Bab 2663
"Prastya adalah musuh kita.
Berhubungan dengan mereka bisa menimbulkan masalah... Tapi mereka menawarkan
dua Batu Jiwa sebagai ganti ..." ujar seorang pelayan dengan hati-hati.
Ardion sedikit terkejut. "Dua
Batu Jiwa? Tawaran yang besar," balasnya.
"Benar, Yang Mulia..."
Pelayan itu menelan ludah sebelum
melanjutkan, " Mereka hanya punya satu permintaan. Setelah Saka ditangkap,
izinkan mereka berbicara dengannya,"
Ardion terdiam sejenak, merenung.
"Mereka juga mengincar Teknik Penerobos Surgawi di tubuh Saka?
"tanyanya.
"Bukan itu, Yang Mulia."
Pelayan itu menjelaskan dengan suara pelan, "Tokoh besar dalam rombongan
Prastya sepertinya tertarik pada Saka. Mereka hanya ingin bertemu dan berbicara
dengannya..."
Ardion berpikir sejenak, lalu
mendadak dia tertawa kecil. "Baiklah, suruh mereka masuk," ujarnya.
Tak lama kemudian, seorang wanita
dengan wajah tersembunyi di balik kerudung tipis melangkah mendekat.
Tubuhnya ramping anggun, auranya
memancarkan kemewahan dan kebangsawanan. Meski wajahnya tak terlihat jelas,
alisnya menunjukkan ketegasan dan kecerdasan.
Di sisinya, berdiri seorang lelaki
tua berkulit legam.
"Silakan perkenalkan
dirimu," sambut Ardion sambil berjalan maju, menampilkan senyum formal.
Wanita itu menatapnya dengan tatapan
dingin tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Hanya sedikit mengangguk.
Sikap itu membuat alis Ardion
berkerut samar, ada ketidaksenangan dalam hatinya.
Namun, sebelum dia bisa mengatakan
sesuatu, lelaki tua di sisi wanita itu melangkah maju dan menyodorkan dua Batu
Jiwa. Dengan bahasa yang terbata-bata, dia berkata sambil tersenyum, "Nona
kami kurang pandai berbicara, mohon Yang Mulia memakluminya."
Seketika, dua Batu Jiwa diangkat ke
hadapan Ardion. Mata Ardion sedikit berbinar. Senyum tipis muncul di wajahnya
saat membalas, "Bukan masalah."
Tangannya mulai terulur untuk
mengambilnya
Namun, lelaki tua itu dengan santai
menarik kembali Batu Jiwa itu dan tersenyum licik. "Kami akan
menyerahkannya setelah kami bertemu Saka," ujarnya.
Ardion tertawa kecil sambil
menggeleng. Tatapannya kemudian beralih ke wanita berkerudung itu. Dengan
senyum penuh arti, dia berkata, "Jadi, sang Dewi ingin bertemu Saka?"
Wanita bertopeng itu sedikit
mengangguk.
"Kamu benar-benar yakin bisa
menangkap Saka?" tanya lelaki tua itu dengan nada tak sabar, matanya
menatap tajam ke arah Ardion.
Ardion terkekeh kecil. "Tentu
saja," balasnya.
Seorang pengawalnya yang berdiri di
dekatnya langsung mengernyit dan berkata dingin, "Begitu Yang Mulia turun
tangan, tak akan ada celah untuk gagal. Untuk apa meragukannya?"
Lelaki tua itu menghela napas panjang
dan menoleh ke wanita bertopeng, wajahnya menampakkan senyum lebar.
"Akhirnya, dewi kami bisa mendapatkan apa yang diinginkannya,"
ujarnya.
"Jadi, kalian sudah pernah
bertemu Saka sebelumnya?" ujar Ardion menyipitkan mata, alisnya sedikit
terangkat.
"Hanya sekali," balas
lelaki tua itu sambil tertawa getir. "Tapi dia memandang rendah
kami."
Dia terkekeh pelan sebelum
melanjutkan, "Tapi kali ini, berkat Yang Mulia yang turun tangan, dia
pasti nggak berkutik. Jika bukan karenamu, dia mungkin nggak akan sudi melirik
kami sekalipun."
Ardion mendengus dan berkata,
"Apa hebatnya dia? Pada akhirnya, dia hanya seorang pemberontak bodoh yang
terlalu percaya diri. Dengan sekali gerakan, aku bisa menangkapnya dengan
mudah."
Mendengar itu, lelaki tua itu hanya
tersenyum makin lebar, mengangguk berulang kali. Namun, di balik matanya yang
menyipit, ada secercah sinisme yang tak bisa disembunyikan.
Sementara itu, wanita berkerudung
yang sejak tadi diam, tiba-tiba berbicara dengan suara tenang, " Aku bisa
menerima kalau dia disebut sombong. Tapi, kamu bilang dia bisa ditangkap dengan
mudah?"
Ardion menyipitkan mata,
ketidaksenangan mulai tampak di wajahnya. "Kamu punya pendapat lain,
Dewi?"
Wanita itu tetap tenang. Tatapannya
sedikit terangkat, menatap pintu masuk ruangan. Sorot matanya yang jernih
tampak mengandung secercah... ekspektasi.
"Saka kenapa belum datang?"
ujar Ardion.
Dia melirik dua Batu Jiwa di tangan
lelaki tua itu, lalu berkata, "Cepat suruh orang mempercepat
penangkapannya. Jangan sampai tamu kita. kehilangan kesabaran."
"Baik, Yang Mulia!"
Baru saja pengawal itu menjawab...
Dering pedang yang melengking tajam
tiba-tiba melesat menembus udara!
Awalnya, dering pedang hanya samar.
Namun, detik demi detik, suaranya makin nyaring, bergetar di seluruh kediaman
keluarga Syahrir. Kring! Kring! Kring! Semua gelas dan piring di ruangan itu
mulai bergetar hebat, sebelum akhirnya gelas-gelas meledak berkeping-keping!
Lelaki tua itu terdiam sejenak,
matanya langsung menatap langit dengan ekspresi yang berubah drastis. Di
kejauhan, seberkas cahaya pedang melesat seperti kilat, mendekat dengan
kecepatan yang mengerikan!
Wajahnya langsung memucat. Dengan
gigi terkatup, dia menggeram pelan, "Sialan... Aku sudah menduga dia nggak
akan semudah itu ditangkap ... "
Sementara itu, wanita bertopeng yang
berdiri di sisinya menatap ke atas dengan mata berbinar. Tatapan jernihnya
sedikit menyipit sebelum perlahan berubah menjadi senyum tipis.
Musuh datang?
Para hadirin yang lain baru saja
sadar ada sesuatu yang tidak beres. Mereka semua membelalak ketakutan!
"Apa yang terjadi?" bentak
Ardion, ekspresinya berubah marah. Dia langsung menoleh ke arah langit, tetapi
begitu melihat pemandangan di sana, matanya terbelalak tak percaya!
Di langit yang gelap, di
tengah-tengah kilatan petir yang menyambar, berdiri sosok gagah dengan tatapan
sedingin es. Tangannya mencengkeram seseorang ... Adelia, yang masih
meronta-ronta dengan wajah marah dan panik!
Semua orang di bawah menatapnya
dengan ekspresi terkejut. Di tengah tatapan ratusan mata yang terkejut, Saka
menyeringai. Lalu, dengan suara lantang, dia berteriak, "Kudengar Putra
Mahkota sedang merayakan kemenangan besar? Maka izinkan aku, si pemberontak
Saka, datang untuk membuat kekacauan!"
No comments: