Bab 237
"Tuan Nathan, jangan panggil
saya Kak Arjun lagi. Kalau Tuan Bima tahu hal ini, dia pasti akan menguliti
saya hidup-hidup," ucap Arjun dengan panik.
Nathan tersenyum dan berkata,
"Nggak berlebihan seperti itu. Ayo kita bahas masalah penting."
"Aku bisa membantu Gluton tanpa
syarat. Tapi hanya satu kali, jadi kamu pilih saja."
Arjun dan anak buahnya tampak
kebingungan. Mereka saling berpandangan, seolah tidak tahu apa maksud kalimat
terakhir Nathan?
Nathan menyesap tehnya dan berkata
dengan tenang, " Pilih orang yang kalian ingin aku bunuh."
Kali ini, Arjun telah mengerti.
Jantungku berdebar kencang. Tanpa
sadar, dia juga menelan ludah.
Begitu membuka mulut, Nathan begitu
mendominasi.
"Tuan Nathan, Gluton kami nggak
takut dengan Sirion."
"Hanya saja, Simon menyatakan
perang mendadak dan Gluton kami sama sekali nggak punya persiapan. Itu
sebabnya, kami bisa berada dalam situasi seperti sekarang ini."
Arjun menggertakkan giginya dan
berkata dengan getir, " Saya juga nggak ingin Tuan Nathan memandang rendah
diri saya."
"Saya nggak berani minta Tuan
Nathan menghadapi Julian dan Simon. Saya hanya ingin Anda menyingkirkan kaki
tangan Sirion saja."
Nathan juga tidak terlalu ambil
pusing. "Baiklah. Siapa nama kaki tangan Sirion ini?"
Arjun berkata dengan nada dingin,
"Kaki tangan Sirion ini bernama Buana."
"Kemampuan orang ini nggak
terlalu kuat, tapi dia sangat jahat dan licik. Teknik bela dirinya sangat kejam
dan sadis. Banyak anak buah Gluton yang tewas di tangannya."
"Aku ingin membunuhnya selama
ini, tapi sayangnya, dia selalu bersembunyi dan aku nggak punya kesempatan sama
sekali."
Nathan berdiri, lalu berjalan keluar,
dan berkata dengan nada datar, "Sebelum malam ini, kaki tangan Sirion ini
pasti akan mati."
Arjun dan anak buahnya saling
berpandangan dengan bingung.
Tak disangka, Nathan akan begitu
mendominasi.
Salah satu bawahannya tidak tahan
lagi dan langsung bertanya, "Kak Arjun, Buana itu orang yang tangguh, apa
Tuan Nathan sungguh bisa melakukannya?"
Anak buah lainnya juga ikut
menimpali, "Benar, Kak Arjun. Buana adalah kaki tangan yang paling
dibanggakan Simon. Dia juga selalu ditemani oleh ratusan preman Sirion. Nggak
masuk akal kalau Tuan Nathan bisa mengalahkannya!"
Arjun tersenyum sinis.
"Sekelompok katak dalam sumur, apa yang kalian tahu?"
"Tunggu dan lihat saja. Buana,
si idiot itu, akan tahu apa artinya dibunuh oleh Raja Neraka."
Arjun telah menyaksikan kemampuan
Nathan dengan matanya sendiri.
Saat kembali memikirkan hal itu
sekarang, Arjun masih bergidik.
Nathan itu bukan manusia!
Senja.
Wilayah Hessen yang mulanya milik
Waldi, telah sepenuhnya dikuasai oleh pasukan Simon dari Sirion.
Simon telah menyerahkan seluruh
Hessen pada Buana, saudara yang paling dipercayainya.
Setelah seharian bersosialisasi,
akhirnya Buana kembali ke hotel juga. Meski tubuhnya terasa lelah, dia masih
sangat senang.
Buana punya mata setajam mata elang.
Oleh karena itu, begitu memasuki
kamar hotel, meski lampu tidak menyala, Buana juga bisa melihat sosok yang
berdiri di depan jendela kamarnya.
Buana menatap punggung tamu tak
diundang itu perlahan dan berkata sambil tersenyum, "Ada yang datang cari
mati lagi. Kalau tebakanku nggak salah, kamu pasti diutus Arjun untuk
membunuhku secara diam -diam, 'kan?"
Pria itu tidak menoleh, tetapi hanya
berkata dengan suara lantang, "Aku memang di sini untuk membunuhmu, tapi
kata-kata yang barusan kamu gunakan kurang tepat, ini namanya pembunuhan secara
terang-terangan."
Wajah Buana yang muram langsung
berubah dingin. Dia menyeringai. "Aku nggak peduli kamu mau membunuhku
secara terang-terangan ataupun diam-diam, beraninya kamu memasuki wilayahku
sendirian, kamu pasti akan mati mengenaskan."
No comments: