Bab 728
Ternyata benar, tak seorang pun dari
keluarga Lesmana yang layak dihormati. Dia bersumpah akan membuat mereka
membayar dengan harga yang setimpal.
Hari ini, pembayaran tahap kedua
lebih besar daripada yang sebelumnya. Begitu berhasil mendapatkannya, dia dapat
sepenuhnya melepaskan diri dari keluarga Lesmana.
Begitu memikirkan hal itu, Sania pun
tidak memiliki pilihan lain selain memendam rasa kesalnya.
Dia seketika terdiam.
Nindi menyaksikan adegan itu dan
menampakkan seulas senyum cerah di wajahnya. Benar saja, berdiri di atas
penderitaan orang lain.
Terasa jauh lebih menyenangkan.
Nindi segera menuju ruang makan untuk
bersantap, sementara di luar terdengar keributan yang tak berhenti meminta
Witan untuk mencarikan gaun bermerek yang baru ke sana.
Nando melangkah masuk ke ruang makan
dengan tatapan yang rumit. "Nindi, kenapa sih kamu harus kayak
begini?"
"Aku 'kan memang begini,
orangnya suka balas dendam dan perhitungan. Bukannya kalian sudah tahu dari
dulu, ya?" ucap Nindi.
Nando seketika terdiam. Dia sadar
bahwa selama ini semua akibat dari Sania yang sengaja memicu konflik dalam
hubungan mereka, hingga membuatnya salah paham kepada Nindi.
Padahal sebenarnya, Nindi bukanlah
orang seperti itu.
Suara Darren yang murka terdengar.
"Kalau kamu sudah ngaku salah, ya harusnya tanggung jawab dong!"
Darren belum lama tiba dari kantor.
Begitu mendengar apa yang telah dilakukan oleh Nindi, seketika dia menjadi
sangat marah, hingga api amarahnya seakan membumbung tinggi!
Nindi dengan santai meletakkan alat
makannya." Tanggung jawab soal apa?"
"Aku sudah tahu semuanya. Kamu
kok bisa setega itu sih, nggak tepati janjimu sendiri? Sania sampai rela
berlutut, tapi kamu nggak puas dan malah rusak gaunnya!" ujar Darren.
Darren sungguh tidak sanggup
membayangkan perkataan Nindi. Dia sempat mengira Sania hanya melebih-lebihkan
cerita secara serampangan, tetapi siapa sangka Nindi justru mengakuinya.
Sejak kapan Nindi menjadi wanita
keras kepala seperti itu?
Nindi sudah mengetahui bahwa Darren
datang untuk menyalahkannya, sehingga dia menjawab dengan tenang. "Aku
'kan memang begini orangnya, kamu dari dulu juga bilang begitu, 'kan? Sekarang
aku sudah melakukan seperti perintahmu, tapi kamu nggak puas, ya?"
Semasa kecil, dia memang tidak pernah
melakukan hal seperti itu. Hanya saja, setelah difitnah oleh Sania, segalanya
berubah menjadi seolah itu ulahnya.
Kini lebih baik segera mengaku.
Terlebih sudah terlanjur, agar setiap orang tidak datang untuk melakukan
tekanan moral.
Darren begitu marah hingga tak mampu
melontarkan sepatah kata pun.
Nando berdiri di samping dan berusaha
meredakan suasana. "Kak Darren, sudahlah. Masih banyak hal yang perlu kita
urus hari ini, masalah kecil begini nggak usah terlalu dipermasalahkan."
Darren segera menuruti jalan keluar
yang tersedia. Terlepas dari apa pun, sikap Nindi yang begitu angkuh dan
semena-mena, tampaknya membuat wanita itu enggan menghormatinya.
Darren mendengus kesal.
"Sekarang Sania sudah memegang posisi penting di Lesmana Grup, kamu
sendiri gimana?"
Saat itu Sania berjalan mendekat,
Darren menyerahkan sebuah dokumen kepadanya. "Aku sudah minta bagian
keuangan buat kirim uangnya, kamu tinggal koordinasi sama pihak PZ Grup
saja."
"Dipercepat?" ucap Sania.
Sania pun tampak terkejut.
"Iya, toh kita bakal jadi
keluarga juga nanti. Kalau pekerjaan ini lebih cepat beres, kamu juga bisa
tenang waktu pesta pernikahan nanti malam," ujar Darren.
Sania seketika menutup mulutnya
karena terkejut dan bahagia. "Kak Darren, kamu baik banget padaku! Tenang
saja, aku janji nggak bakal bikin kamu kecewa."
Asalkan dana sudah berada di
tangannya, dia sama sekali tidak perlu mengindahkan perilaku orang orang ini.
"Kita 'kan keluarga, aku percaya
kok sama kamu," ucap Darren.
Darren melirik Nindi dengan sengaja,
tampak seakan tengah membanggakan dirinya.
Senyum di wajah Nindi terlihat
semakin dalam. "Tsk tsk, selamat, ya."
Saat ini Darren begitu gigih
memamerkan dirinya. Kelak, begitu dia mengetahui uang itu lenyap, dia akan
hancur sebesar itu pula.
Sania saat ini tidak sempat lagi
berdebat dengan Nindi. Dia bergegas berbalik dan pergi dari tempat itu dengan
membawa dokumen itu.
Nindi mengeluarkan ponsel dan
mengirim pesan kepada Mia. "Uangnya dikirim lebih cepat."
"Oke," balas Mia.
Nindi melihat sekilas pesan balasan
dari Mia, suasana hatinya seketika menjadi lebih baik.
Seusai bersantap, Nindi segera
kembali ke kamarnya, seolah-olah segala sesuatu yang terjadi di luar tidak ada
hubungannya dengan dirinya.
Dia menerima panggilan telepon dari
Cakra. "Mau aku kirimkan gaun baru lagi nggak?"
"Nggak usah, perempuan licik itu
nggak layak membuatku berdandan cantik-cantik. Aku sudah tahu mau pakai baju
apa," ucap Nindi.
Cakra berpikir sejenak sebelum
akhirnya berbicara."
Aku sudah atur semuanya, perempuan
licik itu pasti nggak akan bisa dapat gaun pengantin merek yang dia mau.
Walaupun berhasil dapat, aku juga sudah punya cara supaya dia nggak bisa
memakainya malam harinya."
Senyum tipis terukir di wajah Nindi.
Pantas saja Sania bahkan tidak mampu mendapatkan satu gaun pun, ternyata itu
adalah tindakan rahasia yang dilakukan Cakra.
Bagaimanapun juga, mengingat status
dan kedudukan Darren. Selama ada uang, membeli sebuah gaun putih bermerek mewah
seharusnya bukan perkara yang sulit.
Namun, masalahnya, Sania akhirnya
tetap gagal mendapatkannya.
Rasakan! Bagi perempuan licik itu,
mungkin ini terasa begitu menyakitkan.
Saat itu, suara Mia terdengar berada
di dekat Cakra. " Sania sudah kirim semua uangnya."
Napas Nindi seolah tercekat. Inilah
yang dia nantikan selama ini.
No comments: