Bab 733
Begitu Nindi mengucapkan kata-kata
itu, mata Sania langsung membelalak, dan wajahnya penuh dengan keterkejutan.
Dia menatap Nindi seperti melihat
hantu. Bagaimana mungkin wanita ini tahu kalau ayahnya belum meninggal?
Sejak kapan Nindi mengetahuinya?
Apa yang telah Nindi temukan?
Dalam sekejap, rasa panik dan
ketakutan besar melanda hati Sania. Padahal tadi dia baru saja merasa lega,
sekarang malah terpukul lagi.
Sania panik bukan main.
Sementara itu, pikiran Darren
langsung kosong seketika.
Dia menatap Nindi dengan tidak
percaya. "Mana mungkin ayah Sania masih hidup?"
Nindi menjawab dengan tenang,
"Karena aku melihat sendiri Sania bertemu dengan ayahnya yang sudah
dinyatakan meninggal bertahun-tahun lalu. Mereka bahkan diam-diam masih
berhubungan."
Lalu Nindi menoleh menatap Sania.
"Waktu itu kamu dipukul habis-habisan oleh Kak Brando lalu diusir dari
mobil. Setelah itu kamu pergi ke kafe dan bertemu seseorang. Nggak mungkin kamu
lupa siapa orang itu, 'kan?"
Tubuh Sania langsung gemetar hebat.
Ternyata Nindi sudah mengetahuinya.
Apa dia sudah tahu sejak saat itu?
Sania ketakutan sampai-sampai tak
sanggup berdiri. Ia langsung duduk terjatuh di atas rumput dan tak berani
berkata sepatah kata pun.
Bagaimana ini?
Nando sangat panik dan terus bertanya,
"Ayah Sania benar-benar masih hidup, katamu? Lalu di mana dia
sekarang?"
"Orang itu bersembunyi dengan
baik. Aku sudah mencari sekian lama tapi belum menemukan di mana dia
berada."
Baru saja Nindi selesai bicara, Sania
langsung menyela, "Nindi, kamu bohong! Ayahku sudah meninggal sejak lama.
Kamu pasti salah lihat. Aku nggak pernah bertemu dengan ayahku."
Karena Nindi belum menemukan
keberadaan ayahnya, maka dia sama sekali tidak boleh mengakuinya.
Dia belum bisa melepaskan diri
sekarang. Jika keluarga Lesmana tahu ayahnya belum meninggal, maka dia akan
tamat!
Darren mendesak Nindi. "Apa yang
sudah kamu selidiki?"
"Aku juga menyelidiki bahwa
Sania dan ayahnya bersekongkol untuk mencuri uang perusahaan yang baru saja
kamu transfer hari ini."
Ekspresi Darren berubah drastis. Dia
pun menatap Sania dengan dingin. "Kamu, bicara!"
"Nggak, Kak Darren. Aku nggak
melakukannya."
Sania ketakutan setengah mati. Kenapa
bisa ketahuan sekarang?
Kalau begini, dia tak mungkin bisa
kabur.
Darren melihat ekspresi panik di
wajah Sania dan langsung curiga. Dia segera menelpon bagian keuangan perusahaan
untuk menanyakan ke mana uang itu pergi.
Pihak keuangan menjawab, "Nona
Sania sudah memindahkan dananya siang tadi."
"Cek apakah uangnya masuk ke
rekening PZ Grup!"
"Bagaimana saya bisa mengeceknya
? Nona Sania bilang dia akan mentransfer sendiri, jadi saya nggak banyak
bertanya."
Darren marah-marah sambil mengumpat,
"Bodoh! Bodoh banget! Kenapa bisa kalian biarkan dia transfer sendiri?
Seharusnya pakai rekening resmi perusahaan, seperti biasa!"
"Tapi Anda sendiri yang bilang
selanjutnya serahkan semua urusan ke Nona Sania, makanya kami nggak berani
bertanya."
Darren baru teringat kalau memang
siang tadi dia menginstruksikan seperti itu, tapi siapa sangka Sania akan
berkhianat?
Setelah menutup telepon, wajah Darren
tampak seperti ingin memakan orang. Ia menatap Sania dengan marah. Mana
uangnya?"
Sania ketakutan sampai berkeringat
dingin. "A-aku mentransfer uangnya ke penanggung jawab proyek PZ Grup. Dia
bilang dengan begitu, perusahaan bisa memberiku komisi."
Sania hanya bisa mengatakan itu
sekarang. Tidak mungkin dia mengatakan uang itu ditransfer ke ayahnya sendiri,
'kan?
Kalau begitu, keluarga Lesmana pasti
tidak akan melepaskannya.
Sial, Sania sudah memperhitungkan
segalanya dengan cermat. Namun, dia tidak menyangka bahwa Nindi, wanita jalang
itu, ternyata sudah tahu sejak lama jika ayahnya masih hidup.
Pantas saja waktu itu Nindi tiba-tiba
bilang mau kembali ke keluarga Lesmana.
Dulu Sania kira Nindi hanya ingin
merebut harta keluarga, tetapi sekarang dia baru sadar jika Nindi sudah curiga
sejak saat itu.
No comments: