Bab 226
Namun, Nindi berhasil melepaskan
diri. Dia berlari sekuat tenaga ke depan. Saat melihat pintu lift terbuka, dia
segera masuk ke dalarn dengan panik.
Nindi bersandar di dalam lift. Dia
menggertakkan giginya seraya mengeluarkan ponsel, tetapi tidak tahu harus
menelepon siapa.
Dia hanya bisa menelepon polisi
sambil terus berlari.
"Di sana, jangan biarkan dia
kabur."
Nindi sudah terpojok di ujung
koridor. Dia menoleh dan melihat dua pengawal itu. "Aku sudah menelepon
polisi, mereka bakal segera datang."
"Raja Langit datang sekalipun,
itu juga nggak ada gunanya."
"Gadis kecil, tempat ini bukan
untukmu, cepat datang ke sini!"
Melihat dua pengawal itu yang makin
mendekat, Nindi hampir bersandar di dinding. Jika tidak, dia sama sekali tidak
bisa berdiri dengan stabil.
Pada saat ini, pintu ruang VIP di
sebelahnya terbuka.
Nindi tidak berpikir panjang lagi.
Dia langsung menerobos masuk dan menghancurkan vas bunga di dalamnya. "Aku
bakal ganti rugi, tapi aku harus ke rumah sakit dulu."
Karena kedua pengawal itu sangat
takut dengan ruangan ini, berarti orang di dalamnya memiliki latar belakang
yang penting.
Dia memecahkan barang, orang penting
di dalam pasti akan minta ganti rugi!
Selama diberi sedikit waktu, asalkan
bisa pergi dari tempat ini, semuanya akan aman.
Nindi benar-benar tidak punya tenaga,
hampir jatuh duduk di lantai.
Dia tidak sanggup mengangkat
kepalanya dan hanya bisa melihat beberapa pria di dalam ruangan.
"Si lemon, itu kamu?"
Zovan sempat mengira dia salah
dengar, tetapi saat pintu terbuka, seorang gadis masuk dan memecahkan vas antik
di sampingnya!
Mendengar suara yang tidak asing,
Nindi mengangkat kepalanya dengan susah payah dan melihat Zovan.
Detik berikutnya, seseorang datang di
hadapannya dan langsung mengangkatnya dari pecahan porselen.
Cakra merasa cemas dan marah.
"Apa yang sebenarnya terjadi?"
Nindi akhirnya tersenyum setelah
mendengar suara Cakra. "Ternyata kalian berdua."
Itu berarti dia seharusnya sudah
aman, 'kan?
Kemudian, Nindi menatap Cakra dengan
sedih dan mengeluh, "Seseorang menindasku!"
Cakra menyadari bahwa seluruh tubuh
Nindi berbau alkohol dan wajahnya juga merona merah tidak normal. Cakra hampir
bisa langsung tahu apa yang terjadi pada Nindi.
Ekspresi Cakra seketika berubah
pucat, dia melihat ke luar ruangan.
Zovan langsung mengerti dan berkata,
"Tenang saja, aku akan mengurusnya. Semuanya ikut aku keluar!"
Zovan dengan perhatian membawa dua
orang yang tersisa keluar dari ruang VIP.
Kedua orang itu kemudian bertanya
saking penasarannya, "Siapa gadis itu?"
"Aku lagi nggak mimpi, 'kan? Kak
Cakra ternyata juga punya sisi lembut seperti itu, bahkan inisiatif memeluk
gadis itu duluan!"
Zovan berdeham pelan. "Jangan
menanyakan hal yang nggak perlu, sekarang ada hal yang lebih penting untuk
ditangani."
Nindi cuma datang untuk makan
bersama, kenapa jadi berakhir seperti ini?
Dua pengawal di sana berkata dengan
hati-hati, " Kami dari hotel, gadis itu berutang uang pada kami.
Seharusnya dia menemani minum untuk melunasi utangnya, tapi dia berubah pikiran
dan kabur."
Usai mendengar perkataan kedua
pengawal ini, ekspresi Zovan berubah dingin. "Jaga mulutmu, apa dia orang
yang bisa kalian fitnah seperti itu?"
Begitu tidak jujur, lebih baik diberi
pelajaran dulu baru bicara.
Di dalam ruang VIP.
Nindi meraih dan merangkul Cakra
dengan erat, bahkan menggesekkan wajahnya di leher Cakra.
Cakra menahan tangan Nindi. "Apa
yang sebenarnya terjadi? Aku sudah berulang kali memperingatkanmu jangan minum
alkohol di luar, ' kan?"
"Kamu marah padaku?"
Nindi menatapnya, matanya merah dan
tampak sangat kecewa.
Cakra seketika menenangkan dirinya,
lalu berkata dengan sabar, "Aku sedang mengkhawatirkanmu !"
"Sania berkomplot melawanku. Dia
menyemprotkan sesuatu padaku yang membuat badanku panas dan lemas."
Mendengar ucapan Nindi, Cakra
membenarkan dugaan yang tadi dia pikirkan.
Cakra melepas jaketnya dan membungkus
Nindi, kemudian menggendongnya dan meninggalkan ruangan.
Zovan menginjak dua pengawal itu dan
berkata dengan nada dingin, "Kedua orang ini berbohong, nggak mau bilang
siapa yang menyuruh mereka."
Aura Cakra terasa dingin dan
mencekam, seperti sosok malaikat maut.
No comments: