Bab 719
Dalam beberapa hari terakhir, Nindi
diam-diam memperhatikan gerak-gerik Sania.
Wanita licik itu hanya datang ke
sekolah beberapa kali untuk pamer perhiasan dan barang mewah, setelah itu dia
tidak pernah muncul lagi.
Nindi menebak kemungkinan besar Sania
sedang menghindari Yanuar.
Sejak mengetahui bahwa Sania akan
menikah, Yanuar tampak linglung dan kehilangan semangat.
Memang benar, sesuatu yang tidak bisa
dimiliki justru terasa paling berharga.
Sania sangat pandai mempermainkan
hati pria.
Nindi mengira Sania mungkin akan lupa
diri dan pergi ke 4S Motorindo, tetapi akhirnya Sania justru tidak pergi.
Entah apa yang Sania bicarakan saat
pergi ke 4S Motorindo tengah malam itu, ayah Sania juga tidak terlihat.
Dia hanya bertemu dengan paman
jauhnya.
Namun, satu hal yang pasti, pamannya
pasti punya kontak dengan ayah Sania dan mengetahui insiden kecelakaan mobil
bertahun-tahun lalu.
Kalau tidak bisa menangkap ayah
Sania, menangkap pamannya juga bisa.
Meski begitu, Nindi yakin kalau
menangkap ayah Sania-lah yang paling berguna.
Tiba-tiba, ponselnya menerima pesan.
"Hehe, aku sedang mengawasimu. Aku tahu apa yang ingin kamu lakukan."
Nindi langsung memeriksa alamat IP
pengirim pesan, sayangnya nomor tersebut adalah nomor virtual.
Lawannya datang dengan persiapan.
Nindi tidak terlalu memikirkannya.
Namun, saat dia sedang berjalan-jalan di lapangan bersama Yanisha dan
teman-temannya pada malam hari, dia kembali menerima pesan. "Lapangannya
ramai ya."
Nindi langsung berhenti dan melihat
sekeliling. Memang benar, ada cukup banyak orang di sekitar.
Namun, dia tidak tahu siapa yang
mengirim pesan itu.
"Kenapa?”
Yanisha bertanya setelah melihat
perubahan ekspresi Nindi.
Nindi menggeleng tanpa berkata
apa-apa, lalu memasukkan ponselnya kembali ke dalam tas.
Ini bukan tempat yang tepat untuk
membicarakan hal seperti ini.
"Nindi, berhenti!"
Tiba-tiba beberapa gadis datang ke
arah mereka.
Nindi langsung mengenali salah satu
dari mereka. Bukankah ini gadis yang beberapa hari lalu sengaja mempersulitnya
di seminar?
Kabarnya, dia adalah pacar ketua klub
jurnalistik
Nindi menatap mereka dengan tenang.
"Ada perlu apa?"
"Nindi, kamu kejam sekali. Kita
semua teman sekelas, kenapa kamu meminta pihak kampus untuk menghukum ketua
asrama kami?"
"Iya, ketua asrama kami hanya
mengatakan beberapa kata sembarangan. Semua orang juga bilang begitu, kenapa
harus dihukum?"
Mendengar kata-kata itu, Nindi
mengerti mengapa mereka datang mencarinya.
"Aku nggak pernah meminta pihak
kampus untuk menghukum siapa pun, dan aku juga nggak tahu bagaimana kampus
menangani kasus penyebaran rumor ini," balasnya dengan tenang.
Yanisha menambahkan, "Yang aku
tahu, sekolah memberi hukuman pada orang yang mengambil foto dan orang yang
membuat postingan. Yang satu sengaja menyebarkan foto dengan niat buruk, dan
yang satunya menulis postingan tanpa bukti. Jadi, mereka memang pantas
dihukum."
Yanisha tidak menyebutkan nama secara
langsung.
Dia hanya mengatakan bahwa dua orang
yang bersalah sudah dihukum.
Jika gadis ini termasuk salah satu
yang dihukum, berarti dia adalah orang yang mengambil foto secara diam-diam
atau yang menulis postingan fitnah. Jadi, dia sama sekali tidak bisa disebut
sebagai korban.
Tiga gadis yang datang dengan marah
itu langsung terdiam.
Pacar ketua klub jurnalis itu
memandang Nindi dengan wajah memelas. "Nindi, aku nggak bermaksud
menyebarkan rumor. Aku cuma nggak sengaja memotret dan mengirimkannya ke
pacarku. Aku nggak tahu kalau dia akan menulis hal sembarangan seperti
itu!"
"Tapi kamu nggak bilang seperti
itu waktu seminar.
Nindi bukan tipe orang yang gampang
memaafkan dan dia berkata dengan dingin, "Kalau kamu sudah melakukan
sesuatu, maka kamu harus siap menanggung akibatnya."
Nindi bisa melihat bahwa gadis ini
begitu berani karena mungkin sudah sering melakukan hal seperti ini.
Bahkan di depan rektor pun dia bisa
berbicara dengan sangat arogan.
Gadis itu langsung pucat pasi.
Tiba-tiba, dia berlutut di depan Nindi. "Nindi, aku benar-benar salah!
Tolong maafkan aku kali ini saja!”
No comments: