Bab 238
Pria itu masih berdiri. Tanpa menoleh
sedikit pun, dia terus melanjutkan, "Namamu Buana. Kamu kaki tangannya
Simon dari Sirion. Kamu kejam dan nggak berperasaan. Bahkan sudah membunuh
banyak nyawa nggak berdosa. Benar, 'kan?"
Buana mengakui semuanya dan berkata
dengan nada meremehkan, "Sejak aku mulai belajar bela diri, sudah banyak
korban yang jatuh di tanganku. Saking banyaknya, aku bahkan nggak ingat lagi.
Yang penting, ada yang tua dan muda. Ada yang baik dan ada juga yang jahat.
"Dari nada bicaramu, sepertinya
kamu ingin menegakkan keadilan bagi para korban yang nggak bersalah. Haha,
idenya bagus, tapi itu tergantung apa kamu punya kemampuan seperti itu?"
Orang yang berdiri di dekat jendela
akhirnya berbalik. Dia adalah Nathan.
Wajahnya masih setengah tersembunyi
dalam cahaya redup kota. Dia mengangguk dan berkata, "Lantaran kamu sudah
mengaku, bersiaplah untuk mati."
Buana mengeluarkan pistol, lalu
mengarahkannya pada Nathan sambil mencibir, "Nak, dari tadi kamu terus
bicara panjang lebar, tapi masih nggak bertindak. Kalau begitu, aku nggak segan
lagi. Jangan harap kamu bisa kabur dari pistolku."
"Haha. Aku suka orang seperti
kalian, yang mana suka berpura-pura hebat, tapi ujung-ujungnya mati gara-gara
kebanyakan bicara."
Sembari berbicara, dia pun bersiap
untuk menembak
Terakhir, di tengah kegelapan, tangan
kanan Nathan tiba -tiba terulurkan.
Kemudian, Buana pun terjatuh ke
belakang.
Mati dengan mata terbuka!
Ada jarum perak yang tertancap tepat
di antara alisnya, yang telah menembus ke dalam dan membunuhnya dalam seketika.
Saat Nathan berjalan melewati
tubuhnya, dia berhenti sejenak dan berkata sambil tersenyum, "Kamu salah.
Seorang master sejati nggak akan mati meski dia banyak bicara!"
Sepuluh menit kemudian. Suasana di
hotel tampak heboh.
"Gawat, Buana telah terbunuh. Beri
tahu Tuan Simon secepatnya!"
"Sialan! Siapa yang berani
membunuh ketua kita? Sirion pasti akan membuatnya mati mengenaskan!"
"Tuan Buana sangat kuat.
Kekuatannya hanya berbeda tipis dari Tuan Simon. Bajingan mana yang bisa
membunuhnya?"
Sirion.
Setelah menerima berita kematian
Buana, Simon langsung bangkit dari tempat tidurnya dan berteriak, " Siapa
yang melakukannya?"
Anak buah itu menjawab dengan
takut-takut, "Kami masih belum tahu."
Mata Simon tampak menyala-nyala. Dia
segera mengenakan pakaiannya dan bergegas mencari Julian.
Julian baru saja menghabiskan malam
penuh cinta dengan dua pelayannya yang cantik. Suasana hatinya masih bagus.
Begitu diinterupsi oleh Simon, dia
tampak tidak senang, " Bukankah yang tewas hanya salah satu anak buahmu? Apa
yang perlu diributkan?"
Simon berkata dengan marah,
"Tuan Julian, yang tewas bukanlah seorang anak buah, melainkan saudara
terbaikku. Buana, kaki tangan nomor satu di Sirion, sudah mempertaruhkan
nyawanya demi aku."
Julian berkata dengan nada tidak setuju,
"Hanya seorang pecundang, 'kan? Sudah mati mau bagaimana lagi? Tuan Simon,
kalau nggak ada hal lainnya, kita bicarakan lagi besok. Aku baru saja selesai
bermain dengan dua orang sekaligus, apalagi beberapa ronde sekaligus. Aku sudah
sangat lelah!"
Simon langsung mengerutkan kening.
Dia berteriak, " Tuan Julian, kaki tangan Sirion-ku tiba-tiba meninggal,
tapi kamu masih sempat bermain-main dengan wanita di sini."
"Bukankah seharusnya kamu ikut
denganku ke Hessen sekarang juga untuk mencari tahu apa yang terjadi?"
Julian melambaikan tangannya dan
berkata dengan tidak sabar, "Tuan Simon, sudah cukup."
"Jangan khawatir. Aku pasti akan
menemukan pembunuhnya besok dan menyerahkannya padamu."
Simon sangat geram. Dia langsung
membanting pintu dan pergi.
Kalau bukan karena Sekte Pirata,
Simon sungguh tidak ingin ambil pusing dengan pria mesum itu.
Sekarang adalah momen krusial
pertarungan kecerdasan dan keberanian dengan Gluton, tetapi Julian malah
menutup pintu dan memilih untuk memuaskan nafsunya.
Konyol sekali!
"Selidiki secepatnya. Temukan
pelaku yang membunuh Buana. Aku pasti akan mengulitinya hidup-hidup!"
Penguasa Sirion yang marah langsung
mengeluarkan perintah.
Sejak perang dengan Gluton dimulai,
semuanya berjalan lancar dan Sirion yakin akan meraih kemenangan.
Namun, kematian mendadak kaki tangan
nomor satunya benar-benar mengejutkan Simon.
Sementara itu, Arjun di Gluton sana.
"Kak Arjun, ada kabar baik!"
"Buana, si bajingan itu, sudah
mati. Hahaha. Bahkan, Langit pun membantu Gluton kali ini!"
Salah satu anak buah datang melapor.
Wajahnya tampak sangat gembira.
Arjun dan beberapa orang
kepercayaannya saling berpandangan. Saking kagetnya, mereka semua sampai tidak
bisa berbicara.
No comments: