Bangkit dari Luka ~ Bab 722

Bab 722

 

Tak lama kemudian, Sania berteriak dari lantai dua. " Nindi, kamu apa-apaan sih?! Sudah gila, ya?!"

 

Dengan tangan penuh barang, Nindi melemparkan semuanya ke luar jendela, termasuk perhiasan-perhiasan itu.

 

Sania tampak begitu sedih menyaksikan hal itu, lalu berkata, "Nindi, kamu tahu nggak harga perhiasan ini? Kamu harus ganti rugi!"

 

Tanpa ragu, Nindi memberikan tamparan kepada Sania. "Dulu kamar ini punya orang tuaku. Selama ini nggak ada yang berani menyentuhnya. Kamu dengan nggak tahu malu, berani pakai buat kamar pengantin?!"

 

Rasa ingin membunuh Sania pun kini muncul dalam benak Nindi.

 

Sesampainya di lantai atas, dia melihat seorang pembantu keluar dari kamar itu. Dia merasa ada yang janggal, dan dalam hatinya berpikir bahwa Darren pasti tidak akan menyetujui hal ini.

 

Ternyata, begitu pintu terbuka, dia mendapati dekorasi serba merah di dalamnya, termasuk gaun pengantin yang tergantung rapi di sana.

 

Begitu melihatnya sekilas, amarah Nindi langsung membuncah, dia sungguh ingin menghancurkan semuanya.

 

Tanpa pikir panjang, Nindi meraih gunting dan merobek habis gaun pengantin itu.

 

Sania tampak begitu marah hingga matanya memerah. "Ini gaun pengantinku! Dibuat khusus, tahu! Memangnya kamu bisa ganti rugi, hah?!"

 

Nindi mendorong Sania ke arah samping, kemudian melemparkan gaun pengantin itu ke lantai.

 

Jika ada yang mencoba menghentikannya, dia akan menghajarnya tanpa ampun.

 

Setelah berlatih cukup lama. kemampuan bertarung Nindi meningkat pesat.

 

Nando segera datang setelah mendengar kegaduhan. Saat melihat ruangan yang berantakan, dia langsung berseru dengan lantang. "Cukup! Kalian mau bikin kacau, ya?!"

 

Sania marah sekaligus sedih. "Kak Nando, kamu lihat sendiri, 'kan? Nindi buang semua barang-barangku, terus rusak gaun pengantinku juga!"

 

Dia menyiapkan segalanya dengan begitu teliti, bahkan semuanya merupakan barang-barang mewah.

 

Meskipun pernikahan ini tidak akan bertahan lama, perhiasan dan barang-barang merah ini adalah miliknya.

 

1

 

Nando menatap Nindi. "Aku tahu kamu marah, tapi seenggaknya cari tahu dulu alasannya. Besok 'kan hari pernikahan, bakal banyak kamu yang datang buat melihat!"

 

Nindi mencibir dengan tertawa sinis. "Kalau sudah tahu aku bakal marah, kalian semua diam saja gitu?! Nggak ada yang tahu siapa yang pernah tinggal di kamar ini apa?!"

 

Nando terdiam sesaat sebelum menjawab. "Aku sudah berusaha membujuk Kak Darren, tapi dia bilang orang yang sudah meninggal nggak akan hidup lagi. Kamar ini juga dipakai sementara buat Sania dan yang lain buat kamar pengantin, karena cuma ruangan ini yang cukup besar."

 

Sebenarnya, Darren melakukan ini karena Direktur PZ Grup akan datang.

 

Justru karena itu, orang-orang terhormat yang juga akan hadir, sehingga pernikahan ini tidak boleh terlihat terlalu sederhana. Oleh sebab itu, sementara kamar ini diberikan untuk digunakan oleh Sania.

 

Sania berkata dengan suara parau. "Iya, aku cuma pakai sementara kok. Besok setelah pernikahan selesai, aku langsung pindah dari sini."

 

Meskipun dalam hati Sania sebenarnya tidak ingin pindah, saat ini dia terpaksa menimpakan kesalahan kepada Nindi. Oleh karena itu, dia hanya dapat berkata begitu agar rencananya berhasil.

 

Nindi langsung melempar barang itu ke arah Sania. " Kalau berani ngomong lagi, percaya atau nggak aku bakal usir kamu sekarang juga! Jangan harap bisa adain pernikahan!"

 

Sania segera bersembunyi di belakang Nando. "Kak Nando, tolongin aku!"

 

Nando berdiri di depan untuk melindungi Sania." Cepat keluar, biar aku yang urus masalah ini."

 

Meskipun Sania merasa enggan, día tetap pergi dengan penuh amarah. Dia harus memberitahukan Darren mengenai masalah ini agar dapat mengambil tindakan.

 

Setelah semua orang pergi, ruangan itu terasa hening.

 

Nindi terduduk di lantai dengan ekspresi pilu. "

 

Kalian keterlaluan! Dari dulu kalian selalu menyalahkanku atas kematian Ayah dan Ibu, tapi kalian beneran peduli sama mereka nggak sih?"

 

Witan sangat terobsesi dengan Sania, sehingga hanya wanita itu yang ada di pikirannya.

 

Darren hanya mementingkan keuntungan belaka, tanpa memperdulikan hal semacam ini.

 

Sementara Nando, orang yang suka menengahi, menurutnya tinggal dua hari di kamar ini bukanlah masalah besar.

 

Nindi merasakan sakit yang menghujam hatinya, seolah-olah ada sesuatu yang menikamnya tanpa ampun, membuatnya begitu menderita hingga rasanya ingin mati.

 

Nando menatap ekspresi Nindi dan terdiam cukup lama tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

 

Dia akhirnya berbicara dengan suara lirih. "Ini salahku, aku nggak bisa mencegah Kak Darren. Aku juga nggak nyangka kamu bakal semarah ini!"

 

Nindi hanya terduduk diam di lantai, tenggelam dalam lamunannya.

 

Nando tidak tahu harus mengatakan apa dan hanya terus menemaninya.

 

Tiba-tiba, terdengar suara dentuman keras, membuat pintu kamar itu ditendang hingga terbuka.

 

Darren masuk dengan penuh amarah. "Nindi, kamu pikir dengan bergantung sama keluarga Julian, kamu bisa berbuat seenaknya di rumah ini?"

 

"Kak Darren, Nindi marah begini juga karena masalah Ayah dan Ibu," ucap Nando.

 

Darren mendengus dengan kesal. "Dia yang bikin Ayah dan Ibu meninggal, memangnya dia berhak buat marah?"

 

Nindi perlahan berdiri dari duduknya, nada bicaranya terdengar sendu. "Aku semalam juga mimpi, teringat lagi kejadian hari kecelakaan itu, dan juga wajah orang yang menyelamatkanku."

 

Nindi lantas menatap Sania dengan sorot mata yang gelap pekat.

 

Bab Lengkap

Bangkit dari Luka ~ Bab 722 Bangkit dari Luka ~ Bab 722 Reviewed by Novel Terjemahan Indonesia on June 04, 2025 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.