Bab 717
Nindi tidak menyangka bahwa bos PZ
Grup akan datang menghadiri pernikahan ini.
Di kehidupan sebelumnya, bos di balik
layar itu selalu sangat tertutup, jarang muncul di depan umum, dan tidak pernah
bersosialisasi. Biasanya, dia hanya mengirim bawahannya untuk berbisnis.
Sampai akhirnya PZ Grup mengalami
skandal besar, dan barulah bosnya ditangkap.
Bahkan pada saat itu, tidak ada satu
pun informasi tentang dirinya yang terungkap.
Karena itu, Nindi merasa sedikit
kesulitan.
Cakra juga tidak menemukan banyak
informasi tentangnya. Untuk menghindari menimbulkan kecurigaan, mereka tidak
berani bertindak terlalu mencolok agar tidak ketahuan.
Mereka hanya menunggu petunjuk dari
Sania dan menunggu sampai ayah Sania tertangkap.
Nindi tidak langsung berbicara,
membuat Witan berpikir bahwa dia ketakutan.
Witan berkata dengan bangga,
"Pernikahan kami akan diadakan di vila ini, dan banyak orang penting yang
diundang. Sekarang banyak perusahaan ingin bekerja sama dengan PZ Grup, tapi nggak
mendapat kesempatan. Mereka sangat menghormati keluarga Lesmana."
Sania juga menunjukkan ekspresi
bangga. "Kak Nindi, setelah aku menikah, aku akan mengganti dekorasi
kembali seperti semula, bagaimana?"
Nindi hanya memasang wajah datar,
tidak mengatakan setuju, tetapi juga tidak menolak.
Dia juga sangat ingin bertemu dengan
CEO PZ Grup itu.
Nando menengahi, "Kalau Nindi
nggak nolak, berarti dia setuju. Dia cuma suka bicara ketus."
Sania merasa sangat tidak nyaman,
merasa bahwa wanita Nindi, si wanita jalang ini sengaja melakukannya.
Dia sengaja memamerkan kalung yang
dia kenakan di lehernya. "Kalau begitu, terima kasih, Kak Nindi. Apa
kalungku ini cantik? Kak Witan bersikeras membelikannya untukku hari ini."
Witan di sampingnya menyombongkan
diri. "Kita akan menikah, tentu saja aku harus membelikanmu yang terbaik.
Eh, ada juga orang yang terlihat glamor di luar, tapi sebenarnya nggak punya
apa-apa."
Nando langsung mengerti siapa yang
dimaksud Witan.
Dia menatap Nindi dengan ekspresi
rumit. Siapa sangka seorang dokter sekolah yang miskin ternyata adalah pewaris
keluarga Julian?
Nando merasa aneh. Kenapa orang
seperti itu mau datang ke kampus dan kebetulan memiliki hubungan yang sangat
baik dengan Nindi?
Jika itu hanya kebetulan, bukankah
terlalu kebetulan?
Nando tak bisa menahan diri untuk
bertanya, " Nindi, bagaimana hubunganmu dengan Cakra?"
"Biasa saja.”
Begitu Nindi menjawab, Sania langsung
tersenyum penuh kemenangan. "Kak Nindi, jangan terlalu sedih. Nenek Andrea
nggak suka padamu, makanya Kak Cakra juga nggak bisa berbuat apa-apa."
Nindi tersenyum dingin. Dia dengan
sengaja merapikan kerah bajunya, memperlihatkan kalung yang dia kenakan.
Senyum bangga di wajah Sania langsung
menghilang.
Seolah baru menyadari sesuatu, Nindi
berkata dengan nada terkejut, "Oh, aku hampir lupa soal kalung ini. Kok
mirip dengan punyamu, ya? Tapi punyamu terlalu polos, bahkan nggak ada
berliannya."
Kalung di leher Nindi bertatahkan
berlian kecil, tampak sangat berkilau di bawah cahaya.
Sania langsung dibutakan oleh kilauan
itu, sangat cemburu.
Sebenarnya, dia juga ingin memiliki
kalung edisi terbatas itu. Namun, karena edisi terbatas, tentu saja sulit untuk
mendapatkannya.
Witan tidak punya uang sebanyak itu,
jadi dia hanya bisa membelikan kalung model biasa.
Siapa yang menyangka bahwa Nindi, si
wanita jalang itu memilikinya?
Nindi berkata dengan senyum sinis,
"Kak Witan, kamu nggak mampu ya? Kamu 'kan mau nikah, kenapa kamu nggak
belikan istrimu yang mahal? Kalung itu terlalu polos, memalukan untuk dipakai
di luar.”
Sania sangat marah hingga tidak bisa
berkata apa-apa.
"Nindi, kamu sombong sekali.
Semua orang tahu dari mana kamu mendapatkan kalung itu. Bukankah kamu menjual
diri pada pria kaya?" cibir Witan.
Nando tidak tahan mendengarnya. Dia
langsung mengangkat tangan dan menampar Witan.
Witan pun terkejut. "Kak Nando,
kenapa kamu menamparku?"
"Kamu boleh menghina orang lain,
tapi Nindi adalah adik kandungmu sendiri! Jaga mulutmu!"
Nando biasanya berwatak lembut, tapi
dia bisa sangat menakutkan saat marah.
Witan selalu menghormati Nando karena
saat dia sakit dulu, hanya Nando yang merawatnya tanpa rasa jijik sedikit pun.
Witan hanya bisa menahan amarahnya,
"Aku nggak salah bicara. Kalau kamu nggak percaya, kamu bisa bertanya
padanya!”
No comments: