Bab 222
Tidak ada yang duduk di kursi tengah
barisan pertama, jadi Nindi memutuskan duduk di situ.
Karena tidak bisa bermain ponsel
ataupun melamun, juga kemungkinan besar akan dipanggil untuk ditanya, makanya
hampir tidak ada yang mau duduk.
Satu jam pelajaran berakhir dengan
cepat.
Nindi berjalan keluar kelas
sendirian. Dalam perjalanan pulang ke asrama, dia melihat banyak organisasi
yang sedang merekrut anggota baru.
"Teman, gabung yuk ke Klub COS,
ada banyak gadis cantik dan pria ganteng, loh!"
"Kawan, bergabunglah dengan Klub
Gaming Universitas Yasawirya. Kalian bisa menonton pertandingan secara
gratis."
Nindi Lesmana melihat bahwa Klub
Gaming Universitas Yasawirya sedang merekrut anggota baru!
Saat itu, dia merasa sedikit
tertarik.
Nindi tahu bahwa Klub Gaming
Universitas Yasawirya cukup terkenal dan telah melahirkan banyak pemain yang
berbakat.
Tim nasional juga sering datang untuk
memilih pemain dari Klub Gaming Universitas Yasawirya.
Jika ingin bergabung dengan tim
nasional, dia bisa melakukannya lewat Klub Gaming Universitas Yasawirya.
Bagaimanapun, Nindi saat ini tidak
ingin menandatangani kontrak dengan tim lain, karena kontrak bisnis hanya akan
membatasi kebebasannya.
Namun, Klub Gaming Universitas
Yasawirya berbeda.
Nindi mengambil iklan perekrutan Klub
Gaming Universitas Yasawirya dan berkata, "Aku ingin tahu lebih
lanjut."
"Tentu, kamu mahasiswa baru,
'kan? Kayaknya aku pernah melihatmu. Apa kamu pernah bermain gim ini
sebelumnya?"
"Pernah sedikit."
"Kamu punya dasar yang cukup
bagus. Ikuti aku, aku bakal bantu kamu mengisi formulir. Kalau sore ini nggak
ada kelas, datanglah ke markas tim kami untuk rapat."
Nindi mengikutinya untuk mengisi
formulir.
Meskipun suasana hatinya terpengaruh
karena Sania, Nindi tetap tidak bisa mengabaikan tujuannya.
Pada siang hari, Nindi pergi makan
siang. Saat kembali ke asrama, dia tiba-tiba menyadari bahwa barang-barangnya
telah berpindah tempat.
Nindi memeriksa barang-barangnya,
tidak ada yang hilang.
Nindi melihat Jihan yang berjalan
dari balkon dengan tatapan mata yang berkilau, jelas terlihat merasa bersalah.
"Kamu yang mengacak
barang-barangku?" tanya Nindi dengan nada dingin.
"Nindi, kamu omong apa, sih?
Lihat dirimu yang miskin, apa yang bisa aku cari dari barangmu? Satu tasku saja
sudah seharga puluhan juta, cukup untuk biaya hidupmu selama setahun."
Jihan merasa sedikit cemas, tetapi
dia tidak akan mengakuinya.
Nindi melihat tas Jihan sekilas.
"Tas replika kualitas premium, kamu beli terlalu mahal."
"Itu tas asli. Setelah aku
diterima di universitas, ayahku yang membelikan tas bermerek ini untukku. Orang
kampung seperti kamu yang berasal dari desa, bahkan seorang yatim piatu,
bagaimana mungkin bisa tahu."
Jihan sangat marah.
"Tas yang kamu pakai ini model
dari dua tahun lalu, di dalamnya ada cip. Coba saja dicek."
Jihan langsung memeriksanya dan tidak
menemukan adanya cip di dalamnya. Ekspresinya seketika berubah canggung,
kernudian dia menangis dan berlari ke balkon untuk menelepon.
Setelah duduk, Nindi meletakkan
dokumen klub di atas meja dengan santai.
"Nindi, kamu harus hati-hati.
Kamu sudah buat orang-orang dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis marah. Mereka
terus merencanakan bagaimana cara menghadapimu," bisik Galuh.
"Aku tahu, terima kasih."
Galuh melirik sekilas ke arah dokumen
klub yang ada di atas meja. "Kamu juga suka main gimini?"
"Benar, mereka sedang merekrut
anggota baru."
"Tapi persyaratan untuk
rekrutmen mereka pasti sangat tinggi, aku nggak terlalu jago bermain."
"Syaratnya nggak tinggi, kamu
coba saja, toh nggak ada ruginya."
Nindi membuka forum gim dan membalas
beberapa pertanyaan tentang detail gim-nya.
Masih banyak orang yang bertanya
padanya, apakah dia sudah memutuskan untuk bergabung dengan Tim E-Sports!
Apa yang terjadi?
Nindi melihat bahwa manajer dari Tim
E-Sports, Guntur, telah mengunjungi akunnya!
Siapa sebenarnya Guntur ini?
Nindi segera mengirim pesan kepada
Guntur. "
Kapan aku pernah bilang ingin
bergabung dengan Tim E-Sports?"
Namun, tidak ada balasan.
Saat sore tiba, Nindi langsung menuju
markas Klub Gaming Universitas Yasawirya.
Tidak dipungkiri bahwa markas klub
cukup besar dan bangunannya juga terlihat cukup indah.
Ketika Nindi masuk, sudah cukup
banyak anggota baru yang hadir.
"Nindi, orang kampung sepertimu
juga suka main gim, ya?"
No comments: