Bab 761
Sorot mata Nindi penuh ejekan,
membuat Darren sedikit tidak berani menatapnya.
Dia memalingkan wajah dan berkata,
"Kalau aku nggak bilang kayak itu, apa kamu mau kembali ke keluarga
Lesmana?"
"Iya, Nindi. Selama ini aku dan
Kak Darren sangat gelisah. Kami juga mau segera menyelidiki kebenaran
kecelakaan itu dan menghukum pelakunya. Banyak orang berarti banyak kekuatan, '
kan?"
"Berarti kalian nggak
mendapatkan apa-apa dari Sania ya?"
Nando menjawab dengan susah payah,
"Beberapa hari ini aku dan Kak Darren sibuk menangani urusan Grup Lesmana.
Bagaimanapun juga, setelah Sania mentransfer uang itu, perusahaan saat ini
mengalami kekurangan dana yang besar. Kami sedang mencari cara untuk mengumpulkan
dana dan membantu perusahaan melewati masa sulit ini."
Witan sangat terkejut saat mendengar
hal ini."Kak Nando, benarkah perusahaan benar-benar sedang krisis?
Penggelapan dana yang dilakukan Sania nggak mungkin berdampak sebesar ini untuk
perusahaan, 'kan? Bukankah keluarga kita cukup kaya?"
Darren tiba-tiba merasa sedikit
frustrasi. "
Perusahaan kita memang kaya, tapi
kekurangan arus kas. Karena Sania tiba-tiba menggelapkan uang sebesar itu, jadi
sulit untuk mengeluarkan uang tunai lainnya."
"Tapi uang perusahaan nggak cuma
itu saja. Harusnya masih ada cara lain, 'kan?"
"Perusahaan masih punya banyak
proyek yang masih berjalan. Kalau dana proyek lain juga kurang, semuanya bisa
bermasalah. Lama - lama jadi efek bola salju. Kalau terus seperti ini, Grup
Lesmana bisa bangkrut. Kamu ngerti nggak sih?"
Sekarang Darren juga sangat menyesal.
Kenapa dia begitu mempercayai Sania? Seharusnya dia mengirim seseorang untuk
mengawasinya, agar uang itu tidak digelapkan oleh Sania.
Mendengar perkataan kakaknya, Witan
juga langsung merasa sedikit gugup.
Jika Grup Lesmana benar-benar
bangkrut, apa yang akan dia makan dan minum di masa depan? Dia tidak ingin
hidup miskin.
"Kak Darren, apa yang harus kita
lakukan? Kamu harus cari solusinya."
"Diam kamu! Kalau nggak bisa
bantu, jangan malah menghambat di sini, apalagi ribut. Kalau bukan karena kamu
memaksa menikahi Sania, apa aku akan percaya banget sama dia?"
Darren juga sedikit menyalahkan
Witan.
Jika bukan karena Witan ingin
menikahi Sania, dia tidak akan begitu mudah memercayai Sania.
Wajah Witan langsung memerah, lalu
dengan marah berkata, "Apa maksudmu, Kak Darren? Apa kamu meremehkanku?
Apa maksudmu aku cuma bisa menghambat? Dulu, kalau saja kamu nggak lari dari
tanggung jawab dan membiarkan Nindi, gadis sialan itu, setuju agar dokter
melakukan amputasi kakiku, aku nggak akan jadi orang nggak berguna seperti
sekarang, yang cuma bisa menghabiskan sisa hidupku dengan duduk di kursi
roda!"
Darren langsung memeganginya dadanya
dan terduduk di sofa setelah mendengar tuduhan balik itu. Wajahnya seketika
tampak jauh lebih tua.
Perubahan yang terjadi pada keluarga
Lesmana baru -baru ini membuat Darren sangat pusing.
Nindi merasa puas melihat pemandangan
ini, akhirnya karma datang juga.
Nindi sengaja berkata, "Kak
Witan, ini salahmu. Meskipun dulu Kak Darren nggak sengaja membuat kakimu
diamputasi, tapi selama bertahun-tahun ini Kak Darren sudah cukup baik ke kamu,
'kan? Apa pun yang kamu inginkan selalu diberikan, apa pun yang ingin kamu lakukan
nggak pernah dia halangi."
"Itu karena dia berutang padaku!
Kalau bukan karena dia, apa aku akan menjadi cacat? Apa aku akan diejek oleh
wanita-wanita itu? Sania juga nggak akan meremehkanku."
Nando mengangkat tangannya dan
menampar Witan. "Siapa yang mengizinkanmu berbicara seperti itu?"
"Kak Nando, kenapa aku nggak
boleh meluapkan semua keluhan yang kualami selama bertahun-tahun ini? Kalau
bukan karena Kak Darren, bagaimana aku bisa jadi seperti ini?"
"Kakimu memang cacat, tapi
otakmu nggak. Selama bertahun-tahun ini kamu dengan tenang bermalas -malasan,
apa pun yang kamu mau Kak Darren kasih. Jelas-jelas kamu sendiri yang nggak
berguna, nggak becus melakukan apa pun, selalu rugi saat berinvestasi. Bahkan
kalau kakimu nggak diamputasi, kamu tetap nggak berguna."
Nando melihat dengan jelas, adik
kelimanya memang bukan orang yang cerdik.
Witan masih cukup menghormati Nando
karena sejak kecil Nando yang selalu merawatnya. Jadi, akhirnya dia hanya
marah-marah tanpa berkata apa pun.
Nando menoleh ke Nindi. "Nindi,
masalah itu sudah berlalu. Kak Darren tahu kalau dia sudah membuatmu menderita.
Sekarang kita juga tahu kebenarannya, dan kita juga mulai menerima hukuman.
Kami juga merasa nggak enak hati."
Apa Nindi tidak memahami perasaan
ini?
"Aku tahu, ini adalah karma
kalian."
Ekspresi Nindi begitu dingin.
Tatapannya tetap tajam, tanpa sedikitpun tergoyahkan oleh perkataan mereka.
Wajah Nando sedikit tidak enak
dilihat. Dia pun melanjutkan, "Aku cuma ingin tahu petunjuk apa yang kamu
dapatkan dari ayah Sania. Kalau buktinya kuat, kita bisa menggugat keluarga
Morris dan membuat mereka membayar konsekuensinya.
No comments: