Bab 716
"Leo bilang dia akan
menggantikan aku untuk menjaga Brando, jadi aku pulang."
Sebenarnya, alasan Leo menyuruhnya
pulang adalah karena banyak urusan keluarga yang harus diurus. Dia khawatir
Darren akan tertipu oleh Sania, jadi dia mendesak Nando untuk segera kembali.
Nindi tidak terkejut dengan hal ini.
Bagaimanapun juga, Nando memang selalu suka menjadi penengah dan menyelesaikan
masalah.
Dia berkata dengan dingin, "Kamu
pulang tepat pada waktunya. Vila ini sekarang sudah atas namaku. Ini rumahku.
Aku nggak mengizinkan orang lain untuk mengubah atau merenovasi
seenaknya!"
Witan sangat marah. "Nindi, Kak
Darren terpaksa melakukan ini karena kamu! Mana mungkin rumah ini jadi
milikmu?"
"Karena nama di sertifikat rumah
ini adalah namaku. Kalau kalian bersikeras membuat masalah, aku akan memanggil
polisi, dan kalian akan diusir."
Nindi tidak mau mengalah sama sekali.
Nando mengernyitkan dahi dan berkata,
"Sudah, jangan bertengkar. Karena vila ini sudah jadi milik Nindi, wajar
saja kalau dia punya permintaan soal renovasi."
"Kak Nando, kenapa kamu juga
memihak Nindi? Awalnya aku nggak percaya pas Sania memberitahuku, tapi sekarang
aku terpaksa percaya.
"Witan, kalau aku mengizinkan
kalian mengubah dekorasi, bukankah itu berarti aku malah memihak kalian?"
Witan membalas dengan yakin,
"Aku dan Sanía akan menikah, bukankah wajar jika kamu memihak kami?
"Kurasa kamu yang nggak waras.
Aku nggak mau memihak siapa pun. Rumah ini milik siapa, dialah yang berhak
mengambil keputusan."
Melihat sikap Witan, Nando merasa
sangat kecewa. Dari kecil sampai sekarang, Witan tetap tidak berubah, selalu
egois dan mementingkan diri sendiri.
Sania yang melihat Witan tidak bisa
berbuat apa-apa, baru perlahan muncul.
Sania berdiri di samping Witan, dan
berkata dengan sedih, "Kak Nando, aku merenovasi rumah ini juga demi
keluarga Lesmana. Proyek AI baru-baru ini sangat sukses, dan banyak orang ingin
bekerja sama dengan Kak Darren. Aku berencana mengundang semua orang untuk
berkumpul dan menjalin hubungan melalui pernikahanku."
Nando mengernyit setelah
mendengarnya. "Apa Kak Darren sudah mentransfer uangnya?"
"Pembayaran pertama sudah
ditransfer."
Sania merasa senang karena rencananya
hampir berhasil.
Namun, Nando tetap merasa curiga.
"Sania, kudengar kamu yang mengenalkan PZ Grup pada Kak Darren? Sejak
kapan kamu mengenal orang-orang dari PZ Grup?”
Ekspresi Sania langsung menjadi
sedikit canggung. Kak Nando, aku mengenal mereka secara kebetulan. Lagi pula,
aku juga mahasiswi Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Sebelumnya, aku sering
menghadiri acara jamuan bisnis dan tanpa sengaja bertemu dengan mereka."
"Dengan latar belakangmu,
bagaimana mungkin perusahaan internasional sebesar itu menghubungimu, bukannya
langsung Kak Darren?"
Dari kata-kata yang disampaikan Leo,
Nando merasa ada sesuatu yang tidak beres. Jadi, dia buru-buru kembali, karena
khawatir dengan situasi Darren.
Sania menjelaskan dengan susah payah
"Kak Nando, mereka pasti tertarik pada Kak Darren. Aku cuma jadi perantara
saja. Yang mereka lihat adalah potensi Grup Lesmana."
Tetap saja Nando tidak percaya.
Sania mulai menangis. "Kak
Nando, aku tahu kamu nggak suka padaku, makanya kamu nggak percaya. Tapi aku
juga bagian dari keluarga Lesmana. Tentu saja aku ingin bisnis keluarga kita
berkembang pesat."
Witan segera menenangkannya.
"Kak Nando, yang seharusnya kamu pertanyakan itu Nindi! Dia jelas jelas
bagian dari keluarga Lesmana, tapi malah membantu perusahaan lain untuk melawan
keluarganya sendiri!"
Nando memijat pelipisnya. "Aku
cuma merasa ini agak aneh, makanya aku bertanya."
Faktanya, proyek Al keluarga Lesmana
sebenarnya tidak cukup memiliki daya saing.
Meskipun proyek itu awalnya dirancang
olehnya dan sekarang dikelola oleh Darren, dia tahu betul situasinya.
Nindi mendengar apa yang dikatakan
Sania di sebelahnya. Benar saja, uang tahap pertama sudah ditransfer.
Dia sengaja meletakkan tas Hermes
jutaan rupiahnya di samping dan berkata dengan angkuh, " Ganti kembali
gorden yang lama, atau kalian semua keluar dari sini!"
Sampai saat ini, siapa yang mau
menahan diri?
Sania berkata dengan wajah memelas,
"Kak Nindi, aku tahu kamu nggak suka dekorasi ini, tapi ini untuk
pernikahanku. Aku... "
"Kamu juga pergi!"
Sania langsung menangis keras. Witan
buru-buru mendorong kursi rodanya untuk mendekati Nindi. " Nindi, kamu
tahu 'kan kalau CEO PZ Grup juga akan datang ke acara ini?"
Gerakan tangan Nindi tiba-tiba
berhenti.
Kebetulan sekali, dia memang belum
bisa menemukan petunjuk tentang bos di balik PZ Grup.
No comments: