Bab 211
Nindi tidak akan membiarkan si gadis
licik kabur semudah itu!
"Tadi, bukannya kamu yang
teriak-teriak minta bukti dan tanggung jawab?"
Dia menyilangkan kedua tangan di
depan tubuhnya dan berkata, "Sekarang, ada rekaman CCTV. Kenapa kamu mau
pergi? Sania, jangan-jangan kamu merasa bersalah?"
Darren mendengus dingin. "Kenapa
harus merasa bersalah ? Sania cuma luka parah, harus ke rumah sakit untuk
pengobatan."
"Kalau begitu, tunggu saja
rekaman CCTV-nya, nggak makan banyak waktu, kok. Dia juga nggak akan
mati."
Nindi melirik Sania. Gadis licik itu
terkejut karena tatapannya.
Sania langsung berpura-pura pingsan
di pelukan Darren. "Kak, aku benar-benar kesakitan, sudah nggak tahan
lagi."
"Sania, tahan sedikit lagi.
Waktu rekamannya datang, biar aku didik Nindi baik-baik untukmu!"
Sania mulai panik. Jangan sampai
rekamannya keluar!
Kalau tidak, semuanya akan berakhir.
Dia langsung melirik ke atas,
kemudian pingsan begitu saja.
"Sania, kamu nggak apa-apa,
'kan?"
Darren memeluk Sania, lalu berdiri
dan menatap Nindi. "Aku akan antar dia ke rumah sakit dulu. Setelah
rekamannya ada, aku pasti akan menuntut pertanggungjawaban untuk Sania!"
Nindi tentu menyadari taktik kecil
Sania.
Suaranya begitu keras saat berkata,
"Sania, kamu nggak bisa kabur selamanya, rekaman CCTV ada di sini!"
Sania bersandar di pelukan Darren.
Bulu matanya bergerak karena ketakutan, tetapi dia tidak berani membuka
matanya!
"Sania nggak perlu kabur dan
menghindar. Nindi, tunggu saja!"
Darren memeluk Sania, lalu pergi
dengan marah.
Nindi melihat Sania yang ketakutan,
lalu tertawa. 11 Kukira dia hebat banget. Baru takut sedikit sudah lari?"
Cakra perlahan berkata, "Aku
bisa menghentikan mereka."
Tanpa izinnya, orang-orang dari
kepolisian pun tidak bisa naik ke sini.
"Nggak perlu."
Nindi melambaikan tangannya.
"Ini kesempatan bagus buat
mempermalukannya, mau menyerah?"
"Bukan aku yang ingin menyerah,
tapi CCTV-nya rusak."
Tadi, Nindi sudah mengamati CCTV-nya.
Tidak ada reaksi inframerah, berarti sudah jelas rusak.
Dia sungguh ingin menggunakan rekaman
itu guna membongkar kebohongan gadis licik itu dan memberikan pelajaran pada
kakaknya!
Sayangnya, kali ini, gadis licik itu
cukup beruntung.
Namun, CCTV yang rusak tidak membuat
dirinya membiarkan Sania lolos begitu saja. Dia pura-pura tidak tahu CCTV rusak
dan sengaja bilang begitu hanya untuk mempermainkan Sania.
Begitu gadis licik itu mendengar ada
CCTV, dia langsung ketakutan. Benar-benar lucu.
Cakra juga melihat CCTV di dinding
dengan cermat, memang benar rusak.
Tadi, dia tidak menyangka, Nindi
begitu teliti.
Dia melihat polisi dan berkata,
"Meski CCTV-nya rusak, kamu tetap punya hak membela diri."
"Bagaimana bisa membela diri
tanpa bukti, lupakan saja. Melihat Sania jatuh seperti itu dan ketakutan bak
anjing saja sudah cukup untuk melegakan hatiku."
Lagi pula, Sania tidak melukainya.
Dia juga tidak dirugikan.
Cakra pun merangkul bahunya seraya
berkata, "Ayo, pergi."
"Omong-omong, bagaimana kamu
bisa tiba-tiba di Kota Yunaria?"
Nindi sudah penasaran sejak tadi.
Karena si gadis licik masih di sana,
dia tidak sempat bertanya.
'Cakra di kampung halamannya, 'kan?
Kota Antaram?"
Cakra memasang ekspresi agak aneh dan
menjawab, "Aku datang untuk melihat-lihat."
"Oh, ya. Sekarang masih liburan,
kamu bisa keluar dan jalan-jalan. Kenapa kamu malah datang ke sini?
Pria itu tersenyum kecil saat
berujar, "Zovan yang meneleponku."
Kalau tidak, dia juga tidak tahu
Nindi ada di sini, bahkan dihentikan oleh pengawalnya.
Hampir saja dia ketahuan.
Nindi mendadak tersadar.
"Ternyata begitu. Oh, ya. Aku masih ada urusan penting."
No comments: