Bab 724
"Nindi, jangan asal ngomong!
Kamu pikir aku nggak tahu kamu mikir apa? Aku bakal cari buktinya, tapi coba
lihat dulu ulahmu hari ini!" ucap Darren.
Nada bicara Darren terdengar penuh
amarah saat melihat kamar yang berantakan itu.
Nindi menendang benda benda di
sampingnya hingga terlempar "Aku juga penasaran, kamu ungkit soal orang
tua kita buat menekanku, tapi sekarang apa? Kamar mereka kamu kasih buat orang
lain. Masih punya hati nggak?"
"Cuma pinjam semalam kok, biar
nggak bikin malu di depan tamu. Emang kenapa sih?" ucap Darren.
Menurut Darren, tidak ada yang perlu
dipermasalahkan Terlebih lagi, Sania berhasil menjalin kerja sama dengan pihak
PZ Grup, bahkan dapat mengundang CEO PZ Grup untuk datang ke pesta pernikahan
Ini semua berkat usaha Sania.
Nindi melangkah maju selangkah, sorot
matanya tajam dan menekan. "Ini kamar orang tua kita. Siapa pun nggak ada
yang boleh menyentuhnya, apalagi Sania, dia nggak punya hak!"
"Tapi, Sania sudah banyak
berkorban buat keluarga Lesmana ini, terus kamu apa? Bisanya cuma bikin onar
saja!" ucap Darren.
"Kamu 'kan sudah ngomong begitu,
masa aku diam saja? Nanti kesannya aku nggak menghargai omonganmu," ucap
Nindi
Nindi menatap seisi ruangan.
"Beresin semua ini sekarang juga! Kalau nggak, silakan pergi dari
sini!"
"Yang harusnya pergi itu
kamu!" ucap Darren.
"Tuan Darren, ingat ya, vila ini
sudah atas namaku. Rumah ini milik aku, jadi sekarang semua keputusan ada di
tanganku!" ucap Nindi.
Nindi tidak bergeming sedikit pun,
dengan tatapan yang sangat angkuh.
Darren seketika diliputi amarah
hingga nyaris ingin memukul seseorang, tetapi Nando segera menahannya.
"Kak Darren, kamu mau apa hah? Hentikan!"
"Lepasin aku! Kamu nggak dengar
tuh si Nindi ngomong apa barusan? Memangnya pantas ngomong kayak begitu?"
ucap Darren.
Darren begitu marah hingga seluruh
tubuhnya terasa tidak nyaman.
"Kak Darren, kamu juga salah.
Kamu kasih kamar orang tua kita ke Sania cuma demi keuntungan. Kamu masih
anggap mereka penting nggak sih?" tanya Nando.
"Tapi 'kan mereka sudah lama
meninggal, terus mereka pernah ngelakuin apa buat aku?" ucap Darren
Emosi Darren sangat tidak stabil.
"Aku sudah bertaruh semuanya demi proyek kali ini. Walau Nindi punya
dukungan dari keluarga Julian, tapi mereka juga nggak bakal bisa kuasai seluruh
pasar."
Terlebih lagi, dengan keberadaan
perusahaan besar berskala internasional seperti PZ Grup. Saat itu tiba, Lesmana
Grup dapat menempuh jalur ekspansi ke luar negeri dan tetap memperoleh
keuntungan.
Peluang usaha ini sangat menjanjikan,
sehingga tidak sedikit pihak yang mencoba berbagai cara untuk turut memperoleh
keuntungan.
Darren menatap Nindi dengan dingin.
"Aku bakal suruh orang buat beresin kamar ini. Jangan sampai bikin masalah
lagi."
Darren beranjak dari sana dengan
penuh amarah.
Nando menghela napas dan berkata.
"Nindi, aku bakal awasin kamar ini sampai semuanya beres. Kali ini kamu
yang menang."
"Aku menang?" tanya Nindi.
Nindi menatap Nando dengan sorot mata
penuh sindiran. "Iya juga sih, kalian semua sudah kalah. Kalau nanti
kalian tahu kebenarannya, kalian mungkin bakal malu di depan makam orang tua
kita!
"Nindi, jujur deh sama aku, kamu
beneran sudah ingat sesuatu, ya?" tanya Nando.
Nindi menatap dengan dingin.
"Iya."
"Dari omonganmu barusan, mana
yang beneran?" tanya Nando.
Nando pun tampak sedikit gelisah.
Sekiranya perkataan Nindi barusan benar adanya, berarti ada sesuatu yang
disembunyikan di balik kecelakaan itu.
Ayahnya Sania pun memiliki andil
dalam masalah ini.
Nindi berbalik dan berkata dengan
nada dingin. " Tunggu saja, nanti juga kalian bakalan tahu."
Hari itu tidak akan lama lagi
Nando sebenarnya masih ingin bertanya
lebih lanjut, tetapi pelayan sudah masuk ke dalam ruangan itu. Demi mencegah
agar tidak terdengar orang lain, dia pun mengurungkan niatnya untuk bertanya.
Nindi mendapati seluruh barang di
kamar telah dipindahkan, dan semua barang lama dibawa kembali ke tempat semula.
Nindi menatap perabotan itu cukup
lama, beberapa di antaranya bahkan rusak akibat proses pemindahan kali ini.
Nindi menyentuh meja rias itu
perlahan, lalu menatap retakan di atas lemari. Hatinya terasa sesak dan tidak
nyaman.
Orang-orang yang telah berpulang,
jejak keberadaan mereka akan perlahan menghilang seiring waktu. Pada akhirnya,
mereka akan 'mati' untuk kedua kalinya, yakni ketika mereka lenyap dari ingatan
semua orang.
Nindi berbicara perlahan. "Ayah,
Ibu, besok aku bakal balas semua perbuatan mereka ke kalian." Dia telah
menantikan hari itu cukup lama.
No comments: