. Lalu, dia berkata,
"Kamu telah berkontribusi bagi Negara Elang, kamu memang pantas diberi
hadiah. Aku sudah menyiapkan beberapa ..."
"Beberapa batu jiwa?" tanya
Saka dengan mata berbinar sebelum Guru Negara menyelesaikan ucapannya.
Guru Negara agak tertegun.
Tanpa menunggu dia menjawab, Saka
langsung berseru dengan gembira, "Terima kasih, Guru! Aku juga nggak akan
meminta terlalu banyak, kamu berikan tujuh atau delapan buah saja
untukku!"
Tujuh atau delapan buah batu jiwa?
Sudut mata Guru Negara berkedut lagi.
"Apa kamu bukan ingin
memberikanku batu jiwa?" tanya Saka.
Ekspresi Saka agak ragu, lalu dia
menambahkan," Tapi, kita sudah sepakat. Kamu juga nggak pernah mengingkari
janjimu padaku... "
Lelaki tua berwajah hitam itu terdiam
sejenak. Lalu, dia tersenyum dan berkata, "Nggak masalah. Bukankah itu
hanya batu jiwa? Aku tentu sudah menyiapkannya."
Sambil berbicara, dia menepuk tas
penyimpanan
Dia mengeluarkan dua batu jiwa dengan
sangat enggan.
Begitu dia mengeluarkannya, Saka
langsung mengambilnya, lalu menatapnya dengan bingung dan bertanya, "Guru,
kenapa hanya dua? Di mana yang lainnya?"
"Mengeluarkan dua batu jiwa saja
sudah membuatku sangat sedih. Kamu malah ingin tujuh atau delapan buah? Apa
kamu bermimpi?" pikir Guru Negara.
Namun, wajahnya menunjukkan senyum
lembut dan berkata dengan perlahan, "Kali ini aku hanya membawa dua. Jika
mau lebih, ikutlah denganku ke suatu tempat ... "
"Begitu ya..." gumam Saka.
Saka agak mengangguk, tetapi
tiba-tiba berkata, " Tunggu sebentar, aku akan menyembunyikan dua batu
jiwa ini terlebih dulu."
Guru Negara hendak mengatakan
sesuatu, tetapi Saka langsung mengambil dua batu jiwa dan pergi.
Menatap punggungnya yang menjauh,
ekspresi Guru Negara langsung menjadi dingin.
"Masih ingin menyembunyikan batu
jiwa?"
"Tunggu sampai kamu pergi ke
tempatku."
"Aku akan membuatmu mengembalikan
dua kali lipat dari yang kamu ambil!" pikir Guru Negara.
No comments: