Bab 725
Nindi berada di kamar orang tuanya
untuk beberapa saat, barulah dia keluar dan menutup pintunya dengan rapat
Dia mendengar suara tangis dan
teriakan Sania dari arah sana, jelas sekali bahwa dia tidak menyetujui perihal
pertukaran kamar
Nindi dalam suasana hati yang cukup
baik.
Bagaimanapun juga, selama perempuan
licik merasa kesal, dia justru merasa puas
Nindi menatap dengan sorot mata
dingin, esok perempuan licik itu tidak akan bisa tersenyum lagi.
Dia lantas berbalik dan kembali ke
kamarnya, bahkan mengunci pintu dari dalam.
Setelah Nindi memeriksa seisi ruangan
dan memastikan tidak ada alat pemantau, barulah dia merasa tenang dan
menghubungi Mia. "Semuanya sudah siap, 'kan? Besok Kak Darren bakal kirim
uangnya."
"Semuanya sudah siap, begitu
Sania mulai pakai uang perusahaan, kita bisa melacak lewat rekeningnya dan
tangkap pelakunya," ucap Mia
"Bagus, besok CEO PZ Grup juga
bakal datang. Dia orang yang misterius banget, jadi mumpung ada kesempatan,
kita bisa menyelidikinya dengan baik," balas Nindi.
"Beneran? Wah, ini kabar bagus.
Nanti aku lapor dulu ke Pak Cakra, lalu mengurus semuanya," ucap Mia
Begitu lawan bicaranya menyebut nama
'Cakra', dia sempat termenung sejenak, lalu berkata, "Oke."
Terlepas dari segalanya, dia memang
tidak pernah bermaksud menyembunyikan hal semacam ini dari Cakra.
Dengan adanya bantuan dari Cakra,
segala sesuatunya tentu dapat diselesaikan dengan lebih efisien dan memberikan
dampak yang lebih baik.
Setelah mengakhiri panggilan telepon,
Nindi menatap ke arah langit-langit
Keesokan harinya, Nindi bangun dari
tidurnya cukup siang
Suara riuh terdengar dari luar.
Setelah selesai berganti pakaian, Nindi turun ke lantai bawah. Di aula utama,
sejumlah gaun pengantin terpajang rapih di sana.
Sania menampilkan ekspresi tegang.
"Ini cuma gaun dari studio foto, bukan gaun pengantin yang aku pesan
khusus. Kalau sampai teman-temanku lihat, aku pasti diketawain."
Sania merasa kesal sepanjang malam,
sehingga tidak tidur dengan nyenyak
Gaun yang dirusak oleh Nindi adalah
gaun pengantin yang dipesan secara khusus, dan jika direnungkan, rasanya sungguh
menyayat hati
Witan yang berada di samping Sania,
tampak membujuk wanita itu. "Sania, aku sudah suruh orang buat cari, tapi
karena waktunya mepet, jadi belum tentu dapat. Kamu pilih gaun yang ada dulu
ini buat cadangan, ya."
"Aku nggak mau, kelihatan
murahan banget! Nggak sebanding sama statusku!" ujar Sania.
Sania terlanjur membual sejak lama.
Semua orang tahu bahwa dia akan mengenakan gaun pengantin yang dipesan khusus.
Namun, jika hari ini dia tidak mengenakannya, bukankah itu akan sangat memalukan?
Darren berkata dengan nada dingin.
"Jangan bertingkah kekanak kanakan, waktunya sudah mepet. Kukira kamu
lebih dewasa dari Nindi."
Sania merasa sangat geram, karena
untuk pertama kalinya dia berada di pihak yang dirugikan!
Situasi ini sama sekali berbeda dari
sebelumnya.
Sania dengan cepat menyadari
kehadiran Nindi, langsung berseru keras. "Ini salah seseorang, kok! Nggak
bolehin aku tinggal di kamar itu, tapi harus banget hancurin gaun pengantinku
juga, ya?!"
Setelah menoleh dan melihat Nindi, Witan
segera marah besar. "Nindi, masih berani muncul di sini, ya? Kamu yang
bikin masalah, kamu yang beresin juga dong!"
"Sialan!"
Nindi menghampiri, tanpa ragu
melemparkan semua barang yang berada di atas sofa ke lantai, dan kemudian duduk
di sana.
Sania segera melontarkan
ketidaksukaannya. "Itu semua barangku!"
"Nindi, kamu buta, ya? Main
lempar barang seenaknya begitu ke lantai!"
Nindi hanya melirik sekilas ke arah
Witan. "Semua yang ada di vila ini milikku, terserah aku mau duduk di
mana. Kalau nggak terima, pintu ada di sana, silakan pergi "
Ekspresi wajah Witan berubah akibat
amarah yang memuncak.
Sania lantas menangis terisak.
"Kak Witan, ini pernikahan yang sangat menyedihkan."
Witan menunjuk hidung Nindi dan
berkata dengan penuh amarah. "Kamu yang bikin semuanya hancur, kamu harus
tanggung jawab!"
Nando datang menghampiri mereka.
"Sudah nggak ada waktu, ribut apa lagi sih?"
"Kak Nando, Nindi dekat sama
Tuan Muda keluarga Julian, 'kan? Dengan koneksi yang mereka punya, harusnya
bisa cari gaun pengantin edisi terbatas, ' kan?" ucap Witan.
Mendengar hal itu, ekspresi Sania
seketika berubah penuh harap. "Iya benar, kalau Tuan Muda keluarga Julian
mau turun tangan, masalah kayak begini harusnya mudah, 'kan."
Nando terdiam sejenak, lalu menengadah
dan menatap Nindi. "Nindi, gimana kalau kamu yang ngomong ke Tuan Muda
keluarga Julian itu?"
Setetika, Nindi tertawa
terbahak-bahak, sorot matanya penuh dengan sindiran.
Dia lantas menjawab. "Kenapa
aku? Kalian yang dari awal mau rebut kamar orang tuaku, sudah tahu aku orangnya
gimana, tapi masih berani cari masalah. Ya ini akibatnya!"
Sania menunduk sambil menangis lirih
tanpa isakan, dalam hatinya, dia memaki Nindi berkali-kali. Dia menyalahkan
pembantu yang masuk ke kamar itu dan justru ketahuan oleh Nindi.
No comments: