Bab 259
Brian tampak geram. "Apa
maksudmu?"
Nathan berkata dengan nada dingin,
"Minggir. Aku antar Tiara ke kamarnya langsung."
Brian menahan amarahnya dan berkata,
"Serahkan saja Tiara padaku. Aku adalah kakak seperguruannya. Sudah
seharusnya aku bertanggung jawab menjaga Tiara."
Mulut Nathan memperlihatkan sedikit
ejekan. "Maaf, aku tadinya mau menyerahkan padamu."
"Tapi aku nggak percaya padamu
sekarang. Jadi, lebih baik aku antar Tiara langsung ke kamarnya saja."
Brian cemburu pada Nathan dan
menciptakan permusuhan yang sulit untuk dijelaskan.
Nathan juga bukannya mudah ditindas
dan tidak punya emosi sama sekali!
Saking geramnya, Brian sudah ingin
menghabisi bocah di hadapannya itu.
Namun, dia juga tidak bisa
menoleransi Nathan terus menggendong adik seperguruan kesayangannya.
Jadi, dia terpaksa harus mengalah.
Nathan menggendong Tiara sampai ke
kamarnya. Setelah membaringkan gadis itu, dia pun keluar.
Brian berkata tanpa ekspresi,
"Kamu sudah enyah sekarang!"
"Brian, jangan berangan-angan
sendiri. Tiara sama sekali nggak punya perasaan apa pun padamu."
Selesai berbicara, Nathan pun
melangkah pergi meninggalkan kediaman Wijaya, tanpa peduli dengan wajah Brian
yang merah padam karena emosi.
Diikuti dengan suara keras, pintu
kediaman Wijaya pun tertutup.
Ini juga menunjukkan suasana hati
Brian yang emosi.
Nathan yang berdiri di pinggir jalan
pun berencana naik taksi kembali ke Cusio untuk beristirahat.
Namun, tatapan cabul yang Brian
berikan pada Tiara sebelumnya refleks muncul dalam pikirannya.
Gawat!
Nathan mengerutkan kening, lalu
berbalik dan bergegas kembali ke kediaman Wijaya lagi.
Sementara itu, di kediaman Wijaya.
Brian berjingkat dan masuk ke dalam
kamar Tiara.
Dia melirik sekelilingnya dengan
licik. Di larut malam seperti itu, dia tahu bahwa semua anak buah Keluarga
Wijaya sudah beristirahat.
Ditambah lagi, Dokter Bayu sedang
keluar bersosialisasi dan belum pulang ke rumah.
Brian menjilat bibirnya dan
tersenyum. Ada ekspresi tidak sabar di wajahnya. Dia pun perlahan membuka pintu
kamar Tiara.
"Tiara, aku akan menjadikanmu
sebagai wanitaku malam ini."
Menatap adik seperguruannya yang
tertidur lelap di tempat tidur, ada api yang tiba-tiba membakar tenggorokan
Brian.
Dia bergerak mendekati Tiara
selangkah demi selangkah.
Api membara di matanya tidak bisa
disembunyikan lagi. Dia juga merasakan mulut dan lidahnya kering. Dia sudah
tidak sabar untuk menyerang adik seperguruannya yang tergeletak di tempat tidur
itu.
Brian sudah lama ingin memiliki tubuh
Tiara sepenuhnya.
Terutama setelah Nathan menyembuhkan
atresia rahim-nya Tiara, keinginan itu pun meledak sepenuhnya.
"Tiara, aku ingin merasakan
manisnya bibir kecilmu ini."
"Kamu adalah wanitaku. Dari
ujung kepala sampai ujung kaki, semuanya adalah milikku. Aku akan mencintaimu
dengan sepenuh hati!"
Brian mengeluarkan suara serak dari
tenggorokannya. Dia pun memejamkan mata dan bersiap mencium bibir kecil Tiara.
Bruk!
Tepat di saat Brian hampir
mendapatkan keinginannya.
Dia tiba-tiba merasakan punggungnya
menegang, lalu terhempas mundur.
Serangan dahsyat itu seakan-akan
hampir meremukkan tubuh Brian.
Namun, dia tidak peduli dengan hal
itu lagi. Seluruh tubuhnya gemetar. Dia pun bertanya dengan takut, " Guru,
kapan Anda kembali?"
"Aku barusan nggak sengaja
melakukannya. Aku hanya terbawa nafsu sesaat. Guru, mohon maafkan aku."
Di ruangan yang remang-remang itu,
Nathan berbalik dan menatapnya dengan dingin, "Kamu nggak sengaja
melakukannya? Kenapa aku nggak percaya dengan kata-katamu?"
Brian terkejut. "Kamu bukan
guruku.... Nathan, kapan kamu kembali?"
No comments: