Bab 241
"Aku tahu kamu sangat marah dan
emosi saat ini. Kamu juga masih nggak paham."
"Tapi kamu tahu nggak, kamu itu
sudah seharusnya mati dari dulu. Kamu sudah begitu lama menjabat sebagai kepala
Keluarga Halim, tapi masih nggak berniat menyerahkannya padaku.'
Thomas tampak marah besar. Dia
langsung meraung, " Anak durhaka! Bajingan nggak berguna! Hanya karena
posisi kepala keluarga, kamu tega melakukan hal-hal yang kejam seperti ini?"
Ekspresi Edward tiba-tiba berubah
ganas. Dia menggertakkan giginya dan berkata, "Mengapa aku nggak boleh
melakukannya? Tahukah kamu, aku sudah menunggu posisi kepala keluarga ini
selama bertahun-tahun? Aku nggak ingin menunggu lebih lama lagi."
"Kalau kondisi tubuhmu masih
sehat dan kuat, aku juga nggak berani memimpikan posisi itu."
"Salahkan diri Ayah sendiri
karena berusia pendek. Ayah jelas-jelas sudah sekarat, tapi Ayah masih saja
enggan melepaskan posisi kepala keluarga. Tahukah Ayah betapa tersiksanya
aku?"
Thomas sama sekali tidak menyangka
kalau putranya sendiri mengharapkan dirinya cepat meninggal.
Yang lebih lucu lagi, Thomas justru
terus bekerja keras demi putranya selama ini, meskipun sedang sakit parah.
Thomas masih berpikir, jika dirinya
sudah mati nanti, setidaknya dia ingin meninggalkan Keluarga Halim yang utuh
pada putranya.
Hati Thomas merasakan kepedihan dan
juga emosi yang memuncak.
"Ka... kamu anak durhaka! Kamu
anak yang nggak tahu berterima kasih! Sialan!"
"Selama aku masih hidup, jangan
harap kamu bisa menduduki jabatan kepala keluarga!"
Sambil menutupi dadanya, Thomas
meraung terus-menerus.
Edward tersenyum sinis. Dia tidak
terlihat takut sedikit pun. "Ayah, apa kamu nggak tahu kalau kamu nggak
punya banyak waktu lagi?"
"Meski kamu nggak ingin
menyerahkan posisimu padaku, kamu juga nggak bisa berbuat apa-apa lagi."
"Menurutku, kita berdua juga
nggak perlu bertengkar. Kamu hanya perlu serahkan jabatan kepala keluarga
padaku dan memberiku kekuasaan untuk memobilisasi para pemimpin keluarga."
"Setelah itu, kamu bisa
menghabiskan hari-hari terakhirmu yang damai bersama Ibu sambil mengenang momen
indah kalian. Bukankah itu sangat bagus?"
Pft!
Lantaran terus-menerus terguncang,
Thomas tidak bisa menahannya lagi. Pria itu langsung memuntahkan darah hitam.
"Aku nggak... nggak akan
menyerahkan posisi kepala keluarga padamu...." ucap Thomas dengan lemah.
Dia terus berusaha keras menahan diri agar tidak pingsan.
Edward tidak patah semangat sama
sekali. Sebaliknya, ada ekspresi kegembiraan dan juga rasa lega yang muncul di
wajahnya.
Lantaran dia menyadari kalau ayahnya
sudah sekarat.
Hal pertama yang dia lakukan adalah
memastikan dirinya bahagia dan gembira.
Sambil memasang senyum cabul, Edward
menarik tangan ibu tirinya.
Di depan Thomas, dia sengaja memeluk
tubuh ibu tirinya dengan liar sambil mengejek ayahnya.
"Oh ya, Ayah, ada sesuatu yang
lupa aku ceritakan padamu. Ibu dan aku sudah bersama dari dulu."
"Belakangan ini, karena
kesehatanmu nggak begitu baik, kamu sering kali meninggalkan Ibu sendirian.
Sebagai putramu, aku merasa ini nggak adil bagi Ibu. Jadi, aku menggantikanmu
dan menjaganya dengan baik!"
"Ayah, kamu lihat. Putramu sudah
cukup baik hati, 'kan?
Selesai berbicara, terdengarlah
ledakan tawa yang tak terkendali, penuh ejekan dan cacian.
Saat melihat pasangan cabul dan
menjijikkan di depannya, mata Thomas langsung memerah.
Kebencian dan kemarahan dalam hatinya
telah mencapai puncak!
Dia mengangkat tangannya, bermaksud
memanggil master Keluarga Halim untuk mengeksekusi pasangan hina itu.
Namun, satu-satunya yang bisa keluar
dari mulutnya hanyalah suara dengungan, bagaikan suara bel yang rusak.
Setelah berteriak keras, bola mata
Thomas tampak berputar ke atas. Kakinya juga kejang-kejang, kemudian terjatuh
ke lantai.
Mati dengan mata terbuka!
No comments: