Bab 768
Bagaimanapun juga, hubungan
persaudaraan di antara mereka tidak baik sama sekali.
Terlebih lagi Perusahaan Patera Akasia
adalah pesaing Grup Lesmana.
Nindi berkata dengan nada mencibir,
"Uang itu nggak ada di tanganku, percaya atau nggak terserah kamu!"
"Bagaimana aku bisa mempercayai
ucapanmu? Kalau nggak, bawa ayah Sania ke sini, aku akan bertanya
langsung."
Darren selalu curiga dan dia tidak
percaya apa yang dikatakan Nindi.
Kecuali dia bertanya sendiri.
Setelah mendengar itu, Sania
buru-buru berkata, " Benar, selama Kak Darren bertanya langsung pada
ayahku, Kak Darren pasti akan tahu keberadaan uang itu. Orang yang sangat takut
mati seperti ayahku pasti akan membocorkan keberadaan uang itu."
Setelah mendengar itu, Darren jadi
makin curiga pada Nindi.
Nindi maju dan menatap Sania.
"Ayahmu takut mati, ya? Tapi ayahmu sudah membunuh dua orang untukmu, apa
dia masih takut mati?"
"Apa yang kamu bicarakan?
Bagaimana mungkin ayahku membunuh untukku?"
Sania langsung ketakutan hingga
punggungnya berkeringat dingin, bagaimana Nindi, si jalang ini bisa tahu?
Mustahil!
Nando berkata dari samping,
"Nindi, kenapa kamu bilang begitu?"
"Nindi mengarang cerita, dia
berbohong!"
Sania saat ini sangat panik. Sejak
kapan Nindi, si jalang ini tahu jika ayahnya masih hidup?
Dia tidak ingin dipenjara.
Nindi menatap Nando. "Apa kamu
masih ingat dua orang anak buah Sania di Kota Antaram? Salah satunya bekerja
sama dengan Sania untuk mencontek ujian masuk perguruan tinggi dan akhirnya
bunuh diri. Sebenarnya dia dibunuh agar tutup mulut, biar dia nggak membocorkan
kecurangan seseorang."
"Nindi, kenapa kamu memfitnahku
seperti ini? Aku sama sekali nggak mencontek saat ujian masuk perguruan tinggi,
dialah yang menginginkan jawaban dan aku dengan baik hati memberikannya. Aku
adalah korban yang diseret olehnya. Dia bunuh diri karena merasa malu setelah
masalah ini terungkap, makanya dia bunuh diri."
Nindi tidak menghiraukan Sania.
Dia pun melanjutkan, "Ingat
kepala pelayan tua yang tidur dengan Sania? Dia akhirnya gantung diri di ruang
bawah tanah, sebenarnya dia juga dibunuh. Bagaimana mungkin orang licik seperti
kepala pelayan tua bunuh diri hanya karena masalah ini terungkap?"
Nindi melirik Sania.
"Bagaimanapun juga, apa yang dilakukan kepala pelayan tua itu sama sekali
bukan masalah yang serius. Bagaimana mungkin dia bunuh diri untuk menghindari
masalah ini? Kecuali ada orang yang ingin membunuhnya untuk membungkam dan
mencegah kepala pelayan tua mengatakan kebenaran tentang masalah ini."
Setelah mendengar itu, wajah Sania
pucat pasi karena panik. "Nggak seperti itu. Nindi, kamu
memfitnahku."
Nindi pun menatap Darren. "Kamu
tahu betul Sania mencontek saat ujian masuk universitas waktu itu atau
nggak."
Darren terdiam sejenak, tidak
berbicara.
Saat itu, tentu saja dia menyadari
bahwa Sania bersalah, tetapi Sania juga anggota keluarga Lesmana. Dia tidak
bisa mempermasalahkan kecurangan Sania, yang juga akan memengaruhi reputasi
keluarga Lesmana.
Maka dari itu, Darren mencari orang
untuk menyuap anak buah Sania, mencoba membuat mereka menanggung semua kesalahan.
Namun, siapa sangka jika gadis itu
akhirnya meninggal?.
Darren melihat ke arahnya. "Tapi
ini juga nggak bisa membuktikan kalau gadis itu nggak bunuh diri melainkan
dibunuh."
"Baiklah, kamu jelas tahu
bagaimana dengan urusan kepala pelayan tua itu 'kan? Jelas-jelas Sania dan
kepala pelayan tua bersekongkol untuk menjebakku, akibatnya malah senjata makan
tuan, dan dia sendiri yang terjebak. Kepala pelayan tua itu nggak pantas dihukum
mati 'kan?"
Sebenarnya Darren juga merasa ragu.
Dia merasa kematian kepala pelayan
itu terlalu mencurigakan, tetapi dia tidak menyelidikinya terlalu dalam, agar
tidak memengaruhi reputasi keluarga Lesmana.
Darren mengernyit. "Semua ini
hanya spekulasimu saja. Nggak ada bukti, 'kan?"
Sania menatap Darren dengan sedikit
gembira. "Kak Darren, Nindi memfitnahku. Aku sama sekali nggak melakukan
semua ini. Aku baru-baru ini menghubungi ayahku, dia memaksaku memberinya uang,
lalu memaksaku melakukan semua ini untuk mendapatkan uang. Dia sama sekali
nggak membunuh orang."
"Siapa bilang aku nggak punya
bukti?" balas Nindi dengan dingin.
No comments: