Bab 225
Setelah Serena mengatakan demikian,
suasana di ruang VIP menjadi sangat tenang.
Banyak orang yang melihat ke arah
Nindi, beberapa di antaranya dengan tatapan menantikan pertunjukan.
"Dengar-dengar si Nindi sudah
menyinggung orang -orang dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis pada hari pertama
sekolah."
"Benar. Waktu itu aku ada di
sana, sikap Nindi benar -benar angkuh."
"Orang seperti ini seharusnya
tahu diri, jangan sampai nggak tahu batas."
Serena menatap Nindi dengan puas, dia
memang ingin membuat Nindi merasa malu!
Biarkan orang kampung ini tahu
konsekuensi dari menyinggung dirinya!
Supaya Nindi tidak bertahan di
sekolah dan akhirnya harus berlutut di depannya untuk meminta maaf!
"Nona Serena, mungkin di antara
kalian hanya salah paham. Tapi karena kita semua akan menjadi satu tim
seterusnya, bagaimana kalau kita minum dan melupakan semuanya?" kata
Kapten Seno.
Sanía segera menimpali, "Benar.
Nindi, sebaiknya kamu berinisiatif untuk bersulang pada Nona Serena dan meminta
maaf."
"Hmph, aku nggak akan pernah
memaafkaannya, kecuali dia berlutut dan meminta maaf!"
Serena mengambil gelas berisi alkohol
yang ada di meja dan menyiramkannya ke wajah Nindi. "Sebagai sedikit
pelajaran untukmu! Agar orang kampung seperti kamu tahu paham apa itu
perbedaan!"
Wajah Nindi basah karena alkohol,
tetapi dia tetap tenang sembari mengusap wajahnya dan ekspresinya datar.
"Nindi, bagusan kamu
mendengarkan ucapan kapten dan minta maaf."
Melihat adegan ini, Sania merasa
senang. Nindi memang pantas menerimanya.
Seno memberikan segelas minuman
kepada Nindi. " Bersulanglah duluan dan bersikaplah lebih baik."
Nindi melirik sejenak, kemudian
mengambil gelas itu.
Senyum Seno makin lebar. "Nah,
sekarang tinggal minta maaf pada Nona Serena!"
"Apa aku pernah bilang harus
minta maaf?"
Nindi langsung menuangkan minuman itu
ke kepala Serena.
Semua orang yang ada di dalam ruangan
terkejut.
Mereka menahan napas, bahkan tidak
berani bersuara.
Siapa pun tahu bahwa Serena memang
bukan orang yang mudah dihadapi, tetapi tak disangka Nindi berani melawan!
Begitu sadar, Serena langsung
berteriak dengan nyaring, "Dasar orang kampung sialan, kamu pasti
mati!"
Sania tersadar dan segera mengambil
tisu untuk Serena.
Sania tercengang, tidak menyangka
Nindi akan sekasar itu!
Nindi menepuk tangannya dengan santai
sambil berkata, "Kamu duluan yang menyiramku, jadi aku kembalikan
padamu."
Nindi juga tidak ingin melanjutkan
makan di sana, sudah tidak ada artinya.
Nindi langsung keluar dari ruang VIP
dan pergi ke toilet. Jika tahu begini, seharusnya dia tidak datang.
Benar-benar sial!
Saat keluar dari bilik, Nindi melihat
Sania yang sedang berdiri di samping.
"Nindi, kamu sudah menyinggung
Nona Serena, dan kali ini kamu pasti mati. Bahkan Kak Darren mungkin nggak bisa
menyelamatkanmu," kata Sania dengan nada tinggi.
"Kamu pasti sangat puas 'kan
memprovokasi Serena untuk menghadapiku, benar-benar licik memanfaatkan orang
lain!"
"Aku nggak tahu apa yang kamu
bicarakan, tapi aku hanya tahu kamu dalam masalah. Keluarga Morris pasti akan
menuntut pertanggungjawaban atas kejadian ini!"
"Kalau begitu, aku tunggu."
Baru saja Nindi hendak berbalik
pergi, Sania tiba-tiba mengangkat tangan dan menyemprotkan sesuatu ke arahnya.
Nindi mencium aroma yang agak wangi,
tetapi aromanya sangat aneh.
Dia bergegas menutup mulut dan
hidungnya, kemudian mundur dua langkah dengan waspada.
Serena baru saja masuk dari luar
dengan membawa beberapa pengawal. "Nindi, kamu berani menyiramku dengan
alkohol, aku bakal mengatur sepuluh preman buat kamu dan biarkan semua orang
tahu betapa hinanya dirimu. Aku ingin tahu gimana kamu bakal bertahan hidup di
Universitas Yasawirya setelah ini!"
Nindi merasa wajahnya memanas dan
sekujur tubuhnya terasa lemas.
Dia tidak menyangka Serena bisa
sekejam ini!
Ini adalah kelalaiannya.
Nindi menunduk, mendapati ember pel
yang ada di sampingnya. Dia berbalik dan mengambil ember itu, lalu
melemparkannya ke arah Serena.
Serena terkejut dan berteriak mundur,
semua pengawal segera mengelilinginya.
Nindi memanfaatkan kesempatan ini
untuk melarikan diri.
"Dia kabur."
Sania adalah yang pertama menyadari,
langsung maju dan menangkap pergelangan tangan Nindi.
No comments: