Bab 242
Minda, nyonya Keluarga Halim,
mendorong Edward dan bertanya dengan gemetar, "Tuan Besar sudah ...
mati?"
Edward tampak ragu. Dia pun mendekati
ayahnya dengan hati-hati.
Begitu meletakkan tangannya di depan
hidung Thomas dan memastikan ayahnya tidak bernapas lagi.
Ada ekspresi lega di wajahnya!
"Sudah mati. Akhirnya mati
juga."
"Hahahaha. Bagus sekali! Bagus
sekali!"
"Mulai sekarang, Keluarga Halim
akan menjadi milikku!"
Putra sulung Keluarga Halim tertawa
keras, seakan-akan kehilangan akal sehat. Dia melambaikan tangannya dan
merayakan momen itu di depan tubuh Thomas.
Minda berkata dengan panik,
"Edward, kita pasti nggak bisa kabur dari masalah kematian ayahmu."
"Begitu mereka tahu kita yang
melakukannya, kita berdua pasti akan tanat."
Edward tersenyum sinis. "Apa
yang kamu takutkan? Aku bahkan berani melakukan hal berisiko seperti meracuni
ayahku, jadi mengapa aku harus takut orang menyelidikiku?"
"Ingatlah. Siapa pun yang
bertanya padamu, terutama para tetua, kamu harus bilang nggak tahu. Kamu
mengerti?"
Wajah Minda berubah pucat. Dia
berkata dengan takut-takut, "Tapi kalau hal ini ketahuan, bukankah kita
berdua akan... "
Edward mendengus dingin dan
menyelanya. "Dengarkan saja aku. Asal kamu mengikuti perintahku, nggak
akan terjadi apa-apa."
"Kita bisa dengan tegas
menyatakan ayahku meninggal mendadak karena bekerja terlalu keras dan nggak
punya waktu untuk beristirahat!"
"Lagian, selain kita berdua,
nggak ada orang lain di sini. Nggak akan ada yang tahu kalau ayahku mati karena
dibuat emosi oleh kita!"
Minda, nyonya Keluarga Halim, baru
merasa lega. Ada senyum yang muncul di wajahnya yang menawan.
"Edward, ayahmu sudah mati.
Mulai sekarang, Keluarga Halim akan diserahkan padamu."
"Ingat apa yang kamu janjikan
padaku sebelumnya. Kamu harus memperlakukanku dengan baik."
Melihat penampilan menggoda dari
wanita setengah baya yang punya wajah awet muda di depannya itu.
Hati Edward memanas. Dia dengan kasar
merobek piama sutra wanita itu, lalu berkata sambil tersenyum cabul, "
Jangan khawatir, Ibu. Ayahku sudah meninggal. Mulai sekarang, Keluarga Halim
ini akan menjadi milik kita berdua."
"Asalkan kamu patuh dan
melayaniku dengan baik, aku jamin kamu pasti akan menikmati kehidupan nyonya
besar yang sesungguhnya."
Minda memandangnya dengan tatapan
menggoda dan berkata dengan kesal, "Menyebalkan!"
Tak lama kemudian, terdengar suara
napas berat yang silih berganti di depan tubuh Thomas!
Keesokan harinya.
Rumah Sakit Perdana!
Begitu Nathan tiba, Tiara langsung
mencarinya.
"Nathan, Keluarga Halim dalam
masalah besar!"
Nathan mengangkat alisnya.
"Masalah besar? Apa Thomas sudah mati?"
Nathan hanya mengatakannya dengan
santai. Namun, Tiara tertegun dan bertanya, "Dari mana kamu tahu?"
Nathan tertegun.
Tak disangka, ternyata Thomas
benar-benar meninggal.
Namun berdasarkan kejadian kemarin,
meski nyawa Thomas tidak bisa bertahan lama lagi, dia juga tidak akan mati
secepat itu.
"Sekarang berita itu sudah
menyebar ke seluruh Beluno, "kata Tiara.
"Kepala Keluarga Halim meninggal
dunia. Perwakilan dari semua pihak akan datang untuk memberikan penghormatan
terakhir."
Nathan mengerutkan kening dan berkata
perlahan, " Sepertinya masalah ini nggak sederhana."
"Mungkin ada beberapa alasan
tersembunyi di balik kematian Thomas."
Mata Tiara berbinar. Dia mengangguk
berulang kali. " Kakekku juga bilang begitu."
Nathan terkejut. "Dokter
Bayu?"
"Kamu mungkin belum tahu.
Sebelum Thomas meninggal tadi malam, kakekku masih sempat ke kediaman Halim
untuk memeriksa kondisinya," kata Tiara.
"Tapi pagi ini, Keluarga Halim menyampaikan
berita bahwa Thomas telah meninggal dunia."
"Kakekku merasa sangat aneh
karena berdasarkan diagnosisnya terhadap kondisi Thomas tadi malam, meski
Thomas diam-diam diracuni, mustahil dia bisa meninggal secepat itu."
"Apalagi, tadi malam, kakekku
meninggalkan Pil Penyelamat Nyawa untuk Thomas sebelum pamitan. Kalau Thomas
meminumnya, dia nggak akan mati secepat itu."
No comments: