Bab 738
Darren berkata dengan sangat tegas.
"Sania, kalau uang ini hilang, aku akan membuat hidupmu lebih buruk
daripada kematian."
Sania langsung ketakutan.
Dia buru-buru melihat ke luar.
"Kak Witan, di mana Kak Witan?"
Sania tahu bahwa situasinya telah
berubah makin buruk.
Rencananya semula adalah menggelar
pernikahan seperti biasa hari ini, lalu diam-diam membereskan semuanya dan
menghilang begitu saja.
Namun, sekarang semua rencananya
telah digagalkan oleh Nindi, si jalang itu.
Sania langsung merasa panik. Dia
buru-buru maju dan menarik celana Darren sambil memohon. "Kak Darren,
barusan aku cuma ngomong karena emosi aja. Aku cuma kesal dengan semua yang
Nindi lakukan."
"Menurutmu aku masih percaya
omong kosongmu? Apa kamu pikir orang lain sebodoh itu?"
Darren langsung menendang Sania
menjauh, lalu berkata ke para pelayan di luar, "Kunci dia di ruang bawah
tanah. Jangan izinkan dia keluar, dan jangan beri dia ponsel."
Akhirnya Sania diseret pergi begitu
saja.
Dia terus berteriak memanggil Witan,
tetapi pria itu tak pernah muncul.
Nindi menduga jika kemungkinan besar
ucapan Sania tadi benar-benar menghancurkan hati Witan.
Apalagi, selama ini Witan memang
sangat memanjakan Sanía.
Nindi lalu menatap Darren.
"Uangmu itu nggak akan bisa kembali. Apa kamu benar-benar mengira uang itu
masih ada di tangan CEO PZ Grup?"
Wajah Darren menjadi muram.
"Kalau kamu sudah tahu semua ini sejak lama, kenapa kamu nggak bilang? Apa
kamu senang melihat kami dipermainkan seperti orang bodoh?"
Meskipun dia sangat marah dengan
tindakan Sania, dia juga tidak puas dengan Nindi.
Jika Nindi mengatakan lebih awal,
maka kejadian ini tidak akan terjadi.
"Benar. Nindi, kalau kamu tahu
ayah Sania belum meninggal, kenapa kamu nggak berdiskusi dengan keluarga?
Situasi sekarang sangat merugikan perusahaan Kak Darren."
Nando tidak menyangka jika Nindi
sudah tahu semuanya dari lama, tetapi tidak mengatakan apa pun.
Apa dia sebegitu tidak memercayai keluarganya?
Nindi tertawa. "Bukankah aku
sudah mengatakannya? Kalian semua amnesia, ya? Semalam aku sudah mengatakannya
saat kita di kamar ayah dan ibu."
Nando tertegun. Sepertinya Nindi
memang pernah mengatakannya, tapi mereka tidak sepenuhnya memercayai perkataan
adiknya itu.
Darren membela diri dengan lantang,
"Tapi kalau waktu itu kamu menunjukkan fotonya ke aku, aku pasti akan
percaya!”
"Kalau waktu itu aku
mengeluarkan fotonya, kalian hanya akan bilang itu hasil editan, dan Sania juga
nggak akan mengaku."
Nindi mencuci tangannya, lalu keluar
dari kamar mandi. "Momen saat Sania memindahkan uang itu dan aku bisa
melacak rekening hingga menemukan ayah Sania, kalian baru akan benar-benar
percaya!"
Darren terdiam. Ya, semalam dia juga
tidak benar -benar memercayai perkataan Nindi.
Siapa yang menyangka itu benar?
Selama bertahun-tahun ini, dia
sendiri tidak berhasil menemukan hal-hal ini.
"Jadi, kamu sudah menangkap ayah
Sania?" tanya Nando.
"Kenapa baru bertanya sekarang?
Lagi pula kenapa aku harus memberi tahu kalian?"
Nindi menatap Darren. "Kamu
bahkan kasih kamar orang tua kita demi keuntunganmu. Apa kamu pikir kamu masih
layak?"
Darren terpojok, dia tidak bisa
mengatakan sepatah kata pun untuk waktu yang lama.
"Itu karena Kak Darren nggak
tahu tentang semua ini. Kalau dia tahu, bagaimana mungkin dia membiarkan Sania
berbuat seperti itu?"
Darren buru-buru mengangguk.
"Benar, itu karena aku nggak tahu."
Jika dia tahu lebih awal, dia pasti
tidak akan memberikan kamar orang tua mereka kepada Sania.
Sudut bibir Nindi terangkat sinis.
"Kalau begitu, aku juga nggak tahu.”
"Nindi, jangan pura-pura. Kamu
jelas jelas tahu segalanya dan uang itu sangat penting bagi Grup Lesmana!"
Nindi menoleh menatap Darren.
"Apa kamu ingat bagaimana kamu mengancamku dengan petunjuk petunjuk ini
sebelumnya?"
Raut wajah Darren terlihat begitu
canggung.
"Nggak terpikir olehmu akan ada
hari ini, ya?"
tanya Nindi dengan nada mengejek.
"Lalu apa yang ingin kamu
lakukan?"
Nindi menjawab dengan santai,
"Gampang kok. Sama seperti dulu kamu memperlakukan aku, berlutut dan minta
maaf. Kalau nggak, kamu akan menyesali kematian orang tua kita seumur
hidupmu!"
No comments: