Bab 729
Nindi seketika menjadi sangat tegang.
Ternyata Sania benar-benar mulai
bertindak, tepat seperti yang telah dia perkirakan.
Cakra menggenggam ponselnya dan
berkata, " Tenang saja, aku bakal awasin langsung dari sini. Sopir itu
pasti ketangkep."
"Oke, aku tunggu kabar
darimu," ucap Nindi.
Setelah mengakhiri panggilan telepon,
Nindi menghela napas panjang. Akhirnya, semuanya benar -benar akan dimulai.
Awalnya dia menduga akan sedikit
lebih lambat, karena sebelumnya Darren memang berencana untuk mengirimkan dana
setelah upacara pernikahan selesai dilaksanakan.
Kemungkinan besar, tindakan yang dia
lakukan di siang hari telah menyulut emosi Darren. Sehingga, demi melampiaskan
kekesalan, atau justru menunjukkan seberapa besar rasa percayanya terhadap
Sania, dia sengaja mengirim uang lebih awal.
Baginya, hal ini justu merupakan
kabar baik.
Sore harinya, para tamu undangan
mulai tampak berdatangan.
Sania mengenakan sebuah gaun putih
bergaya sederhana dan segar. Bagaimanapun juga, hingga saat ini dia masih belum
berhasil mendapatkan gaun pengantin bermerek edisi tebatas. Oleh karena itu,
dia enggan memakainya terlalu awal untuk diperlihatkan kepada semua orang, agar
tidak menjadi bahan ejekan.
Bagaimanapun juga, sekarang seluruh
uang telah dikirim sesuai dengan arahan sang ayah. Tak lama lagi dia akan
terbebas sepenuhnya dari keluarga Lesmana.
Setiap kali hari itu terlintas di
benaknya, perasaan Sania seketika menjadi lebih baik.
Nindi mengenakan pakaian sederhana
dan turun ke lantai bawah. Dia mendapati Sania tersenyum cerah di luar,
kemudian masuk bersama kakak beradik dari keluarga Morris.
Serena melirik sekilas dengan tatapan
penuh ejekan. "Vila ini kecil banget, ya."
Menyelenggarakan pernikahan di rumah
pribadi, sungguh menyedihkan.
Sofia menahan tangan sang adik,
kemudian tersenyum kepada Sania. "Ibu kami ada urusan hari ini, karena itu
beliau berhalangan hadir, jadi kami yang mewakili. Semoga nanti kami bisa
menjelaskan secara langsung kepada CEO PZ Grup."
Sebenarnya, karena Bu Riska tidak
hadir, sang ibu merasa hadir seorang diri akan merendahkan martabatnya, maka
dia pun memilih untuk tidak datang.
Memang, dengan status keluarga
Lesmana yang sedemikian rupa, mereka sama sekali tidak pantas membuat Nyonya
Belinda hadir secara langsung.
Senyum Sanía sempat terhenti sejenak.
Ternyata Nyonya Belinda tidak hadir lagi. Ini jelas merupakan sebuah penghinaan
terhadap keluarga Lesmana.
Keluarga Morris sebenarnya juga
sedang dalam kesulitan keuangan, mereka justru lebih dulu mendekati keluarga
Lesmana untuk bekerja sama, tetapi sikapnya masih begitu angkuh.
Meskipun Sania tidak mengucapkan apa
pun secara terbuka, ekspresi di wajahnya menunjukkan ketidaksenangan.
Ekspresi Serena justru tampak
mencibir. "Tempat ini memang agak kecil, ya."
"Kalau Nona Serena merasa tempat
ini terlalu kecil sampai tidak muat menampung tamu sepenting kamu, ya silakan
pergi dari sini," ucap Nindi.
Nindi muncul dengan aura yang
mengintimidasi Dia mengenakan pakaian serba hitam, dan sisi telinganya terselip
setangkai bunga berwarna putih.
Serena memutar bola matanya dengan
malas. " Memangnya siapa juga yang mau datang ke sini."
Sofia bergegas menyela pembicaraan.
"Jangan diambil hati ucapan Serena, ya. Justru aku merasa pernikahan kayak
begini lebih hangat, nggak perlu dibuat dengan terlalu berlebihan."
Sania tersenyum setengah hati dan
berkata, "Iya, soalnya CEO PZ Grup memang tipe orang yang sederhana, jadi
pestanya juga dibuat sesimpel mungkin."
Jika bukan karena hal ini, dia tidak
sudi menggelar pernikahan di rumah, sungguh menyedihkan!
Sofia tentu saja mengetahui
kedatangan mereka di pernikahan kali ini semata-mata demi CEO PZ Grup.
Jika mereka dapat menjam relasi
dengan koneksi ini, hal itu tentu saja memberikan keuntungan besar bagi
keluarga Morris.
Bagaimanapun juga, ini adalah
perusahaan besar multinasional bertaraf internasional.
Sofia segera mengalihkan topik
pembicaraan dan menatap Nindi. "Nona Nindi, kamu serius datang ke acara
pernikahan dengan memakai pakaian itu? Apa nggak terlalu simpel, ya?"
Sania menatap Nindi yang mengenakan
pakaian serba hitam dan tidak tampak mencolok. Dia merasa sedikit senang dalam
hatinya. Setidaknya, wanita murahan itu tahu siapa tokoh utama di tempat ini.
Serena yang berada di samping menutup
mulutnya sembari tertawa. "Nindi pakai baju serba hitam, juga hiasan bunga
putih di kepala. Mereka yang kenal mungkin tahu dia datang ke acara pernikahan,
tapi yang nggak, bakal ngira dia lagi datang ke acara pemakaman."
Setelah mendengar hal itu, barulah
Sania menyadari ada sesuatu yang terasa janggal.
Dia menatap Nindi dengan kesal.
"Kamu sengaja doa jelek buat aku, ya? Jangan pakai baju sialan itu kalau
datang ke pernikahanku!"
Nindi menjawab dengan santai.
"Terserah dong aku mau pakai apa. Toh, ini 'kan vilaku sendiri. Aku juga
nggak pernah bilang mau datang ke pernikahanmu. Jadi jangan sok kepedean
deh."
Setelah selesai berbicara, Nindi
segera berbalik dan pergi ke area makanan untuk bersantap.
Sania seketika naik pitam, dia
benar-benar marah kepada Nindi, wanita murahan itu.
Dengan ekspresi heran, Sofia pun
bertanya. "Nindi bilang ini vila miliknya?"
"Hmph, sebenarnya milik keluarga
Lesmana, tapi Nindi pakai cara licik buat merampasnya, " ucap Sania.
Meskipun hatinya terasa sesak, Sania
tetap memilih untuk menjamu tamu dan memanfaatkan kesempatan itu untuk mengenal
lebih banyak orang dari lingkungan atas demi masa depannya nanti.
Serena berbisik dengan nada mengejek.
"Kak, lihat deh, keluarga Lesmana miskin banget, ya. Baru punya satu vila
saja sudah sombong begitu."
No comments: