Bab 730
Sofia tampak tersenyum getir.
"Vila ini mahal, lho."
Saat ini keluarga Morris tengah
mengalami krisis ekonomi. Seluruh aset mereka telah dijadikan jaminan. Jika
mereka gagal melewati masa sulit ini, bahkan vila semacam ini pun akan hilang
dari tangan mereka.
Sofia tidak memberitahukan hal ini
kepada Serena.
Informasi ini masih belum boleh
diketahui oleh orang lain, agar tidak menimbulkan kekacauan besar dalam
keluarga Morris.
Hari ini, bagaimanapun caranya, harus
meninggalkan kesan baik di hadapan CEO PZ Grup, berusaha membangun relasi baik
dan mendapatkan informasi mengenai kontaknya.
Selama berhasil menjalin kerja sama
dengan investor asing, keluarga Morris setidaknya dapat sedikit bernapas lega.
Setelah merasa kenyang dan puas,
Nindi baru mengalihkan pandangannya ke arah lokasi pesta, yang kini mulai
dipenuhi dengan banyak tamu undangan.
Akhirnya, Nyonya Martha terlihat
hadir di sana.
Hari ini, selain CEO PZ Grup, Nyonya
Martha adalah tamu dengan status tertinggi yang hadir.
Begitu Nyonya Martha muncul, kakak
beradik keluarga Morris bergegas menghampirinya dan membentuk sebuah lingkaran
kecil, hampir tidak mengindahkan keberadaan tamu lainnya yang statusnya tidak
sebanding dengan mereka.
Nindi memperhatikan dengan seksama,
dia pun berdiri tak jauh dari sana, menunggu kedatangan CEO PZ Grup.
Tak lama kemudian, Sania keluar
dengan mengenakan gaun pengantin dan berjalan bersama Darren menuju pintu
utama. Benar saja, sebuah mobil mewah telah terparkir di sana.
Seorang pria berkebangsaan asing
turun dari mobil dan berjalan masuk. Dilihat dari penampilannya, dia tampak
seperti pria asing paruh baya pada umumnya, tanpa ciri khas wajah yang
menonjol.
Sania tersenyum dan berkata,
"Ini adalah CEO PZ Grup, Tuan Mike."
Darren menyapa pria itu dengan senyum
di wajahnya, dan pria itu pun membalas dengan senyuman. Suasana tampak sangat
harmonis.
Sania menegakkan dagunya, dengan
sikap angkuh layaknya seorang putri bangsawan.
Dia membawa CEO PZ Grup menemui
Nyonya Martha, kemudian memperkenalkan keduanya secara langsung.
Nyonya Martha dan Sofia tampak
memperlihatkan senyum bahagia, mereka akhirnya merasakan momen yang
dinanti-nantikan.
Darren menatap ke arah Sania dan
berkata, "Kamu persiapkan saja acara pernikahannya, biar aku yang menemani
Tuan Mike."
"Oke," ucap Sania.
Sania berjalan pergi dengan sedikit
enggan, karena bagaimanapun juga, Tuan Mike secara khusus datang untuknya.
Seketika, rasa bangganya pun membumbung tinggi.
Nindi mengamati dari samping,
kemudian diam -diam memotret Tuan Mike dan mengirimkannya kepada Cakra.
Bagaimanapun juga, sebelum mereka
belum berhasil mendapatkan informasi apa pun mengenai CEO PZ Grup.
Namun, Nindi merasa ada sesuatu yang
janggal. Benarkan pria ini adalah CEO PZ Grup seperti yang dikabarkan?
Ataukah, pria itu sengaja tampil
sederhana, sehingga terlihat biasa saja dan tidak menarik perhatian?
Tak lama kemudian, Cakra menghubungi
melalui telepon. Nindi pergi menuju ke ruangan yang sunyi untuk menjawabnya.
"Sudah ketemu?"
"Sudah, orangnya jadi dikejar,"
ucap Cakra.
Setelah mendengar ucapannya, Nindi
menengadah dan menatap suasana meriah di pesta. Dirinya tampak sangat tenang
dan tak tergoyahkan.
Dia menekan bibirnya. "Bisa
ketemu?"
Semua berjalan begitu lancar hingga
membuatnya sedikit gelisah.
"Bisa, percaya saja
padaku," ucap Cakra.
Selain Cakra, tidak ada yang paling
berambisi untuk mengungkap pelaku sebenarnya dan menyelidiki dengan jelas
penyebab kecelakaan itu.
Nindi diam-diam merasa senang.
"Iya, aku percaya sama kamu. Sekarang, giliranku."
Alunan musik dari prosesi pernikahan
mulai terdengar di telinganya.
Setelah mengakhiri panggilan telepon,
dia berjalan perlahan ke arah sana. Dia melihat Sania mengenakan gaun
pengantin, menggandeng lengan Witan sambil berjalan keluar, dan menampilkan
senyuman bahagia di wajah mereka.
Nindi berjalan mendekat dan
menghadang jalan mereka.
Darren bergegas menghampirinya.
"Nindi, kamu apa -apan sih?"
"Sudah kubilang 'kan, aku mau
kasih hadiah waktu Sania menikah," ucap Nindi.
Nindi masih tersenyum, tetapi Darren
justru merasa tidak nyaman. Dia mencengkeram pergelangan tangan Nindi dengan
kuat. "Jangan macam-macam, awas saja!"
Nindi tersenyum singkat, sementara
layar besar di samping mereka tiba-tiba berganti tampilan lain.
Seorang pria paruh baya menindih
tubuh seorang gadis muda, mencium dan merabanya, sembari menyebut nama Sania
dari bibirnya.
Tayangan di layar sangat jelas, dan
orang yang sedang ditindih itu ternyata memang Sania.
Para tamu undangan seketika menjadi
riuh setelah menyaksikannya.
No comments: