Bangkit dari Luka ~ Bab 742

Bab 742

 

"Belum sempat diinterogasi, masih fokus cari orangnya."

 

Cakra menatapnya, "Tapi karena kamu sudah datang, kita bisa mulai tanya saja."

 

Sebenarnya, Cakra memang menunggu Nindi sejak tadi. Dia ingin menanyakan semua ini langsung di hadapan Nindi.

 

Cakra melirik pria yang duduk di sisi ruangan, lalu mencabut penutup mata dan kain yang membungkam mulut pria itu.

 

Begitu pria itu membuka mata dan melihat Nindi, raut wajahnya langsung berubah drastis.

 

Nindi mendekat, "Kamu mengenalku, 'kan?"

 

"Aku.. Aku nggak kenal kamu."

 

"Kamu masih mau menyangkal? Kamu pernah menyusup ke vila keluarga Lesmana. Kamu juga yang membunuh kepala pelayan itu."

 

Pria paruh baya itu mulai panik.

 

"Kamu bahkan bertemu Sania. Kamu pamannya, ' kan!"

 

Nindi menatap pria itu tajam, "Di mana ayahnya Sania sekarang?"

 

"Aku nggak tahu apa yang kamu bilang. Ayahnya Sania kan sudah meninggal."

 

"Kalau begitu, siapa yang hari ini kerja sama dengan kamu?"

 

Nindi terus mendesak, tetapi pria itu hanya menunduk dalam diam, enggan mengeluarkan sepatah kata pun.

 

Cakra menarik tangan Nindi, "Kamu nggak perlu turun tangan buat interogasi. Orang-orangku yang bakal mengurusnya, ayo."

 

Dia menggandeng Nindi keluar.

 

Bagaimanapun juga, proses interogasi kadang bisa jadi terlalu brutal. Tak cocok jika Nindi menyaksikannya secara langsung.

 

Tak lama kemudian, Nindi mendengar jeritan kesakitan, tetapi suara itu segera teredam hingga keadaan sunyi kembali.

 

Cakra masih menggenggam tangan Nindi. Dia bisa merasakan betapa dinginnya telapak tangan Nindi, lalu berkata penuh perhatian, "Kita pasti bisa menemukannya."

 

"Tapi sekarang mereka sudah ketahuan, pasti nggak akan semudah itu buat muncul lagi."

 

Nindi mulai gelisah sekaligus frustasi. Dia sudah menunggu momen ini begitu lama, tetapi orang itu masih saja berhasil kabur.

 

Dia hanya merasa begitu tertekan!

 

Mengapa masih saja tak berhasil menangkapnya ?

 

Cakra memeluk Nindi, mencoba menenangkan, " Kalau kehabisan uang, cepat atau lambat dia pasti keluar, 'kan?Apalagi paman Sania itu pasti tahu banyak rahasianya. Kita pasti bisa gali semuanya dari dia,"

 

Nindi bersandar di dadanya, telinganya menangkap jelas degup jantung pria itu.

 

Nindi perlahan mulai tenang. Dia menyadari jika dirinya tadi memang terlalu terburu-buru.

 

Karena sejak awal dia berharap bahwa hari ini ayah Sania akan tertangkap!

 

Ada benarnya juga, sang lawan telah bersembunyi selama bertahun-tahun. Jika memang semudah itu menangkapnya, kejadian tabrakan bertahun-tahun lalu pasti takkan pernah terjadi.

 

Beberapa saat kemudian, Mia keluar dari dalam ruangan, "Orangnya sudah pingsan. Tapi mulutnya terkunci rapat. Jadi, belum bisa menggali apa pun dulu."

 

Cakra menyipitkan mata dengan dingin, "Kalau begitu, bawa dia dan interogasi pelahan-lahan."

 

Barulah saat itu Nindi melepaskan diri dari pelukan Cakra. Dia menatap Mia penuh ketegasan, "

 

Pokoknya harus digali sampai terbongkar semuanya.

 

"Tenang saja, Nona Nindi. Selama sudah kita tangkap, cepat atau lambat dia pasti bicara. Apalagi orang ini memang punya kebiasaan berjudi dan banyak utang."

 

Nindi sudah tahu bahwa Ayah dan paman Sania sama -sama punya tabiat berjudi.

 

Kemungkinan besar karena itulah mereka bisa dibeli oleh keluarga Morris dengan mudah.

 

Mia keluar bersama beberapa orang, lalu menyeret pria paruh baya itu masuk ke dalam mobil dan membawanya pergi.

 

Nindi menatap Cakra, "Tapi sekarang keluarga Lesmana sudah tahu soal ini, termasuk Sania, meskipun dia nggak mau ngaku."

 

"Kalau begitu, bilang saja apa adanya pada mereka. Masalahnya sudah sejauh ini, nggak perlu lagi ditutup-tutupi. Justru kamu bisa lihat nanti bagaimana sikap mereka ke Sania. Siapa tahu wanita licik itu akhirnya malah bilang sesuatu yang berguna."

 

"Benar juga."

 

Dia lalu menoleh ke arah samping.

 

Darren dan Nando berdiri agak jauh dari sana, dengan ekspresi penuh kecemasan.

 

Nindi langsung mendekat. Nando pun buru-buru berkata, "Nindi, bagaimana hasilnya? Pria yang dibawa pergi tadi ayah Sania, 'kan?"

 

Nindi menatap mereka dingin, "Benar, itu ayah Sania."

 

Día ingin sekali melihat kehancuran pada wajah mereka.

 

Bab Lengkap

Bangkit dari Luka ~ Bab 742 Bangkit dari Luka ~ Bab 742 Reviewed by Novel Terjemahan Indonesia on June 13, 2025 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.