Bab 218
Setelah mendengar ucapari Nindi,
ekspresi orang tua itu refleks terlihat canggung. Dia berkata, " Maaf, ya,
Nak. Kalau ada yang kamu butuh, bilang saja. Sepertinya, barang-barangmu nggak
banyak."
"Nggak usah, Tante. Terima
kasih."
Seorang gadis berambut pendek menarik
tangan ibunya seraya berkata, "Bu, sudah kubilang jangan banyak
bertanya."
Gadis berambut pendek itu pun menoleh
ke Nindi, terlihat agak malu seraya berkata, "Hai, aku Galuh. Jangan
diambil hati soal ucapan ibuku tadi, ya."
"Nggak apa-apa."
Nindi sudah memutuskan sejak awal
untuk tidak mengungkapkan dirinya berasal dari keluarga Lesmana. Kepada orang
lain, dia hanya akan bilang bahwa kedua orang tuanya sudah meninggal.
Seorang gadis lain juga mendekat dan
memperkenalkan diri. "Aku Jihan. Aku anak tunggal, terbiasa sendiri.
Semoga kalian nanti nggak terlalu berisik."
Nindi dan Galuh saling bertukar
tatap, seolah-olah keduanya sudah sepaham.
Sepertinya, Jihan bukan orang yang
mudah untuk diajak bergaul.
Asrama ini dihuni empat orang. Namun,
satu teman sekamar yang terakhir belum juga datang, entah karena alasan apa.
Malam harinya, Dosen Bimbingan
Konseling meminta semua mahasiswa baru berkumpul di ruang kelas besar untuk
rapat.
Nindi berangkat bersama teman-teman
sekamarnya menuju aula besar. Sepanjang jalan, banyak sekali mahasiswa berlalu
lalang.
Tiba-tiba, terjadi keributan di sisi
jalan.
Sekelompok mahasiswa yang mengenakan
seragam biru mulai berdatangan. Dari cara mereka bergerak dan membawa diri,
terlihat jelas mereka berasal dari keluarga kaya.
Galuh terkejut, lalu bertanya,
"Mereka siapa, ya?"
Jihan segera memberi jawaban dengan
nada pamer. " Kamu nggak tahu? Mereka mahasiswa Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Yasawirya. Mereka semua anak-anak orang kaya! Punya latar
belakang yang nggak main-main. Kita nggak bisa bersikap macam-macam dengan
mereka!"
Nindi melihat Sania di antara mereka.
Dia terdengar santai ketika membalas, "Mereka cuma datang untuk
mendapatkan gelar Universitas Yasawirya."
"Nindi, kalau nggak tahu, jangan
asal bicara. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Yasawirya bukan tempat
yang bisa dimasuki sembarang orang. Identitas dan status keluarga harus diakui
oleh Yayasan. Selain itu, mereka juga harus kontribusi buat Universitas sebelum
disetujui masuk ke Fakultas Ekonomi dan Bisnis."
Saat Jihan berbicara, beberapa
mahasiswa di sekitar pun menoleh untuk mendengarkan.
Merasa meraih perhatian, Jihan makin
bersemangat menjelaskan, "Mereka, para anak orang kaya ini, sebenarnya
nggak butuh gelar sama sekali. Pulang saja, mereka langsung bisa mewarisi
bisnis keluarga. Mereka datang ke sini cuma untuk bangun koneksi, tapi itu
semua nggak ada hubungannya dengan kita!"
Nindi mulai paham alasan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Yasawirya memiliki reputasi seperti itu.
Tidak heran, Sania bisa masuk ke
Universitas Yasawirya. Pasti Kak Darren yang membantu mencarikan koneksi.
Toh, kabarnya, Kak Darren punya pacar
dari keluarga terpandang di Universitas Yasawirya. Mungkin mereka ikut membantu
secara diam-diam.
Ketika kelompok mahasiswa berseragam
biru itu masuk ke gedung, orang-orang perlahan membubarkan diri dari kerumunan.
Nindi tidak terlalu memikirkan
tentang Sania. Dia punya banyak hal yang harus dilakukan, sehingga tidak ada
waktu mengurusi itu.
Lagi pula, dia sudah memutus hubungan
dengan keluarga Lesmana dan tidak ada urusan lagi dengan mereka.
Setelah tiba di aula besar, Nindi
mencari tempat duduk.
Dosen Bimbingan Konseling mulai
berbicara mengenai hal-hal yang perlu diperhatikan selama semester baru dan
meminta para mahasiswa bergabung ke grup obrolan kelas.
Ketika Nindi bergabung dengan grup
itu, banyak orang yang mulai mengobrol.
Tiba-tiba, seseorang mengirimkan
sebuah foto." Siapa cewek cantik ini? Ada yang punya kontaknya?"
"Wah, cantik banget. Mungkin dia
bisa jadi kandidat Ratu Kelas!"
Galuh segera menoleh ke arah Nindi
dan berkata, " Ada yang tanya kontak kamu di grup!"
Dengan nada agak cemburu, Jihan
berkata, "Nindi, jangan tanggapi mereka. Jangan berikan kontakmu."
Nindi melihat percakapan di grup. Dia
tersenyum tipis, tetapi tidak terlalu memedulikannya.
Dia seketika teringat pada Cakra.
Kalau dia sudah punya gadis yang
disukai, apakah Nindi juga harus memulai hidup baru?
Memikirkan hal ini, suasana hatinya
agak muram.
Selesai rapat, semua orang mulai
keluar bersama -sama.
Namun, di tangga, orang-orang
tiba-tiba menepi ke dua sisi.
Kelompok mahasiswa berseragam biru
itu berjalan turun dengan angkuh, benar-benar tidak memedulikan orang lain.
Sikap mereka sombong sekali.
Sania, yang berada di kelompok itu,
mendapati Nindi dan matanya langsung bersinar penuh kegembiraan.
Sanía diam-diam menoleh pada Serena
dan berseru, "Serena, lihat itu!"
No comments: