Bab 2647
Mendengar itu, Andios terdiam. Butuh
waktu lama sebelum akhirnya dia berkata, "Dunia ini memang hanya bisa
seperti ini?"
"Hanya bisa seperti ini!"
jawab Guru Kaisar dengan tegas.
Andios menghela napas pelan lalu
melihat kembali papan catur di hadapannya yang kini terasa membosankan. Dia pun
bangkit, bersiap untuk pergi.
"Bocah, kamu belum memberi tahu
aku, sebenarnya permainan apa yang kamu mainkan?" teriak Guru Kaisar.
"Aku bermain lima baris."
Suara malas Andios terdengar sebelum
dia benar benar melangkah keluar.
Guru Kaisar terdiam sejenak, lalu
tertawa kecil sambil menggelengkan kepala sambil bergumam, " Anak
ini..."
Lalu, tatapannya beralih ke luar
jendela dan mengingat pesan tersirat yang dikirim oleh Ardion.
Guru Negara sudah meninggalkan kota
Sentana?
Dia tersenyum samar dan tak terlalu
peduli, hanya saja saat kembali melihat papan catur di hadapannya, gaınbaran
tentang kekacauan di kota Sentana seolah terpantul di sana.
Setiap gerakan dan setiap bidak yang
dimainkan, semuanya penuh ambisi. Pedang dan siasat saling bertautan, tetapi
pada akhirnya, semuanya hanyalah ilusi semu.
"Entah Guru Negara ada di kota
Sentana atau nggak, aku nggak akan ikut campur dalam air keruh ini. Dunia fana
ini... nggak layak ...," gumam Guru Kaisar, lalu menjatuhkan satu bidak catur.
Sementara itu.
Di kediaman Keluarga Romli, suasana
berubah kacau balau. Semua orang panik dan tak tahu harus berbuat apa. Saka
telah dicap sebagai pemberontak, dan Keluarga Romli juga tidak bisa lepas dari
keterlibatan. Di dalam keluarga, kepanikan makin menjadi-jad
Namun, di depan pintu utama kediaman,
Saka berdiri kokoh seperti patung penjaga. Bahkan, dia memejamkan mata dan
mulai bermeditasi. Sikap tenangnya ini sedikit banyak, menenangkan orang-orang
di sekitarnya.
Saat ini, Saka sedang merasakan dua
aliran keberuntungan dalam tubuhnya.
Keduanya berasal dari pertempurannya
sebelumnya yaitu dengan mengalahkan Wimar dan membunuh Roni Teknik Perampas
Keberuntungan otomatis menyerap sisa-sisa keberuntungan dari keduanya.
"Sayang sekali, Roni sudah
kehilangan pengaruhnya. Keberuntungannya nggak banyak. Seorang pangeran
seharusnya memiliki keberuntungan yang jauh lebih besar, tapi nyatanya hampir
sama dengan Wimar," gumam Saka dengan sedikit kekecewaan.
Namun, tak lama kemudian, dia
tersenyum dan melanjutkan, "Meskipun nggak banyak, tetap harus
dimanfaatkan dengan baik."
Dia menoleh ke arah Davina yang masih
tampak kesal, lalu dengan satu gerakan jari, seberkas keberuntungan tanpa suara
menyatu ke dalam tubuhnya.
Saka tahu bahwa satu orang tidak
cukup untuk mengubah Negara Elang, itu semua butuh usaha bersama.
Dengan keberuntungan ini, Davina
setidaknya bisa dengan mulus mencapai tingkat Raja Ilahi.
Namun, keberuntungan ini belum cukup.
Dia masih membutuhkan lebih banyak keberuntungan.
Saat itu juga, Saka mengangkat
kepalanya.
Jalanan yang biasanya ramai kini
sunyi akibat perintah darurat. Namun, tiba-tiba, langkah kaki terdengar
bergema.
Saat dia menatap ke kejauhan di kedua
ujung jalan muncul dua garis hitam tipis. Tak lama, barisan pasukan muncul dan
perlahan bergerak mendekat.
Mereka berhenti di jarak yang aman
dan bersiap dalam formasi tempur.
Di barisan paling depan ada Adelia
yang berdiri dengan tatapan dingin.
Melihat itu, Davina yang sebelumnya
masih kesal segera maju satu langkah. Wajahnya sedikit berubah ketika menatap
orang orang di belakang Adelia, lalu memperingatkan Saka dengan suara rendah,
" Itu pasukan garnisun Kota Sentana"
Jika pasukan sudah dikerahkan, maka
ini bukan lagi sekadar penangkapan, melainkan pemberontakan yang harus ditumpas
"Akhirnya datang juga,"
ujar Saka sambil meregangkan tubuhnya dan tersenyum tipis.
Adelia menatap tubuh Roni yang masih
tergeletak tak terurus di tanah sebelum kembali menatap Saka. Dia berujar,
"Kamu punya dua pilihan. Pertama, mati di tempat. Kedua, atas pertimbangan
Guru Negara, ikut denganku untuk diadili, jadi kamu masih punya kesempatan
untuk membersihkan namamu."
Saka tidak menjawab. Dia hanya
mengangkat tangannya ke depan, dan dalam sekejap, pedang tajam melesat.
Shiiing!
Salah satu prajurit di samping Adelia
bahkan tidak sempat bereaksi. Dalam sekejap, tubuhnya terbelah menjadi dua!
"Nggak perlu repot-repot
membersihkan nama. Aku memang pemberontak," jawab Saka sambil tersenyum.
Melihat ini, mata Adelia sedikit
inenyipit. Pada saat yang sama, di langit di atas mereka tiba-tiba muncul
gelombang energi dahsyat yang mengguncang udara!
lanjut min, di novelnya sdh sampa bab 2655
ReplyDelete