Bab 2655
Tetua Agung pun segera memohon kepada
Saka dan berkata, "Saka kawanku, sebelumnya aku cuma merasa linglung. Aku
minta maaf karena sudah menyinggungmu. Tolong maafkan aku! Aku sudah tahu kalau
aku salah!"
Saka menggelengkan kepalanya pelan
sambil menjawab, "Kamu nggak tahu kalau kamu salah, kamu cuma merasa
takut."
Dalam sekejap, wajah Tetua Agung
tampak sangat pucat.
Dia melihat lautan darah di bawah
tubuhnya mulai mencapai dadanya. Leluhur Lavali melihat dirinya dan tampak
seperti melihat santapan darah yang lezat!
Saat Tetua Agung merasa panik, dia
tiba-tiba berteriak, "Aku bersedia menjadi budak Saka! Aku akan
membantunya mereformasi Negara Elang! Bagaimana menurutmu, Pak!"
Saat berkata demikian, lautan darah
yang hendak menenggelamkannya tiba-tiba berhenti.
Leluhur Lavali mengerutkan kening,
menatapnya sambil bertanya, "Apa kamu bilang?"
Saat Tetua Agung itu berkata
demikian, wajahnya menjadi pucat dan menyahut, "Sungguh, aku... aku
bersedia menjadi budaknya! Tombak ini juga menjadi miliknya!"
Sebagai Raja Ilahi, diperbudak oleh
Saka benar-benar membuatnya marah.
Namun, Tetua Agung juga tahu bahwa
sekarang tidak ada jalan lain. Dibandingkan dengan harga diri, hidupnya justru
lebih penting!
Akhirnya, Leluhur Lavali mengerutkan
keningnya perlahan, menatap Saka sambil berpikir sejenak. Dia tiba-tiba
mengangkat tangannya dan melambaikannya.
Dalam sekejap, lautan darah itu
langsung surut.
Srak!
Dalam sekejap, semua kejadian aneh di
wilayah Raja Ilahi langsung kembali ke penampilan aslinya. Seolah tidak pernah
terkikis oleh lautan darah yang penuh dengan kejahatan tersebut.
Melihat kejadian itu, Tetua Agung
merasa senang sekaligus sedih.
Senang karena dia lolos dari bencana
dan sedih karena mulai sekarang dia tidak bisa hidup dengan bebas.
Namun saat ini, Leluhur Lavali
menatapnya seraya berkata, "Mulai sekarang, semuanya akan kembali seperti
semula. Kamu bukan budak Saka. Anggap saja hari ini nggak terjadi apa-apa dan
jangan pernah membocorkan keberadaanku! Ya, nggak ada apa-apa yang terjadi hari
ini!"
"Kamu hampir membunuhku dan kamu
bilang nggak terjadi apa-apa?"
Tetua Agung tercengang, merasa tidak
percaya.
Leluhur Lavali tampak tidak sabar dan
balik bertanya, "Memangnya kamu mendengarnya dengan jelas?"
"Dengar, aku mendengarnya dengan
jelas!" sahutnya cepat.
Saka menatap Leluhur Lavali dengan
bingung. Apakah dia akan membiarkan orang ini pergi begitu saja?
Saat ini, Leluhur Lavali mengerutkan
kening seraya berkata perlahan, "Tindakanku kali ini sepertinya sudah
menghancurkan karmamu. Aku nggak bisa ikut campur lagi."
"Apa maksudmu?" sahut Saka
dengan ragu.
Tetua Agung juga ingin menanyakan
pertanyaan ini. Dia menatap Leluhur Lavali dengan ekspresi bingung.
Leluhur Lavali merenung sejenak, lalu
berkata perlahan, "Perkataan Tetua Agung itu mengingatkanku kalau aku
membantumu menghancurkan Negara Elang, maka nggak akan ada lagi rintangan di
depanmu. Ini mungkin akan seperti sedang membantumu, tapi sebenarnya itu cuma
akan merugikanmu."
"Kalau aku makin ikut campur,
maka rintangan yang akan kamu hadapi dalam kultivasimu di masa depan akan makin
besar! Itu adalah hukuman dari surga!"
"Sampai akhirnya, akan muncul
seorang ahli kuat yang bahkan aku sendiri juga nggak akan bisa melawannya. Saat
itu, aku khawatir kamu masih belum membuat banyak kemajuan karena perlindungan
dariku. Bagaimanapun, manusia harus menempuh jalannya sendiri. Nggak baik kalau
terus bergantung pada orang lain... "
Setelah berkata demikian, suaranya
perlahan mulai menghilang.
Ketika Saka mendengar ini, dia
terlihat agak cemas.
Hukuman surga?
Dia masih dalam tahap bertarung
dengan Kaisar, sementara pembahasannya tentang surga agak berlebihan dan sulit
dia pahami.
Namun, Saka mengerti bahwa pelangi
hanya bisa dilihat setelah melewati angin dan hujan.
"Bagaimanapun, kali ini aku
sangat berterima kasih,
"gumam Saka sambil tersenyum.
Leluhur Lavali mengangguk pelan, lalu
melangkah dan memasuki tubuh Saka.
Saat ini, Tetua Agung benar-benar
tercengang.
Dia merasa seperti selamat dari
bencana, tetapi juga merasakan kepanikan yang belum pernah dia alami
sebelumnya.
Kepanikan ini datang dari hal yang
tidak diketahui!
Pria tua misterius itu berada di
tingkatan mana?
Dia bahkan berbicara tentang hukuman
surga?
Orang di tingkatan apa yang mulai
khawatir tentang karma dari hukuman surga?
Apakah pria tua itu adalah Maha Raja
Ilahi?
Atau... Ilahi Agung?
Tetua Agung tidak berani
memikirkannya lebih jauh.
No comments: