Bab 240
Tak lama kemudian, Edward dan juga
nyonya cantik Keluarga Halim, memasuki ruangan yang sunyi itu.
Keduanya menundukkan kepala. Mereka
sama sekali tidak berani menatap Thomas karena sorot mata lelaki itu
seolah-olah ingin membunuh seseorang.
Minda, nyonya Keluarga Halim, yang
tampak gemetar itu pun bertanya, "Tuan Besar, apa... apa yang
terjadi?"
Tatapan dingin Thomas menyapu tubuh
istrinya dari atas hingga ke bawah, kemudian pandangannya terhenti pada Edward.
"Berlututlah!" perintah
Thomas dengan nada datar.
Edward tertawa dan berkata,
"Ayah, kamu kenapa?"
"Mengapa kamu seperti orang yang
berbeda setelah Dokter Bayu datang ke sini? Apa kondisi tubuhmu makin
memburuk?"
Thomas berteriak, "Dasar anak
durhaka! Aku menyuruhmu berlutut, apa kamu nggak dengar?"
Senyuman di wajah Edward membeku. Dia
pun berlutut dengan patuh.
Thomas terbatuk-batuk selama beberapa
saat. Tak lama kemudian, dia baru tenang kembali. Dia menunjuk dua orang yang
berada di hadapannya dengan jari gemetar.
"Aku akan beri kesempatan pada
kalian berdua sekarang.
"Katakan, siapa di antara kalian
yang memasukkan racun ke dalam tubuhku? Atau kalian berdua bersekongkol
melakukannya?"
Begitu kata-kata dilontarkan!
Nyonya Keluarga Halim nyaris terjatuh
karena ketakutan. Tubuhnya gemetar terus-menerus.
Wajah Edward juga berubah kusut. Dia
tidak menyangka masalah itu akan terbongkar.
Namun, wajahnya tidak memperlihatkan
ekspresi ngeri ataupun terkejut. Sebaliknya, dia malah bertanya dengan nada
tidak percaya, "Apa yang Ayah katakan barusan? Ayah diracuni? Mana
mungkin?"
Thomas menatap putra satu-satunya dan
berkata dengan nada dingin, "Mana mungkin? Aku masih mau bertanya pada
kalian berdua."
Edward berpura-pura bodoh dan
berkata, "Ayah, kamu yakin nggak salah paham?"
"Mana mungkin masalah kamu
diracuni ada hubungannya denganku dan juga Ibu?"
Tatapan mata Thomas berubah dingin.
Dia mengabaikan putranya, lalu menatap istrinya. "Jalang, kamulah yang
mengurus makanan dan kehidupanku sehari-hari."
"Sekarang aku mau tanya, apa
kamu yang meracuniku?"
Minda buru-buru menggelengkan
kepalanya. "Tuan Besar, ini nggak ada hubungannya denganku. Aku nggak tahu
apa-apa. Tolong jangan tanya aku."
Jantung Thomas berdebar kencang.
Wajahnya tampak pucat pasi.
Dia paling memahami sifat istrinya
itu.
Makin wanita ini menyangkal, dia akan
makin panik.
Hal ini menunjukkan bahwa semua ini
ada hubungannya dengannya. Istrinya adalah dalang di balik masalah ini.
Mata Thomas memerah. "Minda,
sepertinya kamu cari mati."
Nyonya Keluarga Halim menangis dan
langsung berlutut karena panik.
"Tuan Besar, aku sama sekali
nggak bermaksud begitu. Tolong jangan bunuh aku. Tolong, jangan bunuh
aku!"
"Aku melakukan semua ini karena
ada orang yang memaksaku melakukannya. Aku akan mengaku, asalkan kamu
melepaskanku."
Nyonya Keluarga Halim memutuskan
untuk berterus terang dan terus memohon belas kasihan.
Edward yang berlutut di sampingnya
merasa urat-urat di dahinya berkedut hebat.
Ada tatapan kejam yang perlahan
muncul di matanya.
Tubuh Thomas bergetar lagi. Emosi dan
juga sedih yang dia rasakan dalam hatinya telah memuncak.
"Katakan, siapa yang
memerintahmu untuk membunuh kepala keluarga?"
"Kalau kamu berani menyembunyikan
sesuatu, aku akan menguburmu hidup-hidup sekarang juga."
Thomas meraung. Dia mengatupkan
giginya rapat-rapat.
Wajah menawan nyonya Keluarga Halim
dipenuhi ketakutan. Matanya perlahan-lahan bergerak ke arah Edward.
Terakhir, dia menggertakkan giginya, lalu
menunjuk Edward sambil berkata, "Dia. Edward yang memaksaku
melakukannya."
"Tuan Besar, ini nggak ada
hubungannya denganku. Ini semua salah Edward. Dia ingin kamu mati. Dia
memaksaku untuk meracunimu...."
Thomas tertawa getir.
Meski Thomas sudah menebaknya, dia
masih kesulitan menerima kenyataan pahit ini.
Bagaimana dia bisa membesarkan
bajingan berdarah dingin seperti ini?
Lantaran perbuatannya telah
terbongkar, Edward pun berdiri dan tertawa terbahak-bahak. "Benar, Ayah.
Yang menginginkanmu mati bukanlah orang lain, melainkan putramu sendiri."
No comments: