Bab 734
"Dasar bodoh, masa kamu
benar-benar percaya dengan omongan seperti itu?"
Darren sangat marah sampai kepalanya
terasa pusing. Dia tidak menyangka Sania akan bermain tipu muslihat di
saat-saat penting seperti ini.
Dia langsung menampar Sania.
"Aku nggak peduli bagaimana caranya, kamu harus kembalikan uang itu
padaku! Kalau nggak, nyawamu akan melayang!"
Berani sekali Sania bermain-main
dengan uang sebanyak itu?
Setelah ditampar lagi, sorot mata
Sania menunjukkan kegelisahan. "Kak Darren, apa menurutmu kerja sama
dengan PZ Grup bisa disepakati semudah itu? Kalau bukan karena aku menjanjikan
mereka berbagai keuntungan, mereka mana mau kerja sama sama keluarga Lesmana.
Lagi pula, baik keluarga Ciptadi maupun keluarga Morris juga mengincar proyek
ini. Kenapa mereka harus bekerja sama dengan keluarga Lesmana?"
Tiba-tiba Sania berubah seperti orang
lain.
Darren melihat perubahan sikap Sania
yang makin tegas, lalu dengan marah berkata, "Kalau ada rahasia seperti
ini, kamu seharusnya bisa memberitahuku. Kamu belum banyak pengalaman,
bagaimana kalau kamu tertipu?"
Kasus suap dan potongan komisi
seperti ini sebenarnya sudah sering terjadi.
Darren juga bukan orang naif yang
tidak tahu akan hal-hal seperti itu. Hanya saja dia tidak menyangka jika Sania
melakukan ini di belakangnya.
Sejak kapan Sania jadi seberani ini?
Sania tertawa sinis. "Apa kamu
akan percaya kalau aku mengatakannya?"
Sania sangat memahami sifat Darren.
Waktu pencairan dana pertama, Darren
mengawasi di setiap langkah, membuatnya tidak bisa melakukan apa-apa.
Di pencairan dana kedua, Darren
bersikeras menunggu sampai dia menikah dengan Witan baru mau menandatangani.
Bukankah ini namanya bentuk waspada
dan tidak percaya padanya?
Darren mendengus dingin. "Terus,
lihat apa yang kamu lakukan sekarang! Bukankah ini namanya membuat masalah? Aku
nggak peduli bagaimana caranya, besok kamu harus kembalikan semua uang
itu!"
"Sementara ini nggak bisa
dikembalikan."
Sania menjawab dengan lugas,
"Penanggung jawab bilang uang itu akan diinvestasikan dan minggu depan
baru dipindahkan ke rekening perusahaan PZ. Semuanya akan berjalan diam-diam,
nggak akan ada yang tahu."
"Sania, kamu ini bodoh banget.
Mana bisa kamu percaya kata-kata seperti itu?"
Darren hampir tidak bisa berdiri
karena marah.
Dia sangat khawatir uang itu hilang.
Jadi, dia segera menelepon bawahannya, memerintahkan mereka untuk mencari
penanggung jawab PZ Grup dan mengawasinya agar tidak melarikan diri.
Besok dia sendiri akan pergi untuk
meminta uang itu kembali.
Baru saat itu Nando angkat bicara.
"Kak darren, hari ini CEO PZ Grup sudah datang, itu artinya kerja sama
nggak akan ada masalah. Soal transaksi antara penanggung jawab dan Sania, kamu
bicarakan baik-baik lagi dengan penanggung jawabnya. Sebisa mungkin jangan
sampai presiden PZ Grup tahu masalah ini. Kalau nggak, itu akan mempengaruhi
kerja sama selanjutnya."
"Aku tahu bagaimana
melakukannya."
Darren hanya marah di mulut saja.
Sebenarnya, di dalam hatinya dia juga tahu tidak boleh membesar-besarkan
masalah ini, apalagi sampai diketahui oleh CEO PZ Grup.
Darren saat ini sangat kecewa pada
Sania. "Padahal aku sudah sangat percaya padamu, tapi lihat apa yang kamu
lakukan? Demi sedikit komisi, kamu berani mengambil risiko sebesar ini.
Bagaimana kalau uangnya hilang?"
"Tapi, Kak Darren. Kalau nggak ada
aku, apa kamu bisa bekerja sama dengan PZ Grup? Bukankah aku yang berusaha
keras jadi perantara kalian?"
Sania berkata dengan sangat tidak
puas, "Aku cuma orang asing di keluarga ini, selamanya nggak akan bisa
menyamai kalian yang saudara kandung."
Darren memegangi dadanya karena
marah. "Apa aku kurang baik padamu? Sejak kecil Nindi yang selalu mengalah
dan menderita. Bahkan saat kamu berencana mencelakai Nindi dan akhirnya
diperkosa oleh kepala pelayan, siapa yang melindungimu ?"
Wajah Sania langsung merah karena
marah. "Aku nggak pernah menjebak Nindi. Dia, si wanita jalang itu yang
menjebakku!"
Nando langsung menatap Sania dengan
dingin. " Siapa yang menyuruhmu memanggilnya 'jalang'? Sania, kamu ini
nggak punya sopan santun sama sekali!"
Sebenarnya Nando sudah lama tahu
sifat Sania yang bermuka dua, tapi dia belum pernah lihat sisi gelap Sania yang
sekejam ini.
Sementara itu, Nindi hanya berdiri
diam memperhatikan. Inilah wajah asli dari wanita licik itu.
Mungkin wanita licik itu mengira dia
sudah pasti menang, makanya begitu percaya diri?
Sania tersenyum sinis. "Aku
nggak punya sopan santun, ya? Bukankah kalian sendiri yang mendidikku seperti
ini? Katanya memperlakukan sama rata, tapi ujung-ujungnya kalian memaksa aku
menikah dengan seorang pria cacat!"
Witan langsung merasa sakit hati.
"Apa katamu, Sania?"
Wanita itu bahkan memaki dirinya
cacat?
Apakah Sania benar-benar memandang
dirinya seperti itu di hatinya?
No comments: