Bab 214
"Pesan dari Kak Nando. Katanya,
dia tahu kalau CCTV rusak dan akan membantuku menjelaskan semua ke polisi, tapi
aku nggak peduli!"
Keluarga Lesmana paling pandai
menggunakan sedikit kebaikan untuk membeli hati orang.
Dia tidak akan terpengaruh, apalagi
kembali seperti dulu.
Melihat tekadnya, Cakra tahu sosok
Nindi tidak mudah diintimidasi sekalipun tinggal sendiri di Kota Yunaria nanti.
Di ujung telepon, setelah Nando
mengirim pesan, dia coba untuk menelepon lagi.
Namun, tetap tidak ada yang
mengangkat.
Dia kira, usai mengirim pesan itu,
Nindi akan menjawab teleponnya dan mendengarkannya berbicara!
Ternyata, Nindi saja tidak mau
mengangkat teleponnya!
Darren mendengus dingin. Dia berkata,
" Bagaimana? Apakah Nindi begitu takut sampai nggak berani angkat
telepon?"
"Kak, Nindi bukan orang seperti
itu. Lagi pula, dalam situasi saat itu, kita nggak bisa menyalahkan Nindi cuma
karena mendengar Sania."
"Nando, aku rasa kamu sudah
dicuci otak oleh Nindi. Sania sudah terluka seperti ini, kamu masih bilang
Nindi nggak salah? Aku sampai curiga CCTV rusak karena ulah Nindi!"
Darren sempat berpikir, CCTV bisa
membuktikan semuanya.
Siapa sangka, CCTV-nya justru rusak.
Sania batuk pelan dengan sengaja.
"Kak, sudahlah. Aku juga nggak mau melanjutkan masalah ini."
Dalam hatinya, dia bersorak senang.
Untung saja CCTV rusak.
Dia sungguh beruntung. 2
Bahkan, dia telah memikirkan caranya
membela diri. Kenyataannya, tidak perlu.
Jika masalah ini terus diselidiki,
bagaimana kalau data CCTV sudah berhasil dipulihkan? Dia tidak bisa mengambil
risiko!
Melihat sikap Sania yang begitu
pengertian, Darren tampak puas saat berkata, "Kamu memang terlalu baik
hati."
Bagaimanapun juga, Nando tetap
meragu. "Sania, apa benar Nindi yang mendorongmu jatuh dari tangga?"
Sania agak gugup. "Ya,
benar," jawabnya.
"Tapi, dari penjelasan kalian,
Nindi ada di bawah tangga, sementara kamu berdiri di atas. Bagaimana dia bisa
mendorongmu jatuh dari tangga?"
Hal ini sama sekali tidak masuk akal.
Sania menundukkan kepala dengan
gugup. "Kak Nando, saat itu, aku cuma mau menasihati Nindi, tapi dia
terlalu emosional dan menarikku. Jadi, aku jatuh."
"Bukannya kamu bilang Nindi
mendorongmu jatuh dari tangga?"
Kalau dia hanya menarik, mengapa
Sania tidak menggunakan kata "menarik"?
Ucapan Sania jelas tidak logis!
Sania langsung panik, takut
kebohongannya terbongkar. Dia mulai batuk-batuk dengan keras untuk mengalihkan
perhatian.
Darren menyela, "Nando, kenapa
kamu menginterogasi seperti ini? Macam lagi memeriksa seorang tersangka."
"Aku cuma mau cari tahu
kebenarannya!"
"Mereka bertengkar, saling
tarik-menarik sedikit, apakah ini belum jelas?"
Nando merasa lelah. "Kak, bukan
begitu. Kamu nggak bisa langsung menyalahkan Nindi."
"Sudahlah, sudahlah. Kamu sudah
dicuci otak sama Nindi, bahkan membiarkannya sampai terlalu manja."
Nando keluar dari ruang perawatan
dengan marah, menarik kerah bajunya. Dia kesal dan frustrasi.
Mengapa kakak sulungnya tidak mau
memercayainya?
Baru sekarang, dia menyadari Sania
punya banyak rencana licik, tidak sepolos kelihatannya.
Namun, ketika mengingat bagaimana
dirinya dulu pernah bersikap seperti itu pada Nindi, dia mulai mengerti.
Tidak heran adik perempuannya begitu
tegas perihal meninggalkan keluarga Lesmana.
Nando mengeluarkan ponselnya,
berpikir sejenak, lalu mengirim pesan. "Nindi, nanti kalau kamu tinggal
sendirian di Kota Yunaria, kamu selalu bisa mencariku kalau ada masalah."
Ponsel Nindi kembali berbunyi.
Dia sama sekali tidak membacanya.
Kini, pikirannya sedang campur aduk.
Ketika di restoran tadi dan Cakra
sedang menutupi telinga, hatinya tiba-tiba berdegap kencang.
Sekarang, dia sudah kuliah.
Seharusnya, dia bisa menggapai kisah asmaranya sendiri, 'kan?
Cakra tersadar, Nindi tampak melamun.
"Kamu lagi berpikir apa?"
Nindi agak gugup saat bertanya,
"Apa kamu ke Kota Yunaria untuk menemui pacarmu?"
No comments: