Bab 245
Ada dua baris pengawal yang berdiri
di kedua sisi untuk menyambut tamu. Terlihat sangat megah.
Ketiganya turun dari mobil. Semuanya
tampak memasang ekspresi aneh.
"Keluarga Halim ini sedang
mengadakan acara pemakaman atau pernikahan?" tanya Tiara dengan bingung.
Dia benar-benar ingin tertawa.
Hari ini adalah pemakaman Thomas,
tetapi dilihat dari situasi kediaman Halim sekarang, sepertinya mereka lebih
seperti mengadakan perayaan gembira.
Edward muncul di gerbang bersama dua
orang tetua, yang punya karisma luar biasa.
Regina berinisiatif maju ke depan dan
berkata, "Tuan Edward, turut berduka cita!"
Edward memang berkabung, tetapi tidak
ada sedikit pun kesedihan di wajahnya.
Sebaliknya, dia tampak penuh energi
dan wajahnya berseri-seri, seolah-olah dia baru saja merayakan acara bahagia.
"Regina, Tiara, kalian sudah
datang!"
Dia menyapa keduanya sambil
tersenyum. Saat pandangannya beralih ke Nathan.
Senyum di wajah Edward langsung
membeku.
"Nathan, nggak kusangka, kamu
masih berani datang di hari besarku. Nak, nyalimu benar-benar hebat!" ucap
Edward sambil mencibir. Tatapan matanya berkilat dingin.
Nathan tersenyum dan berkata,
"Mengapa aku nggak berani datang? Memangnya kediaman Halim kalian itu
tempat yang menakutkan?"
Edward tak kuasa menahan ekspresi
puas di wajahnya. " Ya, kamu benar. Mulai sekarang, Keluarga Halim akan
menjadi tempat yang menakutkan. Nathan, hari kematianmu sudah dekat!"
Nathan berkata dengan tidak setuju,
"Tuan Edward baru saja menjadi kepala keluarga, tapi nada bicara dan
tindakannya sudah langsung berbeda."
"Tapi barusan Tuan Edward bilang
apa? Hari ini adalah hari besar-mu? Aku nggak salah dengar, 'kan?"
Senyum Edward makin lebar. Dia
berkata dengan antusias, "Kamu nggak salah dengar. Hari ini memang hari
besarku."
"Selain itu, hari ini juga
termasuk hari kematianmu!"
Nathan berdecak kaguın. "Kepala
keluarga Thomas baru saja meninggal, tapi Tuan Edward malah merayakan acara
besar dan membuat situasi kediaman Halim menjadi begitu meriah."
"Kamu bahkan begitu ceria dan
gembira, seolah-olah sudah mencapai puncak hidup. Sepertinya kematian kepala
keluarga Thomas membuat Tuan Edward senang."
Ekspresi puas di wajah Edward
langsung menghilang.
Dia berdehern, lalu buru-buru
berakting sedih.
"Nathan, nggak perlu membuat
komentar sarkastis di sini. Ayahku meninggal. Aku tentunya sangat sedih."
Nathan tersenyum dan berkata,
"Benarkah? Tapi Tuan Edward, kamu terlihat antusias sekali. Apalagi, dari
kamu tadi senyum terus, seolah-olah memenangkan undian besar."
"Kalau mendiang Pak Thomas tahu
hal ini, aku penasaran entah apa yang akan dipikirkannya di alam baka sana? Apa
dia akan marah besar dan balas dendam dengan merangkak keluar dari
kuburannya?"
Wajah Edward berkedut. Tentu saja,
dia tahu Nathan sedang mengejeknya
Namun, dia tidak tahu harus bagaimana
membantahnya.
Lantaran dialah yang mencelakai
ayahnya.
Jika ayahnya yang sudah mati
benar-benar mengetahui hal ini, seperti yang dikatakan Nathan barusan, dia
pasti akan merangkak keluaı dari kuburan untuk mengambil nyawanya.
Saat ini, salah satu dari dua tetua
di samping Edward berkata dengan nada dingin, "Anak muda, jaga
kata-katamu. Tuan Besar kami baru saja meninggal, apalagi di sini juga kediaman
Halim. Kalau kamu masih nggak tahu diri, aku akan beri kamu pelajaran!"
Ini jelas sebuah peringatan.
Nathan mengangkat bahu dan berkata
dengan tenang, " Demi menghormati acara pemakaman hari ini, aku nggak akan
mempermalukan Keluarga Halim "
""Tapi kalau ada orang yang
ngotot cari mati, kita terpaksa harus mengganggu ketenangan Pak Thomas di alam
sana."
Tetua itu mencibir dan berkata,
"Sombong sekali. Baiklah Setelah masalah ini selesai, kita akan bertarung!
Nathan menatap tetua itu, ekspresinya
masih tetap tenang. "Nggak masalah. Asalkan Tetua tertarik, aku akan
menemanimu kapan saja."
No comments: